Without ❤ 7

28.2K 1.9K 87
                                    

Delvian


Hari ini aku kembali menyaksikan orang terdekatku menikah. Dalam sebulan aku menghadari dua pernikahan yang jangka waktunya berdekatan. Awal bulan kemarin adikku dan gadis yang aku cintai menikah. Sedangkan diakhir bulan ini dua sahabat dekatku yang menikah.

Zaroca dan Andien.

Aku masih teringat bagaimana konyolnya ekspresiku saat kedua orang itu memberitahuku bahwa mereka akan menikah.

Zaroca dan Andien masuk ke ruanganku bersama-sama. Zaroca lalu menaruh sebuah undangan berwarna putih di atas mejaku. Aku meraih undangan itu dan membacanya. Mataku hampir meloncat keluar begitu aku membaca nama siapa yang terdapat dibagian depan undangan itu.

Zaroca dan Andien.

"Kalian berdua, menikah?" tunjukku pada kedua orang itu yang wajahnya kelihatan sangat santai. Tidak seperti aku yang sangat terkejut.

Mereka berdua mengangguk. "Kamu harus datang, Delvian! Jika tidak, kami berdua akan mencekikmu sampai mati!"

"Tentu saja aku datang. Tapi tolong jelaskan padaku kenapa kalian berdua tiba-tiba memutuskan menikah?"

"Rahasia...." ucap Andien sambil mengeluarkan serigaian menyebalkan.

"Kalian tidak menikah karena 'kecelakaan' bukan?" tanyaku memberikan pandangan menyelidik ke perut Andien.

Andien yang merasa risih langsung memukulku dengan majalah yang diraihnya dari atas meja. "Singkirin pikiran negatifmu, Delvian! Kamu kira kami ini amoral, hah?"

Aku mengusap-usap kepalaku yang jadi sasaran pukulan Andien. "Aku kan hanya bertanya."

"Yang pasti kami menikah karena alasan yang baik," ucap Zaroca tegas.


Sekarang ini aku bisa menebak jika alasan mereka menikah adalah karena cinta. Hal itu terlihat jelas dari mata Zaroca yang menatap Andien dengan penuh cinta. Sedangkan Andien, aku yakin dia juga punya perasaan yang sama pada Zaroca, meskipun kelihatan malu-malu.

Semua orang terdekatku sudah menikah. Menikah karena cinta. Lalu aku?

"Mas Vian...."

"Ya?" Aku melirik ke arah Livia yang berusan memanggilku. Livia kelihatan cantik sekali hari ini. Wajahnya berseri-seri. Tampak sekali kalau ia sangat bahagia.

"Mas Vian berangkat sendirian?"

Aku mengangguk, kemudian berdeham pelan. Sadar Delvian, Livia itu milik adikmu.

Sekarang ini semua keluarga kami sudah bersiap di dekat mobil masing-masing untuk berangkat ke gedung resepsi pernikahan Zaroca dan Andien.

"Mas Vian keberatan nggak kalo berangkat bareng Mbak Diva?" Aku melihat gadis yang berdiri di sebelah Livia dengan raut wajah kebingungan. Ya ampun, gadis itu lagi? "Orang tuanya udah berangkat duluan barusan gara-gara Mbak Diva kelamaan di kamar mandi. Mobil kami udah penuh."

Aku melirik ke mobil Livia dan Lerian yang memang sudah terisi penuh. "Ya udah nggak apa-apa," ucapku datar kemudian membukakan pintu mobil.

"Ayo Mbak Diva, sana masuk." Livia mendorong gadis itu mendekat kepadaku, kemudian masuk ke mobilnya sendiri bersama Lerian.

"Masuklah," ucapku pada gadis itu kemudian mengitari mobil dan duduk dibalik kemudi. Setelah gadis itu memasang seat-belt, barulah aku menghidupkan mesin mobil dan mengemudi di belakang mobil keluargaku yang lain. Gadis itu hanya diam sampai aku menyalakan radio mobil agar suasana tidak sepi.

Without HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang