31

1.5K 225 1
                                    

Ditengah ruang tamu ada tiga orang yang sedang duduk. Kinan dan Dena diatas sofa, sementara Indra duduk lesehan diatas karpet.

"tumben bener lo sakit, bukannya lo manusia milenium yang tahan banting itu ya?" celetuk Indra.

Dena melempar satu butir snack ringan kearah Indra, yang dengan senang hati ditadangi pakai tangan lalu segera melahapnya. Indra nyengir lebar. Kebiasaan yang tak pernah bisa hilang sejak dulu.

Kinan yang menyaksikan itu hanya senyum samar. Sari-sari diwajahnya sama sekali belum kembali sejak kemarin. Masih pucat meskipun kondisinya sudah lebih baik.

"waktu itu lo kerumah gue, Kin?" Dena bertanya.

Indra langsung menjentikkan jari, "ah iya itu! Kata bibi, lo kerumah gue juga?" sambarnya.

Dena langsung mengerutkan kening mendengar bahwa dalam satu hari Kinan mendatangi rumah mereka masing-masing.

Kinan langsung teringat pada hari itu. Sedetik kemudian ia terkekeh garing, "gue gak ada kerjaan aja jadi nyari temen." jawabnya asal.

Disisi lain, dua temannya itu langsung saling tatap selagi Kinan tidak melihatnya. Mereka sama-sama bingung, sebab mau kesepian seperti apapun, Kinan jarang atau bahkan tidak pernah melakukan hal semacam itu.

Dena memperhatikan lagat temannya itu, ia hapal betul bagaimana Kinan. Tidak mungkin mendatangi dua rumah dalam satu hari kalau bukan karena suatu alasan. Pasti ada yang ingin disampaikan waktu itu. Membuat Dena jadi tidak enak hati sekarang.

Pandangannya teralihkan pada cincin emas putih yang bertengger dijari manis Kinan, "itu cincin dari kak Atta?" tanyanya penasaran.

Bukan hanya Indra yang langsung mengikuti arah pandangan Dena, tapi Kinan juga. Cewek itu tersenyum sambil memegangi cincinnya.

Kinan mengangguk, "lo tau dia ngomong apa?"

Dena dan Indra menggeleng.

"dia ngajak gue nikah."

Secara refleks dua temannya itu langsung membulatkan mata. Sorot bahagia langsung mengiringi tawa mereka.

"serius?" tanya Indra.

Kinan mengangguk lagi, "dia ngajak gue nikah, Ndra, Den. Terus dia bilang dia yakin bisa buat gue bertahan selamanya." ucap Kinan lebih rinci.

Sejenak ketiganya terdiam. Kinan menatap dua temannya itu bergantian dengan senyum aneh. Hidungnya mulai memerah dan matanya mulai berair kembali.

"padahal.." Kinan menelan salivanya dengan susah payah, "padahal gue baru aja mau pergi," sambungnya dengan suara melemah.

Ekspresi Dena dan Indra langsung berubah total karena mendengar ucapan terakhir Kinan. Terlebih lagi saat ini ia malah terisak, walaupun sebisa mungkin menampilkan senyum kapitalismenya.

Indra langsung meletakkan bungkus makanan diatas meja. Ia lalu berubah posisi ke sebelah Kinan.

"lo berantem?" tanya Indra ragu.

Kinan tidak bisa menjawab. Karena menahan tangis, emosinya malah jadi tidak lepas. Bahunya berguncang hebat dan suaranya semakin menjadi-jadi.

Indra mengusap punggung Kinan beberapa kali lalu segera ditarik oleh Dena kedalam pelukannya.

Mereka tahu ada sesuatu yang tidak beres. Tapi mungkin Kinan belum atau bahkan tidak siap untuk menceritakan pada yang lain. Jadi yang bisa dilakukan hanya menangis sekarang.

🌿

Dua minggu berselang. Malam ini adalah malam yang membahagiakan bagi Kinan, karena Attala akan mendatangkan keluarganya sebagai permohonan izin untuk meminang Kinan.

✔ [0.1] AN ACCIDENTALLY - KINAN chap. 1 // Lee TaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang