Setelah sekian lama, akhirnya direpost juga ya. Maaf ya kalo lama. Semoga masih ada yang baca :) Ditunggu kesannya abis baca part ini :)
****
Delvian
"Delvian..."
Aku baru saja pulang dari kantor saat Papa yang tengah duduk tegak di sofa ruang depan memanggil namaku. Sontak aku menoleh ke arah Papa yang memberikan isyarat agar aku duduk di depannya.
"Ada apa, Pa?"
"Masih ingat jawaban dari pilihan yang kamu buat seminggu yang lalu?"
Dahiku mengernyit. Ah ya, dijodohkan atau keluar dari perusahaan? "Tidak keduanya, Pa," ucapku tenang.
"Apa maksudmu, Delvian? Menolak dijodohkan dan keluar dari perusahaan?"
"Aku rasa Papa cukup mengerti apa yang aku katakan tadi."
Dahi Papa berkerut-kerut menandakan dia sedang berpikir keras. Wajah garangnya tidak mampu mengintimidasiku. Papa mungkin lupa kalau aku persis dirinya, keras kepala.
"Nanti malam kamu ikut Papa menghadiri peresmian hotel terbaru teman Papa."
"Ya."
Kutinggalkan Papa yang masih sibuk dengan pikirannya di ruang depan, menuju kamarku di lantai dua.
Ada alasan kenapa aku berani menolak permintaan Papa. Karena Diva. Karena gadis itu berjanji akan membantuku. Ya, meskipun kami belum lama kenal tetapi aku harus mempercayai janjinya untuk membantuku.
❤
Aku sedang berada di pesta peresmian hotel rekan bisnis Papa sekarang. Aku duduk menyendiri di salah satu sudut ruangan ini. Aku tidak terlalu suka berada di keramaian. Papa sendiri entah kemana, terakhir kulihat dia sedang berbincang dengan rekan bisnisnya. Aku mengambil minuman kemudian menyesapnya pelan. Kembali memperhatikan para tamu yang bergerombol entah membicarakan apa.
"Delvian...."
Gadis itu mengulurkan tangan dan tersenyum padaku.
"Diva...."
"Sedang apa di sini?" tanyanya sambil mengambil minuman untuk dirinya sendiri.
"Menemani Papaku, kamu sendiri?"
"Aku? Kamu nggak tahu pesta apa sedang yang kamu hadiri ini?" decaknya tidak percaya.
Aku langsung menggeleng. "Yang aku tahu ini pesta peresmian hotel."
"Pesta peresmian hotel milik keluargaku, tepatnya," tukasnya santai. "Yang sedang memberikan sambutan di panggung sana adalah kakak lelakiku," tunjuknya ke arah panggung.
Aku melirik ke arah panggung dan sempat membaca tulisan di sana, 'Adam's hotel and culinary'. Dia bilang tadi ini acara keluarganya? Ternyata gadis didekatku ini bukan gadis sembarangan. Harusnya aku tahu karena Diva masih keluarga dekat Auriga. Aku cukup beruntung karena tidak bertindak bodoh dengan melongo seperti orang bodoh. Kukeluarkan ekspresi datarku seperti biasanya. Tapi dengan sedikit senyuman. "Oh ya? Selamat kalau begitu."
"Terima kasih."
Aku mengangguk.
❤
Diva
Aku masih tidak menyangka akan bertemu Delvian di sini walaupun aku tahu pasti bahwa keluarga Anggara diundang juga. Hanya saja kupikir mungkin Om Rizky—Papanya Delvian, yang akan hadir. Rupanya Delvian juga ikut.
Penasaran kenapa aku tahu banyak soal Delvian? Itu karena Papaku dan Papanya Delvian dulu berteman dekat saat SMA. Sekarang ini mereka berdua menjadi rekan bisinis. Makanya begitu aku tahu kalau Delvian itu anaknya Om Rizky, aku langsung mengeluarkan kemampuan stalker-ku untuk mencari tahu tentang lelaki itu. Di awal aku sempat terkejut saat tahu anak Om Rizky adalah lelaki yang sama dengan lelaki yang kutemui di pesta pernikahan Livia.
Jauh sebelum aku tahu bahwa Delvian adalah anak Om Rizky ataupun ternyata Delvian mencintai sepupuku, aku sudah jatuh hati padanya. Pada akhirnya, aku harus berakhir patah hati.
Dari tengah ruangan, aku melihat Papa memberikan isyarat agar aku mendekat.
"Delvian, ayo kukenalkan pada Papaku."
Tanpa menunggu tanggapan Delvian, aku menarik tangannya ke tengah ruangan dimana Papa dan kakakku sedang berbincang dengan rekan bisnis mereka.
"Selamat malam Om," sapaku pada Om Rizky yang ternyata jadi lawan bicara Papa dan kakakku.
"Selamat malam Diva," balas Om Rizky sambil tersenyum.
"Pa, Mas, kenalkan ini Delvian. Delvian ini—"
"Anaknya Om Rizky kan, Sayang? Papa sudah tahu. Siapa sih yang tidak mengenal pangeran keluarga Anggara?" sela Papa sembari tersenyum menggoda.
Aku langsung cemberut sebal. Papa memang paling bisa menggodaku.
"Dek, tuh disana ada Martin, samperin gih." Mas tom melirik lelaki yang tidak tahu malu senyum-senyum terus padaku. Nah sekarang dia melangkah mendekat. Disisinya ada seorang gadis seumuran denganku.
"Selamat malam Om, Tom, Diva." Dia tersenyum. Sayangnya senyum itu tidak mempan padaku. Sejauh ini sih cuma senyum Delvian saja yang bisa membuat hatiku berdebar.
"Malam Martin, Sofia," balas Papa juga dengan senyum tak kalah manisnya.
Iya, gadis yang bersama Martin itu adalah Sofia. Gadis yang akan dijodohkan dengan Delvian. Aku melirik Delvian yang kelihatannya tidak nyaman di tempatnya berdiri. Gerak-gerik tubuhnya bilang dia ingin segera pergi dari tempat ini.
Sama, aku juga. Aku geli dengan Martin yang senyum-senyum terus ke arahku.
"Oh iya, Martin ini—"
Aku dengan cepat menyela ucapan Papa. Aku melirik ke arah Delvian dengan takut-takut. Dia balas melirikku dengan heran bercampur bingung.
"Semuanya, sebenarnya aku dan Delvian ingin memberitahukan kabar baik pada kalian semua—" Aku bisa merasakan semua mata kini memandangku dengan penasaran. Delvian lebih parah sepertinya. Dia tampak seperti orang bodoh. Sayangnya moment ini tidak pantas aku tertawakan sekarang ini. "—Um, sebenarnya aku dan Delvian akan segera bertunangan."
"APAAAA?"
OH, MATILAH AKU!!
❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Heart
RomansaBagaimana aku bisa bahagia jika gadis yang kucintai bertahun-tahun akhirnya resmi jadi adik iparku? -Delvian Gaza Anggara- (Prolog & Part 1 diprivate)