24. Ingin ini, ingin itu

9.2K 257 87
                                    

"Oh." Sedangkan Aegis hanya ber'oh'ria saja.

"Oh saja ? Wahh astaga kau memang menyebalkan." Kesal Maurent dengan sedikit memutarkan bola matanya.

Aegis menghiraukan kekesalan adiknya, dia langsung beranjak dari tempatnya berdiri dan mulai menuruni tangga satu persatu.

***

Aegis berjalan santai ke arah ruang tamu. Dan benar saja, Ayahnya sedang berada di sana dengan jalang gilanya. Caty. Ibu tiri Aegis.

"Langsung pada intinya." Tanpa menghampiri Ayahnya Aegis langsung saja berbicara.

"Duduklah dulu Aegis." Ucap Ayahnya santai. Kali ini Aegis menghampiri mereka namun, posisinya masih sama. Berdiri.

"Aku tidak sudi duduk di sebelahmu." Jawab Aegis dingin. Ayahnya hanya tersenyum dan mengangguk.

"Ada apa Kau kemari ?" Tanya Aegis masih dengan mempertahankan nada dinginnya itu.

"Aku hanya ingin melihat keadaan anakku dan juga calon cucuku. Ahh dan juga kekasihmu." Ucap Ayah Aegis santai dan mulai menatap Putranya. Nampaknya Aegis sangat terkejut saat Ayahnya mengucapkan kata cucuku. Namun dia segara bersikap sebiasa mungkin.

"Cihh." Aegis hanya berdecih dan juga tersenyum mengejek.

"Sudahlah, ada apa kau kemari ?" Tanya Aegis sekali lagi.

"Apa kau masih marah kepadaku Anakku ?" Tanya Ayah Aegis. Sedangkan Aegis hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit di baca. "Mana adikmu ?" Tambah Tuan Elnico.

"Astaga Kau membuatku merasa muak, dengan sikap manis mu itu dan juga Jalang di samping mu." Ucap Aegis masih dengan nada dingin namun memberikan efek beku pada setiap orang yanh mendengarnya. Sedangkan Ayahnya hanya bisa tersenyum

"Baiklah. Aku hanya ingin mengatakan, berhati hatilah dan juga jaga kekasihmu." Ucap Tuan Elnico mulai serius.

"Apa pedulimu Pak tua ?" Tanya Pria yang sedang berdiri di hadapan Ayahnya.

"Kakak berbicaralah lembut pada Ayah Kak." Tiba tiba Maurent datang dan mulai mendekati Aegis.

Pria itu memutarkan bola matanya jengah. Sebenarnya ia penasaran maksud dari ucapan Ayahnya tadi. Namun, rasa yang ia benci masih besar pada Ayahnya. Ia enggan untuk berbicara lembut atau pun memaafkan Ayahnya. Apalagi ketika dia melihat Jalang perusak di samping Ayahnya itu. Membuatnya kembali teringat masa dimana semuanya hancur.

"Dimana kekasihmu ?" Tanya Pria tua itu dengan sedikit mengedarkan pandangannya ke isi ruangan rumah Aegis.

"Kau hebat, baru beberapa kali saja sudah menghasilkan buah. Memang kau anakku." Ucapnya sembari terkekeh.

'Tua bangka gila. Ingin sekali aku melenyapkannya saat dia terkekeh seperti itu.' Batin Aegis.

Aegis sama sekali tidak menanggapi ucapan Ayahnya. Dia sudah Masabodo dengan apa yang di ucapkan Ayahnya.

"Aegis mainlah kerumah, sudah lama kau tidak berkunjung dan bawalah kekasihmu." Wanita di samping Ayah Aegis mulai angkat bicara. Mendengar suaranya saja Aegis terasa ingin muntah apalagi menatap wajahnya.

"Maurent kau juga." Tambah wanita gila itu. Maurent hanya menatapnya dengan tatapan kebencian. Ya gadis itu juga sangat membenci Wanita yang berada di samping Ayahnya itu. Tapi dia masih bisa bersikap lembut dan sopan pada ayahnya.

"Jika kau mati, maka aku akan berkunjung dan akan sesering mungkin datang kerumahku." Ucap Maurent sinis. Gadis itu memberikan smirk yang tak pernah dia tampilkan.

Ayah Aegis kembali tersenyum dan terkekeh. "Anakku sudah dewasa." Pria tua itu menatap Maurent. "Kau mulai hebat dalam berbicara." Tambahnya lagi dengan posisi tidak duduk lagi melainkan dia berdiri dan menghampiri anak gadisnya. Pria itu mengelus rambut Maurent dengan sayang.

I'm Not BitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang