BAB 8: Belajar?

63.4K 5K 137
                                    

Kini, meja kantin sudah seperti meja pengadilan. Dimana Kenziano berperan sebagai jaksa dan Anna berperan sebagai pelaku. Tatapan Kenziano menyipit menatap Anna intens, namun menusuk. Sedangkan Anna, ia hanya menyengir tak berdosa. Padahal dalam hatinya ia sudah merutuki dirinya yang selalu kena sial.

Anna berdoa agar bel masuk selasai istirahat segera dibunyikan supaya ia bisa bebas dari tatapan menusuk Kenziano. Cowok berhidung mancung itu menyodorkan kertas ulangan--yang semula berbentuk gumpalan kini sudah di lebarkan kembali walau menjadi kusut dan lecek--kearah Anna.

"Kok bisa nilai lo cuma 30?" Tanya Kenziano.

Anna menggaruk pipinya yang tidak gatal. Kebiasaan jika sedang bingung ataupun gugup. Anna membenarkan posisi duduknya.

"Ya, mana gue tau, gue udah berusaha buat dapet nilai bagus, tapi tetep aja kayak gitu."

Berusaha dapet contekan, maksudnya.

Kenziano menegakkan tubuhnya. Memajukan wajahnya dengan mata menyipit membuat Anna memundurkan tubuhnya. Gugup.

"Lo lagi nggak berusaha ngibulin gue 'kan?" Masih dengan tatapan mengintimidasi Anna.

Cewek berkuncir kuda itu meneguk salivanya. Gelisah tentunya. Orang seperti Kenziano ini sulit ditipu oleh orang seperti Anna. Dan, Anna selalu kehabisan kata-kata menghadapi Kenziano. Lidahnya mendadak kaku.

"Nggak" hanya kalimat itu yang bisa Anna ucapkan disertai gelengan kepala.

"Oke." Kenziano mengembalikan posisinya semula. "Mulai besok dan seterusnya setiap abis pulang sekolah lo harus belajar sama gue."

Anna baru saja membuka mulutnya untuk protes. Tapi, Kenziano sudah lebih dulu ngangkat tanganya agar Anna tidak protes sedikit pun.

"Atau, gue bakal bilang ke Alena dan...," Jeda. "Tante Amel." Lanjutnya.

Anna membelalakkan matanya.
"Dih, jangan dong, ya kali cowok pengaduan."

"Bodo amat. Gue nggak perduli lo mau ngatain gue apa."

Anna masih diam ditempatnya. Ia sangat tahu Kenziano tidak pernah main-main dengan ancaman yang cowok itu ucapkan.

Merasa Anna akan terus saja berdiam diri, Kenziano berdiri tepat saat bel selesai istirahat dibunyikan.

"Pikirin omongan gue. Lo tau gue nggak pernah main-main sama ancaman yang gue kasih." Kenziano meninggalkan Anna tidak lupa membawa kertas ulangan itu bersamanya.

Anna terus menatap Kenziano hingga cowok itu menghilang dibalik tembok penghubung antara kantin dan koridor. Gadis itu menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.

Kepalanya seketika pening tanpa sebab. Ia kesal campur bingung. Moodnya sedang labil. Ia tak pernah suka belajar. Satu kenyataan yang semua orang terdekat Anna tahu;

Belajar dan Anna adalah musuh bebuyutan.

***

"Seriously, Na?" Tanya Lisha.

Jamkos ialah waktu yang ditunggu-tunggu anak X-IPS3 setelah mereka kerja rodi mengerjakan tugas yang bejibun. Alhasil, kelas menjadi ramai seperti pasar. Berbagai macam kegiatan yang mereka lakukan dalam jamkos; main kejar-kejaran. Berteriak-teriak. Tidur dengan nyenyak sambil menunggu bel pulang berbunyi.

Sedangkan, Anna, Rosa dan Lisha, mereka sedang mendengarkan cerita yang baru saja dialami oleh Anna. Lisha yang memang pengagum Kenziano menjadi antusias mendengar cerita Anna.

"Seriusan gue." Jawab Anna sambil memainkan salah satu games di ponsel-nya. Sesekali ia akan memekik kaget. "Anjirr."

"Terima aja, Na."

In The Name Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang