PFM#9

2.4K 234 22
                                    

"Apa rencanamu selanjutnya i?"

"Maksud papa?"

"Soal kehamilanmu, bagaimana?"

"Ya gak gimana-gimana pa, aku bahagia akhirnya bisa hamil lagi sekarang." Balas Prilly dengan nada tenang. Namun tidak dipungkiri tersirat kesedihan dimatanya.

"Papa akan beritahu Ali!"

"Jangan pa."

"Jangan? Maksudmu bagaimana? Itu kan anak dia, dia berhak tau i." Arya bingung dengan jalan pikiran putrinya. Kenapa jangan? Maksudnya suruh menutupi dan tetap melanjutkan proses sidang perceraiannya?

"Biarin semua berjalan seperti awal pa, aku gak mau menunda perceraiannya gara-gara aku hamil." Arya dibuat melongo tak percaya. Kenapa jalan pikiran putrinya sesempit itu. Melanjutkan percerain? Lalu bagaimana dengan nasib cucu yang ada dalam kandungan putrinya?

"Meskipun dalam islam diperbolehkan menceraikan istri saat hamil, papa yakin Ali tidak akan setega itu."

"Makanya papa jangan kasih tau dia. Aku gak mau dia tau."

"I, mama tau kamu sakit hati dengan Ali, tapi sebaiknya pikirkan nasib anak-anak sebelum bertindak lebih jauh."

"Apa kamu gak kasian liat Uta dan calon anakmu hidup tanpa kasih sayang abi-nya?" Tambah Alya sang mama. Alya mengerti, bahkan sangat paham bagaimana sakitnya dikhianati suami, bahkan ia saja rasanya begitu benci melihat wajah menantu yang dulu ia bangga-banggakan itu. Tapi Alya memikirkan bagaimana nanti nasib cucu-cucunya bila hidup tanpa kasih sayang seorang ayah.

"Ma, pa, kenapa kalian jadi kayak gini? Bukannya dari awal kalian mendukung keputusan aku?" Tanya Prilly frustasi. Ia menghampaskan tubuhnya dikursi.

"Itu dulu sebelum ada calon anak kalian dikandunganmu!" Ucap Arya.

"Pa, ada gak adanya anak ini aku akan tetap bercerai sama dia! Apa papa gak sakit hati liat aku dikhianatin bertahun-tahun seperti ini?"

"Sangat sakit hati nak, tapi papa akan lebih sakit hati lagi ketika melihat cucu papa besar tanpa ayah!" Ucap Arya penuh penekanan. Setelah mengatakan itu papa Prilly berlalu meninggalkan mereka. Prilly bisa melihat kesedihan dalam tatapan papa-nya.

"Ma, aku harus gimana?" Prilly memandang mamanya sedih. Alya hanya menggeleng menanggapinya.

"Papamu benar sayang, kalau kamu benar-benar bercerai dengan Ali, itu artinya kamu sudah memenangkan wanita jahat itu. Ingat perjuangan kalian untuk sampai di titik ini." Nasihat Alya. Yang bisa ia lakukan hanya nasihat, putrinya ini sedang kacau tidak bisa berpikir jernih. Makanya hamil saja tidak sadar karena saking stress memikirkan nasib rumah tangganya yang terancam oleh orang ketiga.

"Mama bukan memenangkan siapa dan ada dipihak siapa, mama hanya melihat kenyataan. Semua manusia pasti pernah berbuat salah, kita yang tidak bisa memaafkan lebih salah lagi nak..!"

-------------------

Diruangan yang gelap Ali mengurung diri, sejak menghadiri proses mediasi Ali terus mengurung diri tanpa mau berbicara, apa lagi bertemu orang.

Dewi yang notabennya sedang marah besar dengan putranya itu bahkan sangat khawatir dengan keadaan putranya kini.

Sudah tiga hari Ali mengurung diri dikamar, tidak mau makan, tidak mau minum. Penampilannya pun tidak terurus lagi. Ya, sejak pulang dari pengadilan tiga hari lalu Ali memutuskan untuk pulang kerumah mamanya. Dan rumah yang dulu ia tempati bersama Prilly sekarang ditempati oleh Widi dan Uti.

"Ali masih gak mau keluar kamar?" Tanya Vivah yang baru saja datang.

Dewi menggeleng.

"Mama gak tau adikmu didalam gimana keadaannya, mama sudah bujuk Ali buat makan sama sekali gak direspon, buat minum aja dia gak mau. Pintunya dikunci dari dalam vi." Beritahu Dewi pada putri sulungnya. Vivah yang mendengar penjelasan mamanya itu pun sontak khawatir. Ada apa dengan adiknya.

Please. Forgive MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang