[29] Memulai Lagi

633 81 38
                                    

_____________________________________________

Biasanya, yang paling mengusik yang membuat rindu. Yang dulunya dianggap menyusahkan, yang akan membuat kehilangan ketika semuanya berubah.
_____________________________________________

Bagai terbangun dari mimpi yang panjang dan melelahkan, semuanya terasa begitu gelap dan sunyi. Hal terakhir yang bisa dia ingat sebelum menutup mata dalam jangka waktu yang lama adalah cewek yang memberinya harapan. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun, dia menyayangkan itu, tapi setidaknya, dia berhasil menyelamatkannya di saat yang tepat.

Rama membuka mata perlahan dan sinar lampu yang menyilaukan menubruk matanya, membuatnya mengernyit seketika. Ketika berpaling, dia menemukan Anka yang sedang membenamkan wajahnya di kedua tangan yang terlipat di tepi kasur. Rama tersentak. Tubuhnya seperti tersengat listrik saat menyadari hal itu. Sama sekali tidak pernah dibayangkannya kalau dia akan melihat Anka di sini.

Kejadian ini membuat Rama teringat dengan saat di UKS. Ketika Anka masuk ke sana karena pingsan selama jam pelajaran Olahraga. Semuanya sama persis, hanya mereka yang bertukar posisi. Waktu itu, Rama berharap tidak ada satu pun orang yang masuk ke UKS, agar dia bisa lebih lama memandangi dan menjaga Anka, walau kenyataannya dia tidak melakukan apa pun. Tapi, bisa berada sedekat itu dengan Anka sudah membuatnya bahagia.

Tangannya terangkat dan mengatung di udara sekian lama. Perdebatan di hatinya begitu hebat. Melihat kenyataan ini, jujur saja hatinya lemah. Cewek yang dikaguminya sejak lama, tapi juga dia sakiti, akhirnya kini berada dalam jarak sedekat ini. Apakah ini saatnya untuk meraih cewek itu?

Namun, Rama menggeleng. Niatnya diurungkan begitu teringat semua yang pernah terjadi. Dia yang begitu menyebalkan bagi Anka, membuat cewek itu merasa tidak nyaman di sekolah, bagaimana mungkin punya hak untuk sekadar berharap.

Wajahnya dipalingkan, berusaha menatap ke arah lain untuk mengalihkan perhatian, tapi gagal. Pada akhirnya, dia kembali menghadap Anka, mengamati setengah wajah cewek itu yang tidak tertutupi tangannya. Wajahnya terlihat begitu lesu, seolah seluruh beban yang ada di dunia dipikulnya. Rama tidak tahu apa itu, tapi melihatnya membuatnya tidak nyaman.

Perlahan, dia menggerakkan tangannya kembali mendekat ke wajah Anka. Telunjuk dan jari tengahnya terulur lalu mengurut pelan kerutan di kening cewek itu. Mungkin tadi dia mimpi buruk atau sedang terpikirkan sesuatu yang buruk. Tapi setidaknya, sekarang wajah Anka sudah terlihat lebih nyaman.

Perawat masuk, membuat perhatian Rama teralih ke pintu. Telunjuknya langsung mengarah ke bibir, memberi isyarat agar perawat itu melangkah dan melakukan semuanya secara perlahan, supaya tidak membangunkan Anka. Cewek itu kelihatannya sangat lelah. Perawat menurut dan tersenyum ramah.

"Pacarnya?" tanya perawat itu basa-basi. "Cantik," tambahnya lagi sambil melirik Anka.

Rama tercenung. Tanpa dia duga dan bisa cegah, pertanyaan perawat itu membuat jantungnya berdebar kencang. Sekali lagi matanya menyapu wajah Anka. Cewek itu ... mana mungkin akan bersamanya. Bisa ada di sini sekarang saja, dia takjub. Tidak salah memang apa yang dia simpulkan selama ini, Anka memang cewek yang baik. Walau sudah disakitinya, dia tetap mau berada dalam jarak sedekat ini.

Rama menggeleng pelan, tapi perawat itu justru tersenyum. "Kok nggak diakuin? Udah lama, lho, dia di sini. Nggak kasihan memangnya?"

Kembali, Rama terperanjat. Jadi ... Anka sudah lama berada di sini? Menyadari kenyataan itu, hatinya kembali sakit. Dia bilang ingin melindungi dan menyelamatkan Anka. Apa benar kenyataannya begitu? Sepertinya dia hanya membuat cewek itu tambah kesulitan, melihat keadaan sekarang ini.

Captivated!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang