Pagi ini Abid Pranaja terbangun lebih dulu dari Berista, semalaman susah lelap. Bahkan baru tidur pukul dua pagi, di mana istrinya sudah nyenyak dengan mimpi indahnya. Keadaan Alex benar-benar membuat Abid kepikiran. Pantas saja Alex melarang ia untuk berbicara pada Bea, kalaupun jujur sepertinya Bea akan merasakan apa yang Abid rasakan. Setelah berpikir jauh, Abid menyetujui permintaan Alex untuk menyembunyikan ini dari Bea, demi kebaikan.
Abid juga tidak mau ada air mata yang keluar dari istri cantiknya. Abid berjanji pada dirinya akan melakukan apapun demi kesembuhan Alex. Kanker memang penyakit menakutkan, bahkan hanya enam belas hingga delapan belas persen kemungkinan pasien bisa sembuh dari kanker. Meski angka sangat kecil, ada beberapa pasien yang berhasil menang melawan penyakit ini. Abid akan menjadikan Alex salah satu pasien yang berhasil melawan kanker.
“Maafkan saya. Ini semua demi kamu,” gumam Abid, lalu mencium pipi Bearista. Ia merasa nyaman. Kalau boleh, ia tidak akan melepas bibirnya dari pipi Bearista.Tentang kematian Gea saja belum tahu, ia juga belum bertemu dengan mama Gea. Rasanya terlalu sulit menemukan jejak keluarga Gea, Abid sudah mengikhlaskan kepergian Gea meskipun masih menyakitkan. Ia sudah punya Bearista yang harus dijaga, istrinya jauh lebih penting daripada masa lalu, selain orang tua Abid, Bea dan Alex adalah prioritas saat ini.
“Ternyata sudah bangun,” ucap Abid dengan nada biasa saja, padahal dalam hatinya ia takut, takut Bea mengamuk karena Abid sudah kurang ajar mencium pipinya. Abid tidak sadar Bea terusik karena ulahnya.
“Jam berapa?” tanya Bea dengan suara serak khas bangun tidur.
“Setengah empat pagi, bangun yuk, salat,” balas Abid.
“Sekarang?”
“Iya dong.”
Dengan mata masih berat akhirnya Bea bangkit. Di ranjang sana Abid tersenyum puas, Bea tidak menyadari jika Abid tadi mencium pipinya.
Setelah itu Bea keluar, tetapi saat keluar ia malah melihat Abid berbaring lagi di ranjangnya.“Abid!” ucap Bea tepat di telingga suaminya. Abid hanya membalas dengan gumaman. “Bangun, katanya salat.”
Abid membuka matanya. “Tunggu ya, saya wudu dulu,” ucapnya, lalu beranjak meninggalkan Bea.
***
Abid sudah siap dengan seragam kebanggaannya, pagi ini akan meninggalkan rumah dan Bea. Walaupun berat, harus terbiasa sebab pekerjaannya memang seperti ini. Abid mendekati Bea yang sibuk menata sarapan, ia menarik kursi lalu duduk.
“Bea?”
Bea menoleh. “Kenapa?”
“Belum selesai?” tanya Abid.
“Udah kok, tinggal ngambil air lemon,” jawab Bea, lalu mengambil secangkir air lemon hangat dan diletakan di depan Abid.
“Duduk samping saya aja,” Abid bangkit dan menarikkan kursi untuk istrinya. Bea tersenyum, lalu menuruti Abid.
“Saya harus terbang selama sepuluh hari.”
Bea yang tadi fokus mengoles selai di rotinya mendadak menoleh. “Sepuluh hari?”
Abid mengangguk, wajah Abid menampakkan bahwa ia tidak mau meninggalkan Bea terlalu lama.
“Tumben lama.”
“Mau bagaimana lagi? Itu sudah dijadwal sejak lama,” ujar Abid. Ini demi kebaikan Bea dan Alex.
Sebenarnya ia melakukan penerbangan tujuh hari, tiga hari lainnya dipakai untuk mengantar Alex pengobatan.
Bea nampak sedih, entah kenapa tidak rela Abid melakukan penerbangan. Bea
ingin Abid di sisinya setiap hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
TraveLove
RomanceMaret, 2018 #2 chicklit #1 rank pilot #12 #14 Bea hampir yakin kalau apa yang dikatakan mamanya benar, berpakaian selalu serba hitam turut membawa kelam dalam hubungan percintaannya. Buktinya, setelah berulang kali dijodohkan, tidak ada yang cocok d...