[quinzième]

783 208 34
                                    

[ ava speaking ]

Aku memang kecewa saat Sim hanya memintaku untuk dekat dengannya sebagai sahabat. Aku kira dia akan menembakku.

Astaga, mungkin aku saja yang berharap. Bodoh ya, mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin.

Kami sudah di bandara. Aku dan Sim, tentu. Kami memutuskan untuk berangkat bersama. Selain karena aku tidak yakin bisa berkeliaran di kota orang sendirian, orang tua kami memaksa kami agar pergi bersama.

Aku hanya mengiyakan. Toh, walaupun aku masih kecewa pada Sim, dia tetaplah sahabatku.

Perasaan sukaku padanya tidak seharusnya ya? Bodoh benar.

"Muka lo jelek amat, Va." Sim menyentuh pipiku berulang-ulang dengan ujung jarinya. "Udah homesick?"

"Gue cuma nggak percaya aja." Aku menjauhkan tangannya dari pipiku. "Kita kuliah jauh dari rumah. Di kota orang. Gue... takut."

"Nggak usah takut, kan ada gue."

Sim yang selalu percaya diri. Sim yang selalu memperhatikanku. Aku menyukai Sim yang itu, yang sekarang dia tunjukkan. Yang selalu dia tunjukkan.

Sim, kenapa aku harus suka padamu? Kayak nggak ada cowok lain aja.

"Bentar lagi kita bakal kuliah. Beda kan ya kuliah sama SMA?" Aku menoleh lagi ke arah jendela pesawat. "Apa bakal selalu ada lo buat gue?"

Sim tidak membalas sampai pesawat lepas landas. Aku akan menganggapnya sebagai tidak.

Lihat, Sim. Bahkan kamu pun ragu.

As The Sun Goes DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang