Without ❤ 3

35K 1.8K 23
                                    


Satu minggu telah berlalu. Sejak saat itu—kejadian di kantin rumah sakit— aku belum bertemu lagi dengan Livia.

Jika ditanya apakah aku merindukan dia? Tentu saja jawabannya iya. Aku sudah terbiasa hanya bisa merindukannya. Bahkan sejak bertahun-tahun lalu. Aku hanya bisa memandangi fotonya yang kuambil diam-diam saat SMA untuk meredakan rasa rinduku. Miris sekali bukan.

Aku masih mencintai Livia. Aku belum mampu menghapus Livia dari hatiku. Meskipun sebentar lagi dia akan segera resmi jadi adik iparku. Tidak pantas memang mencintai gadis milik adikku sendiri. Tetapi siapa yang bisa mengatur kemauan hati? Aku saja tidak bisa.

Notifikasi pesan masuk membuyarkan pikiranku tentang Livia.

From: Lerian

Mas, aku minta tolong anterin makanan ke apartemen Livia ya. Aku lagi sibuk soalnya. Makasih.

Aku mengernyit usai membaca pesan Lerian. Ada angin apa dia mau mengizinkan aku bertemu Livia? Tumben sekali. Lerian memang sedang sibuk pasca kesembuhannya akibat tabrak lari waktu itu. Kemana-mana pun dia harus di antar sopir. Sudahlah, mungkin ini adalah salah satu cara dari Tuhan agar aku bisa menghilangkan rindu. Dengan bertemu Livia.

Tanpa pikir panjang lagi aku masuk ke mobil menuju sebuah restoran seafood. Setahuku Livia sangat menyukai seafood. Setelah mendapatkan makanan untuk Livia, aku mengemudikan mobilku ke apartemen Livia. Jangan tanya kenapa aku bisa tahu dimana Livia tinggal. Karena aku tahu segala hal tentang Livia. Bahkan nomor kamarnya pun aku sudah tahu.

Aku menekan bel di dekat pintu apartemennya. Ketika menunggu tak sengaja kakiku menyenggol sebuah kotak. Kuambil kotak tersebut. Mungkin untuk Livia. Tetapi kenapa diletakkan di depan pintu? Pintu terbuka tak lama kemudian.

"Hai," sapaku sopan.

"Mas Vian?"

Dia agaknya terkejut dengan kedatanganku. Tidak mau dikira menganggu, aku menjelaskan maksud kedatanganku. "Aku disuruh Ian nganterin makanan buat kamu."

Setelah mendengar penjelasanku barulah dia mempersilakanku masuk. "Oh, masuk, Mas." Aku masuk ke dalam mengikuti Livia.

"Mau minum apa?" tanyanya berbasa-basi.

"Nggak usah. Aku cuma nganter makanan aja kok. Kebetulan tadi abis dari kantor, jadi sekalian." Aku menyerahkan kantong plastik berisi makanan padanya. Aku tidak mau berlama-lama karena sepertinya dia tidak nyaman.

"Itu apa, Mas?" tanyanya menunjuk kotak di tangan kiriku. Kotak yang tadi kutemukan.

"Oh ini. Aku nemu depan pintu apartemen kamu tadi. Nih," jawabku sambil menyodorkan kotak kepada Livia.

Entah kenapa wajahnya langsung memucat ketika melihat kotak itu. Padahal hanya sebuah kotak. Tapi sudahlah, itu bukan urusanku.

"Aku pulang dulu kalo gitu."

"Makasih buat makanannya, Mas."

Aku hanya mengangguk. Meninggalkan apartemen Livia dan kembali ke rumahku. Terima kasih Tuhan, sudah membiarkanku bertemu Livia.


Saat aku pulang kantor adikku, Lerian terlihat sangat cemas. Dia melirik ponselnya berkali-kali. Bahkan sepertinya dia tidak sadar jika aku sudah masuk ke rumah.

"Ian," panggilku pelan.

"Ha? Apa mas?" Dia tergagap menjawab panggilanku.

"Kamu ngapain bengong kayak gitu? Sambil ngeliatin ponsel lagi."

Without HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang