Bab 7. Terburu 2

34 3 8
                                    

(Raito POV)

"Yosh. Sepertinya persiapanku sudah selesai."

Anak panah masih menancap di dadaku, rasanya sakit tapi ini bukan luka fatal. Jika aku sampai ke kota dalam lima menit aku masih sempat menerima pengobatan sebelum kehabisan darah. Sekarang aku mempersiapkaan rencana kabur.

Persiapan pertama, enchant semua barang yang kubawa untuk meringankan bebannya. Kedua, susun sepuluh botol darah big rat yang telah diencerkan. Dalam hal ini aku harus mengorbankan beberapa barangku, sial. Ketiga, buat sumbu dari tali yang kusiapkan untuk jaga-jaga.

Ketiga persiapannya selesai. Sekarang saatnya eksekusi.

"Terangi dengan panasnya api, flame!" ucapku merapal sihir api peringkat rendah. Walaupun peringkat rendah tapi kekuatan  apinya sudah cukup untuk kugunakan.

Api tersebut kugunakan untuk membakar tali yang pada ujungnya kumasukkan ke dalam botol berisi darah big rat. Kelihatannya klasik atau bodoh, tapi aku tak ada pilihan selain mencoba cara ini.

Saat api itu sampai pada pucuk botol, aku langsung lari, dan tepat saat aku akan keluar dari bayangan pohon botol-botol yang kususun meledak. Ledakannya cukup kecil sehingga tak menimbulkan dampak padaku, tapi pohonnya terbakar. Namun itu tak masalah, tujuanku adalah asap yang keluar dari ledakannya.

Triknya sama seperti kemarin, aku mengaburkan pandangan lawanku dan kabur ke kota. Jika pemanah itu tak bisa mengenaiku jika tak melihatku, maka aku harusnya bisa kabur saat ini. Beban ditubuhku menjadi lebih ringan karena enchant yang sebelumnya kugunakan, dan asap takkan mengganggu hawk eyes ku. Satu-satunya kelemahan rencana ini adalah jika musuh memiliki kemampuan melihat didalam asap seperti hawk eyes, tapi semoga dia tak punya.

Aku berhasil berlari sekitar dua puluh meter, anak panah sama sekali tak melesat lagi. Kurasa kali ini aku selamat. Tapi aku tak bisa lengah. Aku terus-terusan berlari melalui bawah pohon agar terhindar dari bidikannya. Seratus limapuluh meter menuju kota.

Psuuu

Psuuu

Dua anak panah tiba-tiba mengenai paha dan bahu kananku. Sontak aku terjatuh, tapi kutahan dengan tanganku. Jika aku terjatuh terlentang maupun tertelungkup, anak panah itu akan menggesek bagian dalam tubuhku, memungkinkan lebih banyak darah keluar dan akan membuatku semakin cepat kehabisan darah.

Tapi darimana datangnya? Bukankah dia seharusnya mengintaiku dari tempatnya? Dengan asap tadi, aku seharusnya ada dititik butanya. Bahkan asap buatanku belum menghilang. Dia juga takkan sempat mendekatiku dari jaraknya tadi. Bagaimana bisa?

Sebuah pemandangan yang terlihat melewati asap dari atas pohon menjawa  pertanyaanku. Sebuah sosok disana memegang anak panah yang telah siap mengarah padaku, dan di bawahnya ada seekor burung raksasa. Tinggi burung itu lebih dari dua meter dan sayapnya sepanjang tiga meter.

'Sialan! Dia pasti menaiki burung raksasa itu untuk mendekatiku.' pikirku.

This is my death end...

-----------------------------------------------------------------

(Third person POV)

"Sialan! Dia kabur pakai asap!" teriak Andrax.

"Jangan biarkan dia kabur!" balas Mezas.

"Mustahil! Aku tak bisa melihat apa-apa dari sini!"

"Dekati saja!"

"Gak akan sempat walau menggunakan sihir angin."

"Sialan! Andai saja ad–" tiba-tiba Mezas berhenti.

"Kenapa?"

"Ada satu! Ada satu monster yang mungkin bisa dipakai!"

Tidak Ada Cheat di Dunia LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang