[22] Hari Bersama

640 82 18
                                    

_____________________________________________

Menyenangkan bila ada orang yang bisa menarikmu dari kekalutan ke dunia penuh damai.
_____________________________________________

Brav menatap pantulan dirinya di kaca dengan senyum lebar. Dia memang hampir selalu tersenyum, tapi hari ini sudah pasti berbeda dari biasanya. Sejak membuka mata tadi pagi, dia tidak menyia-nyiakan satu menit pun. Semua persiapan dilakukannya secepat dan sebaik mungkin. Hari ini dia akan menagih janji Anka untuk menemaninya ke toko buku, dan untuk itu, dia sudah memastikan semuanya baik-baik saja, termasuk memastikan pada cewek itu tadi malam.

Lo bener-bener sama aja kayak Bora, doyan banget neror orang. Iya. Iya. Iya. Gue udah jawab itu berkali-kali. Besok gue temenin ke toko buku.

Balasan dari Anka itu membuatnya tidak bisa berhenti senyum-senyum sejak tadi malam. Dia bahkan susah terlelap karena terus membayangkan bagaimana cewek itu mengucapkan isi chat-nya dengan wajah sewot.

"Kamu kayaknya nggak pernah sesenang ini. Mau ke mana memangnya?" Nenek Brav yang barusan melintas di depan kamarnya memilih berhenti karena merasa tingkah cucunya agak aneh.

"Mau jalan sama calon cucu mantu Nenek." Brav kembali terkekeh saat menjawab. Kalau Anka dengar, sudah pasti dia akan mendapat hadiah pelototan atau minimal tampang judes.

Neneknya ikut tersenyum mendengar jawaban Brav. Dia memang baru satu kali bertemu Anka, tapi apa pun yang membuat cucunya bahagia, akan membuatnya ikut senang. Cucunya ini sudah melewati banyak hal sejak kecil, tidak ada salahnya kalau mulai sekarang dia bahagia. Tidak. Dia bahkan akan memastikan kalau cucunya benar-benar bahagia.

"Semoga berhasil kalau begitu," ujar nenek Brav sambil menepuk pundak kanannya pelan.

Brav langsung menoleh dengan alis bertaut. "Emang Nenek tahu aku mau ngapain?" Atau jangan-jangan neneknya ini cenayang? Brav bergidik sejenak, tapi langsung terkekeh menyadari pikiran konyolnya barusan. Bisa-bisanya dia berpikir neneknya cenayang, sedangkan tidak ada bakat turunan yang terlihat sedikit pun pada dirinya.

"Memangnya apa lagi kalau cowok sudah mengajak jalan cewek? Nenek juga pernah muda."

Jawaban neneknya itu praktis membuat Brav terbahak. Neneknya memang sudah tua, tapi beliau masih bisa diajak bicara seperti anak muda. Beliau bukan tipe orang tua yang kolot dan terlalu memegang teguh prinsip dan ajaran zaman dulu. Sebaliknya, beliau sangat mengerti setiap keinginan Brav yang generasinya sangat berbeda jauh dengannya. Walau tidak ada siapa pun, memiliki neneknya adalah hal terbaik dalam hidup Brav. Dan karena itulah, dia bisa tidak mengumpat pada hidup yang tidak adil.

Brav pamit pada neneknya dan langsung berlari menuju rumah Anka. Jaraknya memang tidak terlalu jauh, juga masih cukup jauh dari waktu janjian mereka, tapi dia ingin sampai secepat mungkin dan melihat wajah cewek itu. Aneh memang, bagaimana melihat wajah Anka, yang jarang berekspresi bisa memberi semangat yang tidak terkira bagi Brav. Dia sendiri merasa benar-benar hampir gila.

Mata Brav membulat sedangkan senyum di wajahnya mengembang semakin lebar saat melihat Anka membukakan pintu. Seharusnya, cewek itu tidak terlihat berbeda dengan biasanya. Rambutnya tetap digerai lurus, tidak ada make up, hanya baju yang bukan seragam. Tapi sesuatu menarik Brav dengan sangat kuat.

"Baju kita kayak couple," ujarnya akhirnya, sambil menahan senyum yang berlebihan. Bisa-bisa Anka memilih berganti baju kalau dia meneruskannya.

Anka langsung melihat bajunya dan menyadari kalau mereka sama-sama memakai kemeja navy dan celana jin. "Ya udah, gue ganti baju dulu."

Tuh, kan, batin Brav. Lama-lama dia bisa menebak Anka. Dia langsung menahan pintu saat cewek itu berniat menutupnya. "Nggak usah. Nggak akan ada yang nyadar, kok. Ayo!"

Captivated!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang