13

1.3K 50 0
                                    

.

"Apa yang harus ku lakukan? Aku tak bisa menyembunyikannya. Karena saat aku melihatmu, hati ku menjadi lembut."
Twice - Jelly Jelly

.
.
.


Happy reading⚘🥀


Gimana?." Tanya Chelsea. Ia menatap jendela yang menampilkan suasana luar gedung perusahaannya sambil bersedekap. Disana tampak kerumunan wartawan ingin meminta penjelasan tentang aksi kekerasan karyawannya.

"Mereka juga minta CEO-nya langsung yang beri pernyataan." Jelas manajer yang membuat masalah ini. Yups, dia adalah Zafa. Manajer di luar kota.

Chelsea memegang kepalanya pusing. Dave pulangnya nanti malam, tidak mungkin Chelsea menelepon dan menyuruhnya pulang saat ini juga.

Zafa menunduk. "Maaf Mbak. Mbak jadi repot gini." Ucapnya sambil menunduk merasa bersalah. Setelah mendengar penjelasan Zafa, Chelsea hanya bilang enggak papa. Dan itu membuat rasa bersalah Zafa semakin bertambah.

"Nggak papa." Jawab Chelsea seperti dugaan Zafa. Zafa hanya diam saja sambil menunduk, tidak tahu apa yang akan ia lakukan.

Chelsea menghela nafas. "Bilang, kalo 10 menit lagi, Mbak mau konferensi pers." Chelsea lalu pergi menuju kantornya.

Zafa segera melaksanakan apa yang di perintah, Ia menyiapkan aula untuk meja konferensi nanti, dan memerintahkan para wartawan masuk.

Chelsea lalu merapikan penampilannya, kemudian ke luar menuju aula. Sebelum memasuki pintu, ia menghela nafas terlebih dahulu.

Dengan langkah tenang, Chelsea memasuki pintu. Blitz cahaya kamera segera tertuju padanya, dan beberapa pertanyaan meluncur dari mulut para wartawan.

"Dengar-dengar, Anda pemilik perusahaan ini. Apakah benar?."

"Bagaimana penjelasan Anda terhadap insiden kemarin yang menyangkut salah satu manajer Anda?."

"Bukannya Anda tampak terlalu muda untuk menjadi seorang Presdir?."

"Apa Anda akan membawa masalah ini ke jalur hukum?."

"Apa tindakan Anda selanjutnya pada manajer yang bersangkutan?."

Chelsea menatap mereka satu persatu tanpa ekspresi. "Saya bisa menjawab semuanya, tapi bisakah Anda semua duduk dengan tenang, lalu bertanya." Tanya Chelsea kemudian membuat para wartawan terkejut.

Chelsea tampak sangat dewasa, padahal yang dari mereka dengar, Chelsea hanya pelajar SMA. Para wartawan kemudian duduk setelah di bantu beberapa orang di bidang keamanan perusahaan. Walau belum tenang sepenuhnya, Chelsea mulai angkat bicara.

"Saya harap, Anda bertanya dengan tenang dan tidak membuat keributan." Ucap Chelsea. Para wartawan pun tetap memotret hingga merekam. Chelsea lalu duduk di kursinya, dan menatap para wartawan tersebut seperti menunggu pertanyaan yang akan di lontarkan mereka.

"Maaf, apa benar Anda pemilik Felice Group?." Tanya salah satu wartawan.

Chelsea mengangguk. "Saya membangunnya bersama paman saya dan sepupu saya. Felice group hanyalah gabungan dari dua perusahaan saja."

"Dan siapakah paman Anda itu?."

"Maaf, tetapi saya akan hanya menjawab pertanyaan yang penting saja." Ucap Chelsea dengan tenang.

"Bagaimana Anda membangun perusahaan hingga menjadi perusahaan makanan terbaik ke 3 se- Indonesia?."

"Paman serta sepupu saya yang membangunnya. Saya hanya menyumbang kemampuan saya dalam bermasak."

"Bukannya perusahaan ini sudah terbangun selama 7 tahun, kenapa Anda baru menampakkan diri sekarang?."

"Paman saya membangun restoran atas nama saya di saat umur saya 11, bukannya itu terlalu dini untuk menampakkan diri? Lagi pula menurut saya, cita rasa suatu makananlah adalah hal yang penting dalam perusahaan saya, dan bukan wajah saya yang perlu di tampilkan untuk para pelanggan." Jawab Chelsea. Ia sejak tadi tak tersenyum, padahal hampir kebanyakan orang dalam konferensi pers akan tersenyum.

"Yang publik tahu, Pak Dave saja mengurus perusahaan. Apakah jabatannya?."

"Dia seorang direktur." Sahut Chelsea singkat.

"Saya dengar perusahaan Anda sering terlibat skandal kekerasan seperti insiden kemarin. Benarkah itu?."

Chelsea menghela nafas. Ia memilih karyawan yang benar-benar membutuhkan uang, walau hanya memiliki kemampuan bekerja rendah. Jadi, mereka masih harus banyak belajar memasak, melayani dan menahan emosi. Namun Chelsea maklum, karena mereka sedang dalam hidup yang susah.

"Jika seperti itu yang Anda dengar, mungkin seperti itulah kebenarannya. Saya tak membenarkan karyawan saya atau menyalahkan pelanggan saya. Biar lah hakim yang memutuskannya."

“Namun, jika skandal terus berdatangan, bukannya citra perusahaan Anda menjadi jelek?.”
“Tidak ada yang sempurna di dunia ini, begitu juga perusahaan kami. Kami hanya akan menjadi diri sendiri, dan membangun perusahaan dengan cara kami. Kami hanya berharap para pelanggan kami menyukai cita rasa yang telah kami suguhkan dan tidak perlu memikirkan hal lain.” Jawab Chelsea dengan bijak.

"Bukannya Anda, anak dari pemilik perusahaan mebel yang kini di pegang oleh Pak Tomi?." Tanya salah satu wartawan membuat jantung Chelsea terasa berhenti tiba-tiba. Ia tak menyangka pertanyaan ini akan muncul juga.

Pertanyaan yang mengingatkannya pada kedua orang tuanya. Kenangan kembali berputar membuat matanya memerah. Chelsea diam, sehingga beberapa wartawan memotret karena bisa menjadi bahan gosip.

Chelsea lalu tersadar, saat sebuah tangan menepuk bahunya. Chelsea mengangkat kepalanya, dan disana Dave berdiri dengan senyum tulusnya berdiri di sampingnya.

Dave lalu menatapnya balik, kemudian tersenyum lebih tulus. Ia lalu mengarahkan pandangannya menatap para wartawan.

"Sepertinya pertanyaan Anda tidak ada sangkut pautnya dengan hal ini. Tetapi saya akan menjawabnya." Ucap Dave lalu berdiri dengan tegak. Ia menatap seluruh ruangan.

"Iya. Chelsea adalah anak almarhum dari pemilik perusahaan tersebut yang kini sedang dalam tahap pengambilan alih." Dave menjawabnya dengan tenang. Chelsea hanya menunduk.

"Bukannya seharusnya Bu Chelsea yang mewariskan perusahaan itu? Mengapa malah membuat perusahaan baru?."

"Apakah ada perebutan kekuasaan?."

"Apakah ada dalang di balik kecelakaan itu?." Chelsea semakin menunduk setelah mendengar runtutan pertanyaan tersebut.

Dave menghela nafas. "Sepertinya sampai di sini konferensi pers hari ini. Saya harap Anda tidak merilis artikel yang merugikan kami, karena kami bisa saja membawanya ke pengadilan. Terima kasih." Dave lalu mengangguk pamit, ia meraih bahu Chelsea dan menuntunnya keluar ruangan aula. Beberapa wartawan mengikuti dengan berbagai pertanyaan, namun dengan sigap para penjaga menahannya.

Dave membawa Chelsea menuju kantornya. Namun belum juga masuk kantor, Chelsea langsung berjongkok. Ia berjongkok hingga menutupi wajahnya dengan rambut yang terurai. Bahunya bergetar namun tak mengeluarkan suara.

Dave menatapnya lirih. Ia ikut berjongkok dan mengelus-elus rambut Chelsea dengan lembut. "Enggak papa. Udah. Enggak papa." Ucap Dave lembut. Ia tetap mengelus rambut Chelsea.

Koridor di jaga beberapa orang kenamaan, sehingga sepi.

Chelsea masih menunduk dan kini terdengar suara sesenggukan. Dave lalu menariknya ke dalam pelukannya. "Enggak papa." Ucapnya lalu menepuk-nepuk punggung Chelsea dengan pelan.

Nathan yang memang menunggu Chelsea di salah satu sudut ruangan hanya diam dengan wajah tampak kesal melihat adegan mesra di depannya. Nathan kemudian lebih memilih beranjak untuk pergi, ternyata percuma ia mengkhawatirkan Chelsea. Karena disisinya selalu ada Dave. Dave. Dan Dave

Nathan lalu pulang dengan perasaan campur aduk. Kesal? Marah? Kecewa? Atau apa pun itu, yang pasti ia sedang tidak senang sekarang.

Chelsea lalu melepas diri. "Kapan balik?." Tanyanya pada Dave sambil menghapus air matanya.

Dave tertawa. Ia lalu mengacak rambut Chelsea. "Tadi. Ayo ke kantor, nanti di liatin orang." Dave lalu membantu Chelsea bangkit, dan menuntunnya menuju kantornya.

Chelsea menghela nafas. "Aku kangen Mama. Kangen Papa." Ucapnya pelan. Dave menatapnya lirih.

"Besok kita jenguk mereka. Jenguk Papaku juga sekalian." Ucap Dave menenangkan. Ia lalu mengelus kepala Chelsea yang kini duduk di hadapannya. "Sekarang, kamu istirahat."


***

Chelsea turun dengan pelan, di ikuti Dave. Dave lalu berjalan menuju Chelsea yang berdiri di depan pagar.

"Nanti malem aku kesini." Ucap Dave sambil merapikan rambut Chelsea. Chelsea menggeleng.

"Enggak usah." Tolak Chelsea.

"Enggak papa. Aku enggak sibuk kok." Ucap Dave menjelaskan.

Chelsea terkekeh. "Bukan gitu. Aku ada acara kemah, Kamu enggak usah ke rumah." Ucap Chelsea lalu tertawa. Dave tersenyum malu sambil menggaruk tengkuknya.

"Aku kira kamu nolak karna enggak mau ngerepotin aku." Ucap Dave sedikit malu dengan dirinya sendiri.

"Ya udah balek sana." Usir Chelsea.

Dave mengangguk. "Aku baru pulang nih, enggak mau peluk dulu?." Tanya Dave lalu merentangkan tangannya.

Chelsea terkekeh. Ia lalu berjalan maju satu langkah, dan memeluk Dave. "Makasih. Hati-hati di jalan." Ucapnya. Dave membalas pelukan Chelsea dan menjawab iya.

"Enggak usah pikirin wawancara tadi. Istirahat aja." Dave lalu melepas pelukannya dan menatap Chelsea. Chelsea mengangguk.

"Aku balek." Dave lalu melambaikan tangannya, Chelsea membalasnya sambil tersenyum.

Dave segera masuk ke mobil dan menancapkan gas. Chelsea yang memegang seplastik makanan menghela nafas, lalu berjalan ke arah rumah di sampingnya. Ia membuka pagarnya dan terlihat Nathan sedang duduk di kursi teras sambil memainkan laptop.

Chelsea berjalan padanya dengan wajah seperti biasa. Datar. Nathan yang menyadari kehadiran Chelsea mengalihkan pandangan menatap Chelsea.

"Nih." Chelsea menyodorkan plastiknya, dan tiba-tiba Ia sedikit mengangkat sudut bibirnya. Teringat kejadian pagi tadi yang sangat canggung.

Nathan menerimanya. Ia bernapas terengah engah, wajahnya pucat dengan banyak mengeluarkan keringat.

Chelsea langsung menatapnya khawatir. "Sakit?." Tanya Chelsea lalu meletakan tangannya tanpa sadar ke arah dahi Nathan.

Nathan melotot lalu menyingkirnya dengan cepat. "Enggak." Ucapnya.

Chelsea menatapnya dengan curiga. "Mau ke rumah sakit?." Tanya Chelsea masih khawatir.

Nathan menghela nafas. "Gue enggak kenapa napa." Ucapnya kesal lalu membuang pandangannya.

Chelsea mengerutkan alis melihat sikap Nathan. "Ya udah." Akhirnya Chelsea berbalik dan pergi meninggalkan Nathan.

Nathan lalu bernapas lega. Setelah mengintip diam-diam interaksi Chelsea dan Dave tadi, ia berlari dengan cepat saat Chelsea berjalan ke rumahnya.

Huhs, hampir saja ketahuan. Batin Nathan.


***

To be continue 🥀⚘

.
.
.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Selasa,
14 april 2020

Written by: paarkyeoll_

Chelsea Nataya Elvaretta [Telah Terbit | Open PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang