Terhitung sudah tiga hari semenjak kepergian Alex, Bearista berdiam diri tanpa ada keinginan membuka pintu kamar atau bertemu Aliyana, Leli, dan Meli yang sudah tiga hari menjaga Bea di rumahnya. Kesedihan yang Bea rasakan begitu dirasakan Aliyana, meskipun Alex hanyalah mantan suaminya, tetapi ia tidak menyangka Alex mengidap kanker paru-paru. Jika mereka mengetahui dari awal setidaknya Leli dan suaminya akan ikut mengupayakan pengobatan terbaik.
“Bea, buka pintunya, sudah hari ketiga kamu berdiam diri. Kita khawatir....” Itu suara Leli yang tidak menyerah membujuk Bea.
“Bea, di sini ada Mbak Meli, Mama Leli, dan Mama Aliyana.” Mbak Meli ikut bersuara.
“Bearista, buka pintunya atau Mama dobrak! Kamu jangan egois. Tidak ada gunanya berdiam diri di kamar, cepat keluar, tubuhmu butuh asupan.” Giliran Aliyana mencoba membujuk Bea.
Semuanya sia-sia, Bea tidak menggubris, ia masih butuh sendiri. Rasa lapar yang biasanya sering dirasakan kini menghilang. Hati Bea benar-benar hancur, rasa bersalahnya sangat besar, terlebih selama Alex sakit ia tidak mengurus.
Pecahan bingkai foto pernikahannya masih berceceran, ia kecewa dengan Abid, membenci sosok Abid meskipun tahu tindakan Abid memang tidak salah. Dimas sudah menceritakan semua, termasuk usaha Abid menyembuhkan Alex.
Bea mengingat kalimat Alex dulu.
“Nanti kalau Bea sudah dewasa cari laki-laki yang baik, termasuk satu hal yang harus Bea ingat. Cari laki-laki yang mencintai Papa dan Mama juga, laki-laki yang mencintai orang tua kamu, sudah pasti akan mencintaimu.” Saat itu Bea masih kecil.“Bea tetap anak Papa meskipun kami sudah berpisah.” Bea ingat saat Alex berkata demikian ia sedang sangat terpukul oleh perpisahan orang tuanya.
“Kamu tahu alasan Papa menyukai lukisan? Karena di setiap lukisan yang Papa buat, di situlah Papa menumpahkan semua yang Papa rasakan. Termasuk kebahagian Papa kembali dipertemukan Bea.” Kala itu Bea mendekam dalam pelukan Alex karena terlanjur rindu terlalu lama berpisah.
“Jadilah wanita yang selalu menerima apa pekerjaan suamimu.... Jangan seperti Mama yang minta berpisah karena Papa hanya seorang pelukis yang penghasilannya hanya cukup untuk membeli bahan lukisan saja. Jadikan kisah kami pelajaran dalam hidup Bea. Hanya satu yang harus Bea ingat, selalu bahagia dan tersenyum meskipun nantinya dunia akan memisahkan kita.”
Ucapan serta nasehat Papa beberapa bulan yang lalu begitu jelas masih tersimpan di memori Bea, tangis itu semakin tidak terbendung.
Leli setia di depan kamar Bea, wanita paru baya itu mengambil kursi lalu duduk di depan pintu kamar Bearista. Ia tetap akan menunggu menantunya hingga membuka pintu. Sedangkan Aliyana sudah pamit karena ada urusan penting.
“Abid kapan pulang?” tanya Leli pada Meliana.
“Biasanya satu minggu kalau dia cuman terbang di domestik,” jawab Meliana.
“Kok lama banget?”
“Biasanya segitu, Ma. Jam terbang Abid sekarang nambah,” ujar Meliana.
“Siapa yang berani memberi tambahan jam terbang ke Abid, harusnya kalau sudah menikah dikurangi jam terbangnya. Banyakin waktu sama istri dong.” Terkadang Leli menyesal karena mengizinkan anaknya menjadi pilot, risikonya terlalu besar, istri sedang membutuhkan suami malah ditinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
TraveLove
DragosteMaret, 2018 #2 chicklit #1 rank pilot #12 #14 Bea hampir yakin kalau apa yang dikatakan mamanya benar, berpakaian selalu serba hitam turut membawa kelam dalam hubungan percintaannya. Buktinya, setelah berulang kali dijodohkan, tidak ada yang cocok d...