"Bukankah rindu itu menikam? Maka jangan buat aku merindu. Tolong, pahami itu."
🍁🍁🍁
Mendengar bahwa Anna berada di rumah sakit karena tembakan membuat Kenziano untuk kali pertamanya panik. Cowok itu bahkan mengendarai motornya secepat kilat. Malah lebih cepat dari kilat. Hingga hampir sama Kenziano menabrak seseorang. Untungnya dia bisa menghindar. Dan sampai dengan selamat di rumah sakit.
Saat mengetahui ruang rawat Anna, cowok itu segera menerobos masuk kamar rawat Anna dan mendapati seorang pria yang usianya seperti ayahnya sedang menggenggam dan menatap Anna. Pria itu menoleh saat menyadari kehadirannya.
Kenziano menatap pria yang pernah dilihatnya beberapa kali saat mengantarkan Alena pulang ke rumah ayah gadis tersebut. Cowok itu sedikit mengernyit, bukankah pria itu tidak menginginkan Anna? Itulah yang Kenziano tahu dari cerita yang pernah Anna katakan. Lalu, kenapa sekarang pria itu seperti sangat menyayangi Anna?
"Kamu Kenziano kan, teman Alena?" Pertanyaan Bayu menyentak Kenziano.
"Iya, Om." Kenziano menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Saya mau jenguk Anna,"
Bayu menatap ke arah Anna sebelum kembali menatap Kenziano dengan tersenyum. "Oh, kalau begitu Om tinggal, ya." Bayu mengecup kening Anna sesaat sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruang rawat tersebut.
Kenziano melangkahkan kakinya mendekati brankar Anna. Duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Bayu. Menatap lekat wajah Anna.
Tidak pernah dia melihat wajah Anna yang sepucat ini. Biasanya Kenziano selalu melihat Anna tersenyum, melihat Anna yang selalu kuat, tidak seperti sekarang ini yang terlihat lemah. Seakan gadis itu sudah tidak kuat lagi dengan semuanya.
Pendeteksi detak jantung itu bergerak naik-turun bagai gelombang. Bergerak dengan perlahan. Ada perasaan takut saat Kenziano menatap alat itu. Takut jika alat itu berubah dan berganti dengan garis lurus.
Kenziano menggeleng kepala, mengusir pikiran-pikiran buruknya.
Cowok itu kembali memusatkan perhatiannya pada Anna. "Hai." Ujarnya.
"Ternyata seorang Annabela Roselani itu bisa keliatan lemah, ya. Padahal gue kira lo bakal kuat buat ngelawan preman itu." Masih teringat jelas saat Anna dibawa tiga orang pada malam itu.
"Gue denger-denger lo kena tembakan ya?" Tidak ada sahutan, "padahal gue udah nolongin lo waktu itu biar Lo nggak kena tembakan, eh, pas nggak ada gue lo malah kena tembakan. Emang seharusnya lo ada di sisi gue kan, Na?"
"Gue juga udah berusaha nyari lo, tapi gue nggak bisa nemuin lo."
Tetap tidak ada sahutan.
"Gue lebih suka lo bawel Na, daripada diem kayak gini."
Kenziano mengatupkan bibirnya. Perlahan tapi pasti ia menggenggam tangan Anna. Menatap gadis itu lekat sebelum akhirnya sebuah ucapan terucap tanpa sadar.
"Gue kangen lo, Na."
Ada sebuah pergerakan yang Kenziano rasakan dari tangan Anna yang digenggamnya. Satu persatu jari Anna bergerak. Keterkejutan nampak jelas di wajah Kenziano. Cowok itu menolehkan wajahnya menatap wajah Anna yang kini mata itu seperti berusaha terbuka.
Secepat itu pula Kenziano melesat keluar ruangan. "Dokter, suster!!!" Teriaknya.
Dokter beserta Suster datang tergesa-gesa menghampiri Kenziano. Setelah mendengar penjelasan Kenziano, Dokter dan Suster itu pun segera memeriksakan Anna dengan Kenziano yang disuruh untuk menunggu diluar.
![](https://img.wattpad.com/cover/121020501-288-k431138.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Name Of Love
Ficção AdolescenteHighest rank #25 in teenfiction(31/08/18) Atas nama cinta ku tuliskan sebuah pengakuan hati yang tersakiti. aku kira kau mencintaiku ternyata aku keliru, kau tidak mencintaiku melainkan mencintainya. Atas nama cinta ku tuliskan sebuah harapan nan se...