1. 20 Hari Lagi

5.9K 295 8
                                    

Kumpul keluarga bisa jadi momok menakutkan bagi kaum jomblo yang sudah cukup umur untuk menikah. Jangan ambil pusing, dengerin aja!
(Kru Jomblo)

----

Suara peraduan lantai marmer dengan hak sepatu terdengar begitu nyaring hingga mampu membuat beberapa mata menoleh untuk melihat secara langsung sosok wanita yang menjadi primadona malam ini. Suara yang kian mendekat dan terlihatlah sesosok wanita yang berjalan dengan anggukan mendekati perkumpulan beberapa orang.

Wanita memakai gaun semi formal berwarna biru muda dengan panjang tepat berada di atas lutut terlihat lebih muda dari usianya.

"Gak usah sok primadona deh, buruan duduk." Seorang wanita tua menegur wanita itu dengan nada sinis.

"Nenek merusak suasana deh," kata Khansa lalu berjalan cepat dan mengambil duduk di sebelah sang ibu.

"Kenapa telat?" tanya Ina, nenek Khansa.

"Biasa Nek, lembur." Khansa menaruh tangannya di atas meja lalu dengan santai dia mengambil minum di atas nampan.

"Kamu lupa pesan Nenek?" tanya Marta, adik dari ibu Khansa yang berarti adalah tante Khansa.

"Nenek memang ada pesan?" tanya Khansa dengan nada santainya, seolah dia menjadi gadis polos yang lupa janji.

"Gak usah ngeles deh, Mbak." Tiara menyerobot pembicaraan dengan nada mencemooh, bisa dilihat dengan jelas bahwa perempuan itu sedang kesal.

"Aku emang gak tahu, Ra." Khansa menjawab dengan santai lalu dia menoleh ke arah Ina. "Nenek titip apa?" tanya Khansa, kalau boleh jujur dia ingat hal yang diinginkan oleh sang nenek tetapi dia tidak ingin membahas hal itu untuk saat ini.

"Nenek ingin calon suami," kata Marta dengan nada culas, Marta memang tak cocok dengan Khansa yang menjadi cucu kesayangan dibandingkan anaknya. Oleh sebab itu, apa yang menjadi kekurangan Khansa ia jadikan senjata untuk mengucilkan keponakannya.

"What?" seru Khansa membuat semua orang menoleh ke arahnya.

"Nenek serius, ingat umur Nek." Semua orang melirik ke arah Khansa dengan horor.

"Yang sopan kamu, Mbak! Nenek itu ingin kamu bawa calon suami." Khansa menoleh ke arah Kaira yang cukup pendiam. Ibu beranak satu itu jarang mengeluarkan suaranya berbeda dengan Tiara yang sangat nyiyir. Tapi jangan salah, dua saudara kembar itu memiliki sifat yang sama, berlidah pedas.

"Kalau bicara makanya yang jelas, Tante. Kan kalau jelas Khansa gak akan jadi bualan sepupu seperti ini." Khansa masih memiliki cara untuk melawan perang ini. Ini adalah salah satu hal yang membuat Khansa sangat malas untuk makan malam bersama keluarga.

"Sudah, Nenek sudah memutuskan kalau dalam satu bulan kamu belum mengenalkan lelaki sebagai calon suami kamu maka Nenek akan menjodohkan kamu dengan cucu teman nenek."

"Tidak ada bantahan, sekarang kita mulai makan malam." Khansa mengatupkan mulutnya kembali kala sang ibu menyentuh pahanya sebagai pertanda bahwa ia harus berhenti membantah.

---

Khansa Adelia

Aku menatap gedung bertingkat di depanku dengan mata lesu, kalau boleh jujur aku sedikit bosan dengan pekerjaan yang aku miliki. Bukan perkara kerja berat dan gaji kecil, bukan sama sekali. Ini karena aku yakin pada diriku bahwa apa yang kita kerjakan itu selalu memiliki nilai tersendiri dan setiap orang memiliki perbedaan dalam pembagian rejeki.

Menenun Asa (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang