Without ❤ 5

45.6K 1.9K 41
                                    

Delvian

Sebelum Lerian dan Livia menikah, Papaku dan Papa Livia memang sudah saling mengenal, bahkan mereka berdua adalah sahabat yang memiliki usaha bersama yaitu penerbitan. Akan tetapi, setelah Lerian dan Livia menikah, entah disengaja atau tidak, Papa menginginkan agar perusahaan kami yang lain menjalin hubungan kerja dengan perusahaan Om Aro—yang sama-sama bergerak di bidang pertambangan batu bara. Jadi di sinilah aku sekarang, di kantor Om Aro untuk menandatangani kontrak yang sudah disepakati sebelumnya. Semua berkas sudah diurus oleh sekretarisku jadi aku tinggal menemui om Aro dan menunggu persetujuannya.

Begitu sampai di depan ruangan Om Aro, aku langsung mengetuk pintu dan masuk ke dalam. Biasanya jika ingin menemui CEO harus melewati sekretarisnya terlebih dahulu, tetapi karena tadi meja sekretaris Om Aro kosong jadi aku langsung masuk saja.

"Selamat pagi, Om," sapaku pada Om Aro.

"Ah, pagi Delvian. Silakan duduk."

"Terima kasih, Om."

"Jadi kamu kesini untuk membicarakan masalah kontrak kerja antar perusahaan kita?"

"Benar sekali Om, apakah saya datang di waktu yang kurang tepat?" Aku sedikit tidak nyaman karena Om Aro langsung ke inti permasalahan.

"Tidak. Tidak sama sekali. Kalau begitu tunggu sebentar."

Om Aro mengangkat telpon dan kelihatan berbicara dengan seseorang. Sekretarisnya mungkin. Karena aku bisa mendengar Om Aro menyebutkan soal dokumen dan kontrak kerja.

Tok...Tok...Tok

"Permisi Pak, saya mengantarkan dokumen yang bapak minta."

Suara itu.... Kenapa aku seperti pernah mendengarnya.

"Delvian.." Aku mengalihkan perhatian pada Om Aro. "Kenalkan ini sekretaris Om, namanya Diva."

Om Aro menunjuk ke arah belakangku. Aku masih berhadapan dengan Om Aro sehingga tidak bisa melihat sosok sekretarisnya itu.

"Nah Diva, ini klien baru kita. Dia juga kakak iparnya Livia."

Aku berdiri dari kursi yang kududuki bermaksud untuk mengajak sekretaris Om Aro berjabat tangan. Saat aku berbalik, aku malah terkejut sendiri. That girl?

"Kamu...." tunjukku pada sekretaris Om Aro.

"Saya Divandria Mangesthi Adam. Sekretaris sekaligus keponakan Om Aro. Senang bertemu dengan Bapak Delvian." Dia mengansurkan jabatan tangan yang tidak mungkin kutolak.

"Delvian Gaza Anggara. Saya juga senang bertemu dengan Anda, nona Diva."

Tahu siapa gadis itu? Dia adalah gadis yang berani mengomentari hidupku saat hari pernikahan Lerian dan Livia.

Aku menatap gadis itu dengan sorot mata tajam. Tetapi dia tidak terpengaruh sedikit pun sepertinya. Jangankan takut. Dia malah balik memberiku tatapan sinis. Tidak merasa bersalah sama sekali karena pernah mencibirku dengan mulut pedasnya.

"Sudah-sudah. Tidak usah terlalu formal begitu. Delvian, Diva ini keponakan saya. Dia ini anak dari kakak lelaki istri saya. Jadi masih sepupu Livia." Om Aro berusaha mencairkan suasana yang agak canggung.

Sepupu Livia? Ya Tuhan, apakah hidupku memang tidak boleh jauh-jauh dari soal Livia?

"Diva duduklah di samping Delvian. Kamu jelaskan mengenai kontrak kerja."

Gadis itu mengambil posisi tepat di sampingku. Tak lama kemudian dia sudah berkoar-koar menjelaskan mengenai kontrak dan sanksi jika melanggar isi kontrak. Aku tidak begitu mendengarkan. Aku lebih tertarik memperhatikan gadis yang sedang sibuk berbicara sendiri itu. Hidung mancung. Bibir kemerahan dan penuh. Sorot mata tajam. Lumayan cantik.

Tunggu dulu. Apa baru saja aku mengatakan dia cantik?

Tidak-tidak. Sepertinya aku salah. Gadis bermulut pedas seperti dia tidak ada cantik-cantiknya sama sekali.

Aku berdeham pelan untuk mendapatkan kewibawaanku yang sempat menghilang sebentar karena gadis ini tadi. Kemudian mendengarkan penjelasannya. Setelah semua selesai barulah aku dan Om Aro sama-sama menandatangani kontrak kerja.


Diva

Om Aro sudah mewanti-wantiku untuk menyambut klien penting yang akan datang. Tetapi, saat menunggu aku malah kebelet pipis. Jadi kuputuskan untuk ke toilet lebih dulu. Saat kembali telepon di meja sekretarisku berbunyi nyaring. Ternyata atasan sekaligus Om-ku meminta dibawakan dokumen yang berisi kontrak kerja. Setelah menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan, barulah aku mengetuk pintu ruangan.

Saat masuk aku melihat sudah ada yang duduk dihadapan Om Aro. Mungkin itulah klien baru kami. Well, kalau dari belakang begini, punggung lelaki itu sungguh menarik. Tegap. Bagaimana kalau dilihat dari depan ya? Apa sama menariknya?

"Nah Diva, ini klien baru kita. Dia juga kakak iparnya Livia."

Aku tidak bisa melihat sosoknya karena dia membelakangiku. Saat dia berbalik, aku terkejut. Oh My God! Itukan lelaki yang di pesta pernikahan Livia waktu itu. Lelaki yang... astaga, semoga dia tidak ingat padaku.

"Kamu...." jari telunjuknya mengarah kepadaku.

Doaku sepertinya tiba terkabul. Lelaki itu mengenaliku. Bagaimana ini? Bagaimana kalau lelaki itu marah padaku?

Tunggu dulu, Om Aro bilang dia kakak ipar Livia?

Ya Tuhan, bagaimana mungkin lelaki itu menyukai istri adiknya sendiri?

Lelaki gila! Tidak tahu diri!

Oke, baiklah. Aku berdeham untuk menetralkan perasaanku. Aku mencoba profesional dengan tidak menunjukkan rasa ketidaksukaanku pada lelaki itu. "Saya Divandria Mangesthi Adam. Sekretaris sekaligus keponakan Om Aro. Senang bertemu dengan Bapak Delvian." Aku mengansurkan jabatan tangan. Lelaki itu kelihatannya enggan menerima jabatan tanganku. Tetapi dia tidak mungkin menolak, kan? Apalagi ada Om Aro disini.

"Delvian Gaza Anggara. Saya juga senang bertemu dengan Anda, nona Diva."

Senang dia bilang? Senang dari mana? Senang kok malah menatapku dengan sorot mata tajam begitu? Lelaki itu kelihatannya sudah bersiap untuk mengeluarkan api. Tetapi aku berusaha untuk tidak terintimidasi dan menunjukkan bahwa aku tidak terpengaruh sedikit pun pada sorot mata tajamnya. Aku malah balik memberinya tatapan sinis. Kemudian memasang wajah polos, tidak merasa bersalah sama sekali karena pernah mencibirnya di pernikahan Livia. Lagi pula, waktu itu aku mengatakan hal yang sebenarnya kan? Jadi aku tidak salah.

"Sudah-sudah. Tidak usah terlalu formal begitu. Delvian, Diva ini keponakan saya. Dia ini anak dari kakak lelaki istri saya. Jadi masih sepupu Livia."

Thanks, Om. Aku dan lelaki itu sama-sama mengalihkan pandangan.

"Diva duduklah disamping Delvian. Kamu jelaskan mengenai kontrak kerja."

Aku mengambil posisi duduk tepat di samping lelaki itu dan mulai menjelaskan tentang kontrak kerja yang harus disepakati kedua belah pihak. Lelaki itu kelihatannya tidak fokus. Lewat sudut mataku, aku bisa menangkap lelaki itu sedang memperhatikanku.

Menilaiku mungkin?

Tapi aku tidak ambil pusing dan tetap melanjutkan pekerjaanku untuk meberikan penjelasan. Memangnya dia siapa punya hak menilaiku? Setelah selesai, barulah lelaki itu dan Om Aro menandatangi kontrak.

Kami resmi jadi partner. Dan sayangnya lelaki itu akan sering bertemu denganku. Sepertinya menggoda lelaki itu akan jadi hiburan paling menyenangkan.

❤❤❤


Revisi 9 Januari 2017

Without HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang