[PACARAN] Part 16 : Pergi

1K 35 1
                                    

Di sana, mereka berdua menghabiskan waktu dengan melihat-lihat benda bersejarah yang ada di museum, sesekali mereka tertawa terbahak-bahak karena lelucon yang Ari buat.

Mereka juga tidak menghilangkan kesempatan untuk berfoto bersama. Mereka di sana hanya sampai pukul tiga sore, setelahnya mereka lanjut pergi ke monumen nasional atau monas.

Karena dibuat jalan terus menerus, kaki Tisa merasa mulai lebih baik dari sebelumnya. Ia sudah bisa berjalan sendiri tanpa harus digendong-gendong lagi.

"Ri, beli gulali yuk!"

"Lu mah, makan yang manis-manis mulu!"

"Emang kenapa sih?! Kan gue yang makan, kok lu yang marah-marah?! Kalo lu nggak mau beli, yaudah gue aja yang beli!"

"Lah kok marah sih? Orang mau ngegombalin malah nggak jadikan!"

"Dih, kocak."

Entah kenapa, mendengar Ari yang katanya mau menggombalinya tapi tidak jadi, malah membuat Tisa tertawa terbahak-bahak.

"Dasar cewek gila!"

👣

"Gimana jalan-jalannya sama Ari tadi?"

"Ya nggak gimana-gimana. Emang mau gimana?"

"Ditanya kok malah nanya balik."

"Ya, biasa aja sih."

"Tapi kamu kayaknya seneng banget ya kalo jalan sama dia."

"Kata siapa?"

"Aku liat sendiri, waktu aku nawarin tempat duduk buat kamu di busway."

"Oh, ternyata itu kamu."

"Oh doang?"

"Terus aku harus ngerespons gimana?"

"Ya nggak gimana-gimana sih."

"Yaudah."

"Jadi, gimana sama aku, Ca?"

"Gimana apanya?"

"Kamu masih mau nerima aku buat yang kedua kalinya atau enggak?"

"Kalo aku terima, kamu bakal ngapain? Dan kalau aku nggak terima, kamu bakal ngapain?"

"Kalo kamu terima aku lagi, bulan depan aku bakal balik ke Amrik buat ngurusin kepindahan aku. Kalo enggak, ya aku bakal menetap di sana."

"Maksud kamu, nggak balik ke sini lagi?"

"Buat apa?"

"Ya buat ketemu aku gitu, misalnya."

"Kalo kamu udah nolak aku lagi, buat apa aku ke Jakarta. Buat apa aku nemuin orang yang udah nggak mau sama aku lagi?"

Tisa termenung sejenak, setelah mendengar perkataan Gio. Ia bingung, harus menerima Gio atau tidak.

"Aku belum bisa mutusin soal itu sekarang, Gi."

"Aku tunggu jawaban kamu. Kapanpun, dan apapun itu, aku siap."

👣

Kini, mereka—Tisa, Gio, dan Gia— sudah berada di bandara. Dan dua gadis itu tengah berpelukan dengan erat. Bahkan keduanya sempat meneteskan air matanya, meski tidak banyak.

"Aku bakal kangen banget sama kamu." Ucap Gia sebelum akhirnya melepaskan pelukannya.

Tisa mengangguk, menyetujui perkataan Gia. "Aku juga, kamu hati-hati ya."

Setelah itu, Gio mengantar Tisa pulang. "Kenapa cuman Gia aja yang pulang?"

"Jadi, kamu nyuruh aku buat balik ke Amerika sekarang?"

"E-enggak gitu juga."

"Terus?"

"Ya, kalo ada kamu, aku jadi makin kangen sama Gia. Soalnya di sini, aku liat Gia versi cowoknya."

"Minggu depan aku ke Paris."

"Ngapain?"

"Nyusul Papa, ngebisnis di sana."

"Oh."

"Oh doang?"

"Terus jawab apa lagi?"

"Nggak mau ngasih tau jawaban dari pertanyaan aku?"

"Masih belum siap."

Gio menggangguk, berusaha untuk mengerti Tisa. "Aku ada di Indonesia cuman seminggu lagi. Setelah itu akan akan menetap di Paris selama tiga bulan buat bantu Papa."

"Yaudah, aku akan usaha ngasih jawaban secepatnya ke kamu."

Just MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang