11

1.7K 272 10
                                    

Hari itu mungkin menjadi hari paling menyedihkan bagi seorang Kinan. Baru saja merebahkan diri diatas ranjangnya, ia sudah mendapat telepon dari sang kekasih. Dengan senang hati cewek itu menekan tombol hijau, kemudian menempelkan ponsel di telinga kirinya.

"ya, Ta?"

Attala terkekeh pelan diseberang telepon, ia gemas dengan Kinan yang selalu mengatakan itu setiap kali mengangkat telepon darinya.

"masih dimana?" tanyanya kemudian.

"baru sampe rumah, tadi pulang sama Dena."

Attala mengangguk, meski tak akan terlihat disisi lainnya. Bukan tidak mau cowok itu antar-jemput Kinan seperti kebanyakan orang pacaran diluar sana, hanya saja terkadang cewek itu menolak halus dengan alasan rumah Attala lumayan jauh dan akan merepotkan jika ia sengaja minta diantar-jemput.

Fakta kedua, Attala sudah bekerja sekarang. Tepatnya pada sebuah perusahaan pertambangan.

Jangan salah paham mengenai jurusan teknik mesin bisa diterima bekerja pada perusahaan pertambangan. Siapa pun tau dalam industri pertambangan dibutuhkan alat-alat besar dan canggih. Dan untuk mengoperasikan serta memperbaiki alat yang dirasa kurang layak digunakan, disana lah keahlian anak mesin.

Jadi, lebih baik bareng sama Dena atau Indra yang kebetulan satu arah.

Kalau pertanyaan satu ini baru bisa dibilang sama kayak yang lain, "udah makan?"

Meskipun seratus persen Attala sudah tau jawabannya, mesti belum makan, tapi tidak ada salahnya juga bertanya.

Attala sudah hapal betul, dari nada bicaranya saja sudah kentara kalau cewek itu kelelahan. Tugas memang lagi banyak-banyaknya, dan akan terus bertambah tiap semesternya.

"belum, gampang itu mah." jawab Kinan.

"biasanya yang suka ngegampangin itu yang sering sakit,"

"kamu nyumpahin aku sakit?" protes Kinan.

"bukan nyumpahin, tapi mbilangin." ralatnya.

Kinan hanya membalas dengan gumaman kecil. Kemudian ia biarkan sambungan itu hening beberapa saat sembari memijat keningnya yang terasa berdenyut.

"Kin, aku mau ngomong sesuatu."

Satu kalimat singkat yang langsung membuat Kinan berhasil membeku sesaat. Ia langsung teringat dengan kejadian-kejadian di film yang terlampau dramatis. Dimana saat salah satu dari sepasang kekasih mengatakan hal tersebut diikuti permintaan untuk menghentikan hubungannya saat itu juga.

"ngomong apa?" tanya Kinan berusaha setenang mungkin, padahal degup jantungnya sudah mulai tidak beraturan.

Sejenak Attala terdengar menghela nafas, "kerjaan aku dioper ke Palembang," ujarnya.

Singkat, padat dan sangat jelas.

Kinan yang sejak tadi rebahan langsung merubah posisinya menjadi duduk dengan kedua kaki terlipat. Alisnya bertaut sedih, namun dapat dipastikan tidak ada satupun kata yang keluar dari mulutnya.

"Kin?" panggil Attala.

Kinan langsung tersadar kembali, "ya?" jawabnya. "Oh, iya sori-sori. Gimana tadi?"

Sedetik kemudian ia menyadari bahwa apa yang barusan dilontarkannya adalah pertanyaan konyol. Untuk apa bertanya dua kali kalau hanya akan menyisakan perasaan sedih dihatinya. Bukan kurang jelas apalagi tidak jelas, ia hanya refleks karena informasi dari Attala terlalu tiba-tiba.

"aku dioper, ke Palembang, dari kantorku. Karena cabang disana banyak yang masih kekurangan orang," jelas Attala pelan-pelan.

"ohh..."

✔ [0.1] AN ACCIDENTALLY - KINAN chap. 1 // Lee TaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang