18. Licin itu gampang

11.6K 1K 93
                                    

KALYA POV

Perjalanan menuju ujung genteng itu seperti sedang menyanyikan theme song opening Ninja Hatori; mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra. Bersama teman berpetualang.

Tapi, aku dan anak-anak gak lagi mau ke Desa Gozaru, cuma mau nyari pantai aja. Udah, itu doang.

Oh iya, di mobil ini kami hanya ber-7. Dika dan pacarnya memutuskan untuk naik motor. Tau amat dah si Dika, ngajak cewek uji nyali kayanya. Aku di mobil aja udah pusing banget, lha apalagi di motor yang selalu kena angin? Pingsan kayanya aku.

"Diem mulu lo Kal! Kebelet eek?!" Goda Damar yang kebagian duduk di sampingku.

Ya, aku disuruh duduk di bangku paling belakang agar jika muntah, anak-anak gak harus melihat muntahanku. Lalu, hanya Damar yang bersedia duduk menemaniku karena Malika dan Putra anaknya latah kalau ada yang muntah. Langsung ikutan muntah juga, ya gini deh jadinya.

"Diem lo! Udah pijetin aja!" Kataku membalas ucapan Damar.

Sedari tadi Damar memang memijat kepalaku, mencoba membuat pusingku berkurang. Tapi, hal ini membuatku makin sulit memandangnya hanya sebagai seorang sahabat.

Sejak memikirkan pelukan di Bali beberapa hari yang lalu. Aku jadi menyadari adanya perasaan yang kusimpan untuk mantannya sahabatku sekaligus sahabatku ini. Dan aku gak tau perasaan itu akan terbawa kemana nanti.

Aku cuma berharap, aku bisa bersikap biasa. Gak baper atau apapun karena aku tahu, bagaimana pun, Damar itu sayangnya cuma sama Wilfa.

**

Dika dan Jihan sudah duduk-duduk manis di beranda Villa yang disewa ketika kami sampai.

"Lama kalian semua!" Seru Dika.

"Lo bawa motornya kaya setan!" Sahut Rifan yang kena giliran terakhir menyetir.

"Iye, mana tadi mobilnya nyangkut di pasir, kita-kita pada turun, dibantuin sama orang buat singkirin pasirnya." Tambah bang Jon.

Nah iya, dua kali tadi mobil kami nyangkut di pasir. Aku heran, padahal udah pake 42ner, kebayang kalau pake mobil yang agak pendek seberapa sering kami nyangkut di pasir?

Tapi keren sih, pasirnya putihhh banget!

"Gak jago berarti lo bawanya!" Ujar Dika.

"Apaan! Kita aja tadi nyangkut!" Seru Jihan.

Aku gak mau ikut obrolan gak penting ini. Aku masuk ke dalam villa, memilih kamar secara asal lalu merebahkan diriku. Tak lama, Malika juga menyusul.

"Capek banget! Gila! Padahal gak macet. Kebayang gak kalo macet kita sengsaranya kaya apa?"

"Iye Mal. Tua di jalan gue, nanti pas sampe, gue tiba-tiba punya anak 2 aja. Anak pertamanya udah masuk SD!"

"Lo ngaco aja Kal!" Sahutnya. Aku tertawa.

Aku memejamkan mata, berusaha santai agar pegal-pegal setelah duduk selama 7 jam ini hilang. Punggung, pantat dan kakiku pegal. Ditambah kepalaku pusing. Lengkap sudah!

"Eh kalian! Ke pantainya nanti sore aja ya? Biar asik." Aku membuka mata, Jonathan berdiri di ambang pintu.

"Iya Bang!" Saut Malika.

"Yaudah, pada istirahat dulu. Tapi itu Dika katanya pesen nasi liwet ikan bakar, kalo udah jadi, pada makan dulu aja deh, baru tidur!"

"Ohh! Kalo itu siap!"

"Otak lo makan mulu, Kal!" Seru Bang Jon.

"Laper Bang!"

"Yaudah! Entar dipanggil!"

Pawang Hujan Kehujanan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang