...
Aku selalu berharap, semoga kamu sehat selalu.
Biar bisa nungguin aku, sampe aku pulang.
Aku minta maaf..
Karena dihari spesial kamu, aku gak ada disana.
Sekali lagi happy birthday ya sayang.
Tunggu aku pulang..Kinan mengusap sudut matanya yang berair setelah video yang Attala kirimkan padanya tepat jam dua belas malam itu berakhir.
Sembari melepas earphone yang sejak tadi menutupi telinganya, ia menghela nafas dan membuangnya perlahan. Pupilnya mengecil bersamaan dengan cahaya matahari yang menusuk bola matanya.
Duduk sendirian di halaman Universitas dengan ponsel yang sudah meredup dalam genggaman. Rasanya ada puluhan benda tajam yang menyesakkan dada. Ia ingin menangis, tapi tak pernah bisa.
Hingga saat ini belum didapatinya telepon apapun dari Attala. Cowok itu sepertinya sibuk sekali, terlebih disiplin ketat yang mengharuskan pekerjanya tidak menggunakan handphone saat bekerja. Sama sekali tidak disentuhnya kecuali pada waktu istirahat atau jika pekerjaan memang benar-benar sudah tuntas.
Alangkah lebih baik jika hari yang menyenangkan ini digunakan untuk hal-hal yang menyenangkan juga. Lagi pula tidak mungkin kalau cewek itu duduk terus-menerus ditempat ini. Bisa dikira arca.
Belum sempat Kinan beranjak, ponsel dalam genggamannya kembali menjeritkan ringtone. Tanpa berpikir panjang langsung diangkatnya panggilan tersebut.
"Kin, lo dimana?"
Alis Kinan bertautan mendengar pertanyaan Dena, "di kampus lah. Buruan dateng gue-"
"Indra kecelakaan."
"apa?"
.
Dengan kecepatan ekstra Kinan menelurusi setiap bangsal rumah sakit. Barusan Dena memberinya informasi mengenai rumah sakit mana yang dituju. Kebetulan lokasinya hanya sekitar dua puluh menit dari Universitas. Itu pun ditempuh dengan roda empat, kalau dengan motor bisa sepuluh menit.
Begitu dari kejauhan sudah terlihat tulisan Unit Gawat Darurat, Kinan semakin mempercepat langkahnya.
"maaf bu, saya boleh masuk?" tanyanya begitu berpapasan dengan seseorang yang berpenampilan seperti perawat keluar dari dalam UGD.
"cari siapa dek?"
"temen saya, namanya Indra."
"oh, baru saya tanganin. Masuk aja, di bed C ya."
Kinan mengangguk, "terima kasih," tukasnya lalu membuka pintu ruangan tersebut.
Gadis itu terlongo dengan apa yang tengah dilihatnya. Sekitar sepuluh ranjang dengan masing-masing isinya yang tidak bisa dikatakan biasa saja. Ini UGD, tempat pertama untuk penanganan kecelakaan dan semacamnya. Jadi jangan heran kalau pasien disini banyak yang berlumuran darah.
Dengan jantung berdegup Kinan melangkahkan kakinya untuk masuk. Bed C, setidaknya ia harus memastikan temannya itu baik-baik saja.
Panik. Suasana UGD memang selalu panik setiap waktunya. Dengan perawat yang berlalu lalang membawa alat-alat berbahan stainlessnya, menuju pada pasien-pasien yang membutuhkan pertolongan pertama.
Sampailah Kinan pada tempat yang dimaksud. Tanpa bertanya lagi ia langsung menyingkap tirai yang membatasi setiap ranjang.
Dua orang didalamnya langsung menoleh.
"Indra, lo gak apa-apa?" tanyanya langsung pada Indra yang kini tangan kanannya dibalut perban.
Indra terkekeh, "lo liat sendiri kan?" cowok itu balik bertanya. "gue gak apa-apa. Ya kira-kira tujuh jahitan lah," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ [0.1] AN ACCIDENTALLY - KINAN chap. 1 // Lee Taeyong
Fiksi RemajaCinta itu sepenuhnya tentang perasaan. Dan dia, yang membangun istana ini, adalah dia yang menghancurkannya. Based on true story ⚠ Do Not Copy / Plagiarism ⚠ An Accidentally © chojungjae, Mei 2018