Ini lebih dari sekadar suntuk. Dosen kedua tiba-tiba saja membatalkan pertemuan dengan alasan ada urusan mendadak. Mau tidak mau seisi kelas tetap bercokol ditempatnya karena dosen ketiga nanti akan masuk.
"Kin,"
Panggilan dari suara yang sudah sangat familiar ditelinga Kinan itu menghancurkan segala imajinasi yang sedang disusun cewek itu dalam lamunannya.
Kinan menoleh, mendapati Dena sudah berdiri disebelah mejanya dengan ekspresi datar.
Belum sempat menjawab, Dena sudah lebih dulu mengayunkan tangan kanananya kehadapan Kinan. "gue minta maaf, gue mau kita damai." ujarnya.
Dengan alis terangkat Kinan memperhatikan gerak-gerik temannya itu, "oke, gue juga minta maaf." balasnya sembari menjabat tangan Dena.
Setelah itu keduanya melempar senyum seperti biasa. Tak terkecuali seseorang dibelakang sana, yang juga menyimak sejak tadi dan sekarang sedang mengepalkan tangannya girang, "yes!" desisnya.
Siapa lagi kalau bukan Indra, yang tanpa sepengetahuan Kinan -dirinya mengajak Dena untuk bermain Truth or Dare. Permainan yang selama ini hanya dianggapnya untuk membodohi dan dibodohi itu berguna juga saat ini bagi diri Indra.
Strategi Indra berjalan mulus sesuai rencana karena Dena yang kalah memilih 'Dare'. Langsung saja cowok itu bereaksi untuk menyuruh Dena meminta maaf duluan sama Kinan.
Tidak penting siapa yang salah dan siapa yang meminta maaf terlebih dulu. Bagi Indra, pokoknya cewek dua itu harus akrab kembali. Kalau tidak, bisa dirinya yang gila jadi benteng perang melulu.
Jam terakhir, lagi-lagi dengan tanpa berdosanya dosen mengabarkan tidak jadi ada perkuliahan. Membuat seisi kelas jadi mencak-mencak kesal dan kepingin balas dendam.
"Kin, lo balik sama siapa?" tanya Indra sembari menyampirkan ransel dibahunya kanannya.
"dijemput sodara gue," jawab Kinan enteng sambil senyum lebar.
Bohong.
Karena ia tahu boncengan motor Indra sudah dipesan oleh Dena. Sejak pagi tadi, Kinan sudah melihat dua orang itu datang bersamaan.
Alis Indra bertaut, "sodara?"
"iya. Lagi pada nginep di rumah gue," jawabnya lagi, kelewat santai. Jadi Indra dengan mudahnya percaya.
"ya udah ati-ati lo, gue duluan ya."
Pamit yang hanya dibalas senyum dan anggukan oleh Kinan itu mengusaikan percakapan sore yang membosankan.
Dengan malas cewek itu keluar kelas. Langkahnya sempat terhenti, fokusnya tertuju pada kelas diseberang yang dulu selalu ramai. Apalagi ada makhluk semacam Juna yang suka tiba-tiba muncul hanya untuk meledeknya dengan Attala.
Mengingat Attala hanya membuat Kinan semakin galau, karena cowok itu jauh dan tidak bisa digapai untuk saat ini.
🌿
"siap, pak. Ya, selamat sore." Attala meletakkan gagang telepon pada tempatnya, sementara satu tangan lainnya sibuk mencatat sesuatu dari layar komputer.
"Ta, bos besar rewel tuh. Disuruh ngecek mesin yang baru dateng itu,"
Attala menoleh.
Dito, rekan kerja Attala yang barusan menyampaikan pesan itu sekarang tengah duduk bersandar pada sofa. Wajahnya lelah, nampaknya butuh istirahat.
Dito asli kelahiran Palembang. Usianya dua tahun diatas Attala. Dan pria itu sudah bekerja di perusahaan ini sejak satu tahun lalu.
"oke," dengan cepat diselesaikannya catatan yang merupakan alamat sebuah perusahaan tetangga. Tugas mensuplai barang itu ia serahkan pada Dito yang memang bergelut dibidangnya. Sementara dirinya, harus mulai mengeluarkan tenaga ekstra karena sistem kerja disini sangat berbeda dengan di Jakarta.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ [0.1] AN ACCIDENTALLY - KINAN chap. 1 // Lee Taeyong
Roman pour AdolescentsCinta itu sepenuhnya tentang perasaan. Dan dia, yang membangun istana ini, adalah dia yang menghancurkannya. Based on true story ⚠ Do Not Copy / Plagiarism ⚠ An Accidentally © chojungjae, Mei 2018