"Kamu benar tidak mau coba May?" Tanyaku pada Maya yang sedang serius dengan laptopnya.
"Iya, aku sudah pernah coba," jawabnya tanpa memandangku.
"Yasudah, padahal ini enak sekali," kataku dengan semangat diikuti dengan sesendok ice cream.
Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, sekarang sudah menunjukkan pukul 17.30 dan aku sudah harus pulang.
Aku pamit pada orangtua Maya, juga pada Maya. Rumahku dan Maya hanya berjarak sekitar 250 meter saja, jadi aku bisa pulang dengan jalan kaki.
***
"Milly?" Sapa bunda saat aku menutup pintu.
"Iya, ada apa bun?" Aku berjalan ke tempat bunda yang lagi asik nonton televisi.
"Kamu masih makan ice cream?" Tanya bunda dengan pertanyaan yang sudah lama nggak dia tanyakan. Namun, ada yang aneh, bunda bertanya tanpa memandangku sedikitpun.
"Ng.. nggak kok bun." Aku bersandar di sofa tepat di samping bunda.
"Milly, bunda nggak suka anak bunda bohong ya." Bunda mulai menatapku tajam dan mengecilkan volume televisi.
"Iya bun, Milly tau kok," jawabku santai sambil membuka sepatu dan kaos kakiku.
"Tadi bunda lewat rumah Maya." Kata bunda yang membuat mataku terbelalak, jantungku berdebar lebih kencang, aku mulai menebak-nebak apa yang akan bunda bicarakan. Apa bunda melihatku sedang makan ice cream di rumah Maya?
"Kamu tadi lagi asik ngobrol sama Maya sambil makan ice kan?" Sambung bunda. Aku terpaku tanpa kata, bernapaspun rasanya jadi berat buatku. "Yaudah kalo masih nggak mau ngaku, nanti biar bunda sama papa yang ke rumah Maya minta penjelasan. Biar papa aja yang buat keputusannya." Sambung bunda setelah beberapa menit aku membisu. Bunda kembali mengeraskan volume televisi.
"Jangan kasih tau papa ya bun, please. Aku tadi emang makan ice lagi, soalnya udah lama nggak makan ice," rayuku dengan muka sememelas mungkin, juga sedikit berbohong mengenai sudah lama tidak makan ice.
"Bohong. Bunda sering lho liat bungkusan ice cream di tempat sampah depan rumah. Bunda cuman mau nunggu kamu jujur aja. Tapi ternyata kamu bohongin bunda terus, bunda kecewa Mil." Jelas bunda dengan nada penuh kekecewaan kepadaku.
"Yaudah kamu kan capek, istirahat aja dulu. Bunda juga mau istirahat dulu." Bunda beranjak dari sofa dan masuk ke kamarnya. Kalau saja bunda ngomong dari tadi, aku nggak bakalan bohong. Ah, aku benar-benar malu. Kernapa juga aku berbohong? Maafkan aku bunda.
Aku masuk ke kamar dan nggak bakalan keluar kecuali aku terdesak, kalau papa sampai turun tangan tentang ini, nggak ada lagi yang namanya kata rayu. Aku memilih untuk tidur sampai pagi saja.
***
Aku mematikan alarm di atas nakas di samping tempat tidurku. Aku dengan segera bersiap-siap berangkat kuliah, aku berharap papa sudah berangkat kerja dan aku bisa dengan gampang keluar rumah.
"Akhirnya keluar juga." Jelas papa saat aku baru saja membuka pintu. I'm not a lucky girl. Masalah kali ini nggak bisa diperpendek. "Ke ruang keluarga yuk Mil." Ajak papa sambil merangkul pundakku layaknya seorang sahabat. Aku hanya bisa pasrah.
Sepertinya papa rela telat ke kantor demi ngasih pelajaran anak perempuan satu-satunya. Papa nggak langsung bahas tetang aku masih makan ice atau nggak. Papa cuman nanya-nanya tentang kuliah aku dulu. That's a nice trick to give me a punishment.
"Yaudah, kamu berangkat duluan aja ke kampus, papa agak siang ke kantornya," ucap papa yang melanjutkan obrolannya dengan bunda.
Aku berjalan keluar rumah. Aku memakai sepatu yang biasaku kenakan, wait, sedari tadi aku nggak dikasih uang jajan. Aku membuka sepatuku dan kembali masuk ke dalam rumah.
******************************
******************************
******************************
HAI GUYS!
DON'T FORGET TO VOTE AND COMMENTS IN THIS PART!
DON'T FORGET TO FOLLOW ME AND nadeyshfr
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED] FALL IN ICE CREAM- ONE-SHOT
Science FictionSeorang gadis yang berusaha untuk tidak mengikuti apa yang seharusnya ia ikuti. Melawan arus baginya tidak semudah ikan salmon. ********** cerita ini ~one-shot ~science fiction ~hasil collaboration antara @KetikanJuang dan @nadeyshfr