[PACARAN] Part 14 : Matahari

1.1K 34 1
                                    

"Jadi gimana? Mau di sini, apa pulang aja?"

"Aku mau nangis, Gi." Jawaban Tisa sontak membuat Gio segera duduk di sebelah Tisa.

Gio merengkuh bahu Tisa yang tadinya ingin menangis seraya mencium lutut. "Kamu punya aku, kalo kamu sakit hati sama dia, kamu bilang sama aku, biar aku kasih dia peringatan."

Dengan segera Tisa memeluk Gio dari samping, lalu menangis. "Nggak usah." Jawab Tisa sesenggukan.

"Jadi sekarang kita mau ngapain?"

"Bawa aku pergi dari sini, asal jangan pulang."

"Kenapa?"

"Kalo Andre tau, dia pasti bakal langsung ngehajar Ari."

"Yaudah, kita ke pantai aja, kamu maukan?"

Tisa mengangguk seraya merenggangkan pelukannya pada Gio.

"Ayo kita pergi sekarang, sebelum macet." Ajak Gio yang sudah berjalan mendahului Tisa. Ia berjalan dengan gontai, melihat Tisa, Gio sudah geram dan ingin segera memberi beberapa pukulan untuk cowok itu.

Tapi Gio tau, kalau Tisa tidak suka kekerasan. Jadi, sebisa mungkin ia menahan emosinya.

"Kamu mau aku gendong?"

Tisa tidak menjawab. Gio segera berjongkok cepat di depan Tisa dan menggendong tubuhnya.

👣

Di sini, mereka sudah berafa di pantai Ancol bersama matahari yang akan turun dari singgasananya.

Gio masih saja merangkul Tisa, dan yang dirangkulpun tidak merasa keberatan sama sekali, yang ada hanya ada rasa senang bercampur luapan rasa rindu yang sudah lama ia pendam.

"Gi," panggil Tisa. Gio berdehem sambil menatap mata Tisa sekilas.

"Sekarang kamu udah tau kalo aku punya pacar di sini, apa kamu bakal tetep sayang sama aku?"

"Pasti."

"Kenapa?"

"Suatu hari nanti, kamu bakal tau jawaban dari pertanyaan kamu dengan sendirinya."

"Kenapa harus suatu hari nanti? Kenapa enggak sekarang?"

Mendengar pertanyaan itu, membuat Gio terkekeh. "Aku cuman takut kamu belum siap nerima fakta. Jadi, biar waktu aja yang ngasih tau kamu."

"Yah, nggak seru ah!"

"Seru dong! Gimana kalo kita main kejar-kejaran?" tanya Gio yang mencubit keras hidung Tisa lalu berlari pergi.

Tisa memegangi hidungnya sejenak, ia tengah mencoba mengabaikan rasa sakit akibat ditarik Gio.

Gio menoleh ke belakang, melihat Tisa terdiam di tempat sambil memegangi hidungnya. Ia pun segera menghampiri Tisa, "kenapa sakit?"

Dengan segera Tisa menendang tulang kering Gio, lalu berlari.

"Aw! Tisa! Jangan kabur!" teriak Gio yang berusaha mengejar Tisa dengan langkah kaki yang terseok-seok.

Dari kejauhan Tisa tertawa, karena trik kesakitannya yang memang benar-benar sakit itu berhasil membuatnya jadi membalas perbuatan Gio.

Di pasir pantai Tisa berlari menjauh dari Gio. Namun tiba-tiba ia terjatuh, Gio berlari lebih cepat dari sebelumnya.

"Kamu kenapa?" tanya Gio yang berusaha membantu Tisa berdiri. "Sakit, Gi."

Gio melihat ke arah pasir tempat Tisa berpijak, dan pasir tersebut sudah saling menyatu karena darah Tisa yang terus mengalir.

Ia menggendong Tisa yang sulit untuk berdiri, meski kakinya juga sakit karena ditendang Tisa, tapi kakinya tidak sesakit kaki Tisa yang ternyata baru saja menginjak pecahan beling.

Gio sempat gelagapan sebentar, lalu ia merobek kemeja abu-abunya. Dengan segera ia mengikatkan pada kaki Tisa agar darahnya berhenti mengalir, sementara ia mencari P3K ke berbagai warung yang menjual makanan dan minuman.

"Maaf lama, sini aku bersihin dulu." Ucap Gio yang kembali setelah berlari-lari ke sana ke mari mencari P3K.

Ia membersihkan darah kering dan butir-butir pasir yang menempel di kaki Tisa dengan menyiramkan air mineral. Lalu ia membersihkan lukanya dengan alkohol, baru dibalut dengan betadin dan kain kasa.

"Nyesel aku ajak kamu ke sini, kits pulang aja ya."

Tisa menolak ajakan Gio untuk pulang. "Kenapa? Kaki kamukan sakit, Ca."

"Aku seneng bisa sama kamu di sini."

"Maafin aku ya, Ca, coba aja aku nggak bawa kamu ke sini, pasti kamu nggak bakal luka kayak sekarang ini."

Bukannya merespons kata maaf Gio dengan tanggapan yang seharusnya, Tisa malah tertawa, membuat Gio memasang ekspresi cemberut.

"Duduk sini, kita lihat matahari yang mau pulang ke rumahnya!" Ajak Tisa yang menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya.

"Aku nggak mau lihat mataharinya."

"Kenapa? Kan lagi indah pemandangannya."

"Karena ada yang lebih indah dari matahari buat sekarang ini."

"Apa?"

"Harusnya siapa bukan apa."

"Yaudah, siapa?"

"Kamu."

Just MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang