[PACARAN] Part 20 : Bimbang

1K 35 3
                                    

"Kamu bolos hari ini?"

"Iya sayang, aku mau antar Gio ke bandara."

"Gio mulu! Akunya kapan?!"

"Besok kita ketemu, ok?"

Seketika Tisa terkejut karena Ari langsung mematikan sambungan teleponnya. Gio yang duduk di sebelahnya sudah menahan panasnya api cemburu dari awal mereka berteleponan.

"Udahan?"

"Iya."

"Jadi, apa keputusan kamu? Ini udah 'besok' yang kamu maksud kemarin."

Tisa tertawa kecil. "Nanti aja, pas kamu udah bener-bener mau pergi."

"Suka banget bikin orang penasaran!"

"Nggak apa-apa dong."

Lalu Tisa menyenderkan kepalanya di bahu Gio, membuat jantung Sang empunya bahu berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.

"Nanti kalo udah sampai sAna, sampaikan salam aku buat Om Elang ya."

"I-iya. Nanti aku sampaikan."

Tisa sedang berusaha menahan tawa gelinya. "Kamu kenapa? Nggak suka ya kalo aku senderan ke kamu gini?" tanya Tisa seraya mengangkat kepalanya dari bahu Gio.

Namun Gio menggeleng, dan dengan cepat menarik lagi kepala Tisa agar kembali bersender ke bahunya dengan lembut.

"Kalo kamu begini, aku bakalan kangen banget sama kamu."

"Tiga bulan lagi, kamu balik ke Jakartakan?"

Gio terkejut mendengar pertanyaan Tisa. "Jadi kamu nerima aku buat yang kedua kalinya?!"

"Yah, keceplosan! Udah ketauan, yaudahlah. Iya, aku nerima kamu."

"Dengan alasan?"

"Aku nggak yakin sama Ari. Gara-gara soal kemarin."

"Jangan-jangan aku cuman pelarian kamu ya?"

Tisa menggeleng pelan di bahu Gio. "Mungkin orang lain anggapnya begitu, tapi bukan gitu. Dari awal kita ketemu lagi, emang aku masih ada rasa yang mengganjal setiap dekat kamu."

"Ok. Aku bakal usahain, bisnis Papa di sana yang berhubungan dengan aku, akan aku selesaikan secepat yang aku bisa."

"Nggak usah cepet-cepet juga kali, Gi. Nanti kamu nggak profesional kalo buru-buru. Kamukan orangnya teledoran."

Gio memasang wajah cemberutnya lalu keluar dari mobil lebih dulu, karena mereka sudah sampai di bandara.

Seperti biasa, Gio membukakan pintu untuk Tisa. Dan berpamitan sebentar pada supirnya seraya mengambil kopernya.

"Kalo aku lama-lama di Paris. Nanti aku kangen sama kamu."

"Kita bisa teleponan, bisa pakai video call juga."

"Itu nggak cukup buat aku, aku harus ketemu kamu."

"Ya terserah kamu."

"Pulang dari Paris, aku bakal balik ke Jakarta buat ketemu Ayah kamu."

"Mau ngapain?"

"Nanya sama Ayah kamu, beliau mau nerima aku sebagai calon menantunya atau enggak."

Tisa tidak merespons ucapan Gio menggunakan kata-kata. Ia malah mengedip-ngedipkan matanya berulang kali.

"Kamu serius? Aku belum siap nikah, aku masih sekolah."

Gio tertawa mendengar perkataan Tisa yang menurutnya menggemaskan. "Jadi, kamu pengen banget nikah sama aku?"

"Eh, kok jadi gini sih?"

"Aku ketemu sama Ayah kamu bukan buat ngelamar kamu terus nikah, aku cuman mau ngadain pertunangan dulu." Jelas Gio seraya mengusap-usap puncak kepala Tisa.

Tisa mengangguk-angguk seraya bergumam 'oh' tanpa suara.

"Tapi aku masih pacaran sama Ari."

"Aku yakin bentar lagi kamu putus sama dia."

Dalam sekejap Tisa memasang wajah cemberutnya. "Bisa jadi, belum tentu aku putus sama dia."

"Kalo kamu nggak putus sama dia, aku nggak bakal balik lagi ke Jakarta. Yaudah ya, jadwal keberangkatannya sebentar lagi. Aku pergi dulu ya, kamu baik-baik di sini. Belajar yang bener. Aku sayang kamu, Ica." Ucap Gio yang memeluk Tisa sebentar lalu mengecup puncak kepalanya.

Tisa mengangguk seraya melambaikan tangannya ke arah Gio yang sesekali menoleh ke belakang.

"Aku bingung, harus sayang kamu atau Ari. Karena aku sayang kalian berdua. Tapi aku masih sulit buat membagi perasaan ini. Andai aja kamu nggak balik lagi ke Jakarta, urusan hati, nggak akan jadi serumit ini, Gio."

Just MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang