HAI AKU KEMBALI HEHE. SELAMAT MEMBACA :)
_____________________________
Without ❤ 11
Delvian
"Aku dan Delvian akan segera bertunangan."
Apa yang baru saja Diva katakan?
"APAAA?"
Hampir semua mulut dalam kerumunan ini menjeritkan kata yang sama, termasuk aku. Bagaimana tidak? Pernyataan Diva barusan benar-benar mengejutkan. Di luar dugaanku. Mataku saja hampir meloncat keluar saat Diva dengan santainya mengucapkan kata-kata ajaib itu.
Bertunangan? Aku dan Diva? Yang benar saja! Lolos dari Sofia malah beralih ke Diva? Aku bukan playboy, tolong catat itu!
"Diva, apa maksudnya kamu dan Delvian akan bertunangan? Kamu tidak serius kan, Sayang?" Papanya Diva agaknya masih berusaha mencari kesalahan dalam kata-kata putrinya.
"Om, kami—"
"Kami serius Papa. Iya kan, Delvian?"
Apa-apaan ini? Belum sempat aku memberikan klarifikasi, Diva malah menatapku seolah meminta dukungan.
"Delvian?"
Gila. Kini Papaku juga ikut-ikutan menuntut jawaban. Aku harus menjawab apa? Aku menoleh pada Diva yang menatap cemas, seakan aku akan menggagalkan usahanya. Seandainya matanya itu bisa berbicara mungkin kata-kata yang akan keluar adalah 'KATAKAN IYA, DELVIAN. PLEASE.'
"Ehm." Aku berdeham pelan supaya suaraku normal kembali. Aku rasa aku masih sedikit shock. "Yang dikatakan Diva barusan memang benar, kami sepakat akan segera bertunangan."
Kebohongan pertama yang pasti akan berlanjut.
"Tapi Delvian—"
"Pa, please." Aku dengan segera memotong ucapan Papa. Aku tahu Papa ingin memaparkan fakta tentang rencana perjodohanku dengan Sofia. Tetapi aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Menikah dengan gadis yang mengejarku sejak sekolah, tidak ada dalam rencana masa depanku.
Lalu dengan Diva? Entahlah. Yang pasti aku harus berterima kasih pada Diva karena telah membawaku masuk dalam lingkaran masalah ini, karena dengan begitu aku bisa lolos dari permintaan konyol orangtuaku.
"Tapi Diva, bagaimana dengan—"
"Pa, aku maunya sama Delvian. Please." Diva menatap Papanya dengan sorot mata memohon. Sebenarnya aku penasaran apa yang ingin dikatakan Papanya Diva karena Diva terus saja memotong ucapan yang akan dilontarkan Papanya.
"Baiklah, kalian boleh bertunangan," seru Papaku dan Papanya Diva hampir bersamaan.
"Tapi Om—"
Lelaki yang kuketahui bernama Martin dan Sofia langsung bersuara. Menyuarakan penolakan mungkin? Entahlah.
"Maafkan Om, Sofia. Ini di luar kehendak Om." Papa meminta maaf pada Sofia.
"Maafkan Om juga, Martin. Om tidak menyangka bahwa Diva punya pilihan sendiri." Ah, aku jadi mengerti sekarang kenapa Diva terus saja memotong ucapan Papanya. Dia tidak ingin aku tahu bahwa Martin-Martin itu adalah lelaki yang dijodohkan dengannya.
Bagus sekali, kami bernasib sama dan kini juga terjebak bersama. Haruskah aku bilang ini sungguh romantis?
"Kami berdua permisi dulu Om. Selamat Diva, Delvian." Martin mengamit tangan Sofia menjauhi kami. Wajah mereka berdua kelihatan sangat tidak mengenakan meskipun tadi mereka tersenyum. Senyum terpaksa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Without Heart
Любовные романыBagaimana aku bisa bahagia jika gadis yang kucintai bertahun-tahun akhirnya resmi jadi adik iparku? -Delvian Gaza Anggara- (Prolog & Part 1 diprivate)