EMPAT BELAS : Who Are You?

16 3 0
                                    

Keesokan harinya seperti janji Sean. Dia akan mengajak Sista ke rumah sahabat-sahabat Nanda, satu persatu pasti akan didatangi olehnya.

Sean dan Sista telah sampai di rumah Kevin. Sebelumnya Sean telah datang ke rumah Andi, Jeje, dan Leni. Tapi mereka tetap menolak untuk bertemu dengan Sean dan Sista, bahkan Sean sampai mendobrak pintu kamar rumah mereka untung saja tidak sampai roboh.

Satu-satunya harapan Sean dan Sista ada pada Kevin, setidaknya diantara sahabat-sahabat Nanda Kevin lah yang lebih mempunyai pemikiran dewasa.

"Vin, ada teman kamu, Nak."ujar Ibu Kevin sambil mengetuk pintu kamarnya. Sean dan Sista harap-harap cemas, menahan diri untuk tidak berkata apa-apa. Sean melirik Sista yang lagi-lagi menghapus air matanya, Rio dititipkan oleh pembantu rumah tangganya di rumah.

"Nak! Keluar lah, tidak perlu takut."kata Ibunya lagi.

"Kevin! Gue butuh penjelasan dari lo, Nanda di mana sekarang? Apa kalian nggak tega dengan Nanda?" Sean sudah tidak tahan lagi, dia akhirnya mengutarakan maksud kedatangannya.

Sudah satu jam lebih, Kevin tidak ada tanda-tanda mau keluar. Sean dan Sista seperti hilang harapan, mereka berdua pamit dengan tangan kosong. Sebelum pamit Sean mengatakan pada Kevin, "Kalau lo masih laki! Datangi rumah Nanda."

Setelahnya Sean dan Sista pamit untuk pulang. Mereka berdua telah sampai di rumah orang tua Nanda, Sean mengantarkan Sista pulang. Baru saja Sean ingin pulang namun, Sista menawarkan kepada Sean untuk istirahat sejenak karena seharian mereka berdua telah mencari Nanda kesana kemari.

Sista meminum teh hangatnya ditemani oleh Sean, hari sudah semakin malam. Sean memang kelelahan tapi itu tidak membuat dia menjadi putus asa.

"Makasih, Sean. Kamu udah nemenin Mbak, ke rumah mereka."ujar Sista seraya menaruh gelasnya.

Sean mengangguk lalu tersenyum.

"Kamu kenapa mau bantuin, Mbak? Kamu terlihat sedang khawatir pada Nanda."katanya lagi, kali ini perkataannya diiringi dengan senyum simpul.

Sean hanya menanggapinya dengan senyuman, dia pun bingung mengapa dirinya tiba-tiba menjadi sosok peduli pada sesama.

"Permisi!"

Sahutan dari luar membuat Sista dan Sean menoleh kearah pintu utama secara bersamaan, mereka berdua terkejut tetapi ada rasa lega yang mereka rasakan.

"Kami boleh ikut mencari Nanda?"tanya salah satunya dari mereka.

Sista menangis sambil tersenyum, Sean mengangguk mantap. Lalu Sista mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu.

👻👻👻

"Maaf, Mbak."ucap Leni tulus pada Sista. Sista menangis tersedu-sedu setelah mendengar cerita dari Andi, Leni, Jeje, dan Kevin dengan apa yang terjadi di rumah Flourès.

"Kenapa kalian kesana?"tanya Sista disela tangisnya. Tidak ada yang menjawab, semua bungkam seketika. Keempat sahabat Nanda memutuskan untuk ke rumah Sista karena mereka merasa bersalah, mereka menutup diri dari semua orang karena merasa masih syok dengan apa yang terjadi pada mereka. Namun, mereka berpikir bahwa apa yang mereka lakukan terlihat egois.

Sekarang adalah sudah hari ke-lima pencarian yang dilakukan oleh Sista dan Sean, karena mereka berdua terlalu lama untuk mencari tahu dimana Nanda pada keempat sahabatnya. Membuat Andi, Leni, Jeje, dan Kevin menjadi semakin merasa bersalah.

"Kalian menginap saja disini, yang cewek pakai aja kamar Nanda. Kalau yang cowok pakai kamar tamu."kata Sista sebelum akhirnya meninggalkan ruangan itu menuju kamarnya.

Semua yang berada di ruangan itu terpaku sesaat, keempat sahabat Nanda telah melakukan kesalahan besar karena telah datang ke rumah tua itu.

"Kalian nggak tahu? Kalau sejarah rumah itu benar-benar misterius."ujar Sean pada keempatnya dengan nada santai.

Mereka berempat kompak menggelengkan kepalanya.

"Konon katanya, rumah itu terdiri sebuah keluarga yang bahagia. Namun, kesirnaan mereka harus pupus tergantikan dengan kesedihan." Sean mulai bercerita.

Andi, Leni, Jeje, dan Kevin menyimak dengan seksama. Ditemani hujan deras dan petir, malam sudah semakin larut. Apalagi, para pembantu rumah Sista sedang pulang ke rumah masing-masing. Lusa, para pembantunya baru akan datang lagi.

"Keluarga mereka dibantai habis-habisan oleh sekelompok orang-orang yang dulu pernah tinggal di kompleks ini waktu dulu,"sambungnya lagi.

"Bentar, kenapa keluarga Belanda itu dibantai oleh orang asli Indonesia kan?"tanya Leni penasaran.

Sean menjentikkan jarinya.

"Yap, betul sekali. Keluarga Belanda ini dijadikan kambing hitam oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, katanya keluarga Belanda itu telah menyembunyikan putri yang disebut kutukan oleh warga sekitar. Dan mereka membunuh anak remaja untuk dijadikan tumbal."lanjutnya lagi.

"Emangnya putri Belanda itu kenapa? Sampe dibilang kutukan?"tanya Jeje.

"Terus, kenapa kematian anak remaja disangkut pautkan sama keluarga Belanda itu?"pikir Kevin.

"Itu dia! Yang menjadi pertanyaannya. Gue sendiri juga nggak tahu, dan satu fakta tentang kompleks ini adalah warga-warga disini termasuk keturunan orang-orang yang ikut andil dalam pembantaian keluarga Belanda itu."jelas Sean disertai petir yang menggelegar.

"Kok serem sih,"gumam Jeje mulai takut.

"Kenapa rumahnya nggak dihancurin aja,"usul Andi akhirnya.

"Sudah pernah, tapi gagal. Justru orang-orang yang ingin menghancurkan rumah itu meninggal secara misterius."sahut Sista dari lantai atas.

Mereka semua menoleh kesumber suara.

"Kalian tidur sana! Abis itu, besok kita lanjut cari Nanda ke rumah itu. Bersama warga sekitar." Setelah mengatakan itu Sista langsung masuk kembali ke dalam kamarnya.

Sean, Kevin, Andi, Jeje, dan Leni mengakhiri perbincangan pada malam hari ini. Mereka pergi ke dalam kamar masing-masing, sesuai yang dikatakan oleh Sista sebelumnya.

"Sean..."

"Sean..."

Lagi-lagi Sean mendengar bisikan itu di pendengarannya. Namun, dia tidak menemukan siapa yang memanggilnya. Cowok itu langsung masuk ke dalam kamar tamu bersama Andi dan Kevin.

👻👻👻👻

Hai...

Happy Reading😊

Who Are You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang