Bukan usaha yang mudah untuk mendekati Jeffry. Dia benar-benar menguji batas kesabaran dan akal sehatku. Semua sms yang ku kirim tak pernah mendapat balasan. Hampir semua teleponku ditolak. Beberapa diterima, namun dia menyahutiku dengan nada yang dingin, acuh dan terkadang meledak. Beberapa kali dia ngamuk-ngamuk ditelepon.
Aku bukan Don Juan yang memiliki banyak pengalaman dalam berhubungan dengan orang lain. Selain Rafly, belum pernah ada orang lain yang memiliki hubungan dekat denganku. Jadi aku banyak membeli buku-buku tentang cinta, dating, dan bagaimana menjadi pacar yang baik. Kupraktekkan semua hal yang menurutku cocok dalam buku itu. Tak ada satupun yang berhasil.
Beberapa kali aku mencoba bertanya pada Radit tentang bagaimana dia bisa luluh bin takluk pada pacarnya sekarang. Mula-mula dengan senang hati dia mau berbagi. Tapi berhubung aku nanyanya begitu sering dan dengan semangat 45, lama-lama dia jadi agak curiga dan langsung balik menanyaiku macem-macem. Aku cuma nyengir aja menjawabnya.
Aku juga banyak mencari informasi tentang Jeffry dari surat kabar dan orang-orang lain. Semua majalah yang menyangkut dia kubeli. Aku juga browsing diinternet. Sayangnya, hampir 90% informasi yang ada di surat kabar dan majalah yang mengupas tentang Jeffry, salah. Semua data itu telah ditata dan direncanakan sedemikian rupa untuk membentuk citranya di masyarakat. Aku bahkan meminta manejerku untuk mencari portfolio Jeffry dari kenalannya secara diam-diam. Kuajukan berbagai macam alasan untuk menghapus kecurigaannya.
Kini aku sudah tahu data dasar tentang Jeffry. Ukuran fisik, tanggal lahir dan sebagainya. Tapi tidak tentang kepribadiannya. Jeffry benar tentang kabar burung yang beredar dikalangan model tentangnya. Banyak diantaranya cuma berita asal cuap dan dibesar-besarkan. Meski. . . sebagian data itu juga mengandung kebenaran.
Dia seorang player sejati. Banyak para model dan seleb yang pernah 'main' dengannya. Semua hanya sekedar hubungan sesaat. Daftar one nite standnya cukup mengagumkan. Dan daftar itu sendiri terdiri dari 2 bagian. Cowok dan cewek. Dan issue tentang apa yang telah dilakukan olehnya pada semua orang dalam daftar itu, cukup membuatku malu dan risih. Tapi aku tak bisa menyangkal fakta kalau dia partner bercinta yang mengesankan. Aku merasakan dan melihatnya sendiri.
Jeffry sendiri tak menyembunyikan semua kebiasaannya itu dariku.
Pernah suatu hari aku mengiriminya sms dan mengatakan akan kerumahnya malam itu. Jeffry memang membukakan pintunya dan mempersilahkan diriku untuk masuk. Tapi didalam sana aku menemukan seorang model bernama Indah yang menjadi teman kencannya malam itu. Mereka bercumbu diruang tamu itu, didepan mataku. Jeffry tak ragu-ragu melakukan adegan-adegan yang membuatku jengah itu. Indahpun sepertinya tak keberatan aku menontonnya. Aku mencoba bertahan meski aku benar-benar merasa kebas karena shock. Setengah mati aku menahan diri. Malu, marah dan sakit hati bercampur didalam diriku. Membuatku ingin segera pergi dari situ. Aku benar-benar merasa terhina dan dilecehkan. Tapi aku bertahan. Susah payah menjaga ekspresiku tetap terlihat biasa. Tapi aku tak tahan juga saat Jefrry telah berhasil melepas bra Indah dan tangan Indah masuk kedalam celana dalam Jeffry. Aku memalingkan muka dan segera bangkit, masuk ke dalam kamar tamu Jeffry. Disana aku hanya bisa duduk termangu sepanjang malam dengan dada sesak dan sakit.
Saat pagi tiba, aku bangkit dan menuju dapur. Memasak sarapan untuk mereka berdua.
Lain waktu kutemukan Jeffry bersama dengan seorang seleb cowok. Seorang pendatang baru didunia akting. Juara 1 dalam sebuah ajang model. Masih berumur belasan tahun dan sangat imut. Seperti dengan Indah, mereka bercinta didepanku. Kembali aku hanya bisa diam dengan dada yang sesak. Akupun pergi saat mereka mulai melepas lembar terakhir kain yang menempel ditubuh mereka.
Pagi harinya, aku kembali membuat sarapan untuk semuanya. Dan mati-matian menampilkan wajah datar.
Yang paling membuatku terguncang adalah saat Jeffry bercinta dengan 2 orang model cowok sekaligus didepanku. Bahkan dia juga menawariku untuk bergabung dengan orgy sinting mereka. Aku hanya menggeleng dengan kaku dan kembali beranjak kekamar saat semua hampir polos. Lalu membuat sarapan dipagi harinya. Kegiatan yang mungkin bagi Jeffry konyol dan mengibakan. Tapi aku lebih memilih melakukannya daripada diam bengong dikamar sembari terbayang tubuh-tubuh polos mereka menyatu.
Hari itu aku benar-benar hampir menyerah. Aku benar-benar ingin mejauh dari Jeffry dan gaya hidupnya yang memuakkan. Aku ingin menjauh dari dunia modelling dan dari orang-orangnya yang gila. Hampir seharian imej Jeffry yang bercinta dengan mereka membayang dimataku. Nyaris bisa kudengar desahan dan erangan mereka.
Tanganku yang memegang segelas latte gemetar! Aku segera meletakkan gelasku sebelum aku menjatuhkannya. Tadinya aku berharap menemukan sedikit ketenangan dikafe ini, karena aku tak ingin berada diapartemenku sendiri sambil teringat adegan mesum Jeffry yang terus terputar diotakku. Tapi kafe yang cukup ramai ini tak mampu mengalihkan pikiranku.
"Dimaz?"
Teguran itu berasal dari arah samping kananku. Mas Arya yang menyapaku tampak senang dan langsung menghampiri mejaku.
"Sendiri Maz?" tanya Mas Arya.
"Iya Mas! Lagi jenuh dirumah," jawabku nyengir. Terakhir kali kami bertemu adalah saat pemotretan di pantai Namoss waktu itu. Setelahnya kami belum pernah dapat job bareng lagi. Aku lebih banyak dapat job jalan di runway ketimbang pemotretan.
"Boleh gabung?" tanya Mas Arya lagi. Akupun mempersilahkan. Tapi yang membuatku sedikit heran, bukannya langsung duduk, Mas Arya justru mengambil ponselnya dan menelepon. "Sayang, aku ada sedikit urusan dengan teman, jadi aku baliknya agak entaran ok? Yaaah! Baiklah! See ya!" Dia memasukkan ponselnya.
"Mbak Arista Mas?" tanyaku. Dia adalah istri Mas Arya. Aku pernah beberapa kali bertemu dengannya. Orang yang kalem dan ayu. Dia mempunyai kecantikan khas orang ningrat Yogyakarta. "Nggak apa-apa Mas?" tanyaku lagi saat Mas Arya mengangguk.
"Emang kenapa? Kita nggak selingkuh kan?" tanya Mas Arya dengan kerlingan jenaka, membuatku tertawa kecil. Dia lalu melambai pada pelayan dan memesan cappuccino latte, sepertiku.
"Awas lho! Ntar Mbak Aris ngamuk kalo tau Mas nunda pulang cuma buat ngobrol ma aku."
"Dia mana bisa sih ngamuk Maz? Paling juga aku gak dikasih jatah malemnya," seloroh Mas Arya membuatku ngakak. "Dimaz akhir-akhir ini jarang ke studio ya?"
"Iya Mas. Lagi banyak dapet job jalan."
"Beberapa waktu kemarin aku ambil gambar Jeffry lagi buat sampul majalah remaja lho!"
Aku mengangguk, karena aku juga telah membeli majalah itu. "Tahu Maz. Aku beli majalah itu!" sahutku. "Agak seksi juga ya Maz buat ukuran majalah remaja," imbuhku.
"Mereka maunya juga begitu Maz. Aku juga ambil foto si Arga beberapa waktu lalu. Kamu tahu dia? Yang pernah juara 1 coverboy kemarin?"
Bagaimana aku bisa lupa? Dia ngesex dengan Jeffry tepat didepanku, pikirku kecut. Tapi aku hanya mengangguk pada Mas Arya, diiringi sedikit keheranan karena nggak tahu apa hubungannya denganku.
Mas Arya menatapku sejenak lalu menghela nafas. "Waktu itu dia datang dengan dua orang temennya. Dan tanpa sengaja aku mendengarnya berbicara tentang Jeffry dan. . . kamu."
Aku sontan tertegun dengan informasi itu. "Ten-tentang apa Mas?" tanyaku sedikit gugup.
"Beberapa hal. Aku sudah tak heran kalau berita itu mengenai Jeffry, karena aku sudah paham sepak terjangnya. Tapi dia menyebut namamu, jadi aku keingetan terus. Dan waktu pemotretan kemarin, Jeffry ngamuk-ngamuk ketika. . . ,kamu meneleponnya kan?"
Aku ingat waktu Jeffry meledak di telepon. "Jadi. . . , dia ada di studio Mas Arya waktu itu?" tanyaku lemas.
Mas Arya mengangguk. "Kamu ada hubungan dengan Jeffry?" tanyanya dengan nada khawatir.
Aku cuma menggeleng dan tersenyum lemah. Ya Tuhan! Apa yang harus aku katakan? Bahwa aku sedang mengejar-ngejarnya?
"Dengar Maz, bagiku bukan aneh lagi hal-hal yang Jeffry lakukan. Homoseksualitas tidak lagi membuatku heran. Aku sudah banyak bertemu dengan para pelakunya. Kau tahu sendiri kalau hal itu gak ubahnya seperti borok yang tertutup rapi dari masyarakat tapi berbau busuk dalam kalangan kita sendiri. Lebih-lebih dibidang ini. Tapi kau. . . , sedikit mengkhawatirkanku. Karena kalau kau memang . . . ," Mas Arya berpikir sejenak, seakan mencoba mencari kata yang cocok, ". . . . menyukai Jeffry, kau harus memiliki mental baja! Karena dia bukan pribadi yang mudah dan biasa."
Tell me about it! pikirku dengan perasaan ironis.
"Tapi jujur, kurasa dia memerlukan sosok sepertimu," kata Mas Arya lagi membuatku heran dan mengernyitkan dahi. Mas Arya hanya tersenyum dengan reaksiku. "Dia orang yang kering dan paling membutuhkan seseorang dalam dunia ini Maz. Kau mungkin tahu dengan sepak terjangnya yang gila-gilaan. Tapi sebenarnya itu teriakan minta tolongnya. Hanya saja, nyaris tak ada orang yang bisa mendengarnya."
Kali ini aku benar-benar mendengarkan Mas Arya. Dia yang tahu kalau sudah mendapat perhatianku hanya tersenyum dan meminum cappuccinonya yang telah tiba.
"Jeffry yatim piatu sejak berumur sembilan tahun. Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan. Sejak itu dia hidup bergantian dari satu saudara ke yang lainnya. Masa kecilnya berat Maz, karena tak ada saudara yang benar-benar mau menampung dan merawatnya. Mereka memperlakukannya dengan semena-mena. Beberapa bahkan memperlakukannya seperti budak. Yang lain kadang menyiksanya. Dia. . . ,tumbuh dalam lingkungan yang keras. Saudara-saudaranya lebih menganggapnya sebagai beban daripada keluarga."
Karena itu dia menganggap pendapatku bodoh waktu itu!
"Nasibnya berubah saat seorang cewek teman SMA nya yang naksir berat padanya mengirim foto Jeffry ke sebuah majalah remaja. Dia masuk sebagai finalis dalam pemilihan wajah sampul waktu itu dan keluar sebagai juara. Sejak itu dia pindah kesini dan merintis karirnya. Disini dia juga tak luput dari tangan-tangan beberapa orang yang tega memanfaatkannya. Dulu dia sempat menjadi piaraan seorang designer terkenal. Semua itu dilakukannya hanya untuk bisa bertahan disini dan agar dia tidak lagi kembali pada saudaranya yang memperlakukannya dengan tak pantas. Mungkin itu yang membentuknya menjadi seorang biseks yang liar seperti sekarang. Hingga akhirnya dia bisa memiliki nama besar seperti sekarang.
Tapi sebenarnya hal yang sangat diperlukan Jeffry adalah orang yang benar-benar mengerti dan menyayanginya. Dan itu bukan hal yang mudah. Kebanyakan orang hanya menghargai Jeffry karena kesuksesan dan kesempurnaan fisiknya. Karena itu Jeffry juga memperlakukan mereka seenaknya. Mereka hanya mau melihat kulit luarnya dan menikmatinya. Itu juga yang ia berikan pada mereka. Tak ada yang mau melihat Jeffry lebih kedalam lagi. Terlebih, dia juga senang bertingkah sinting!"
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Mas Arya yang juga membalas senyumku tampak senang melihatku. Sedari tadi aku cuma mendengarnya dengan tegang.
"Dia bukan orang yang mudah Maz. Semakin kau mendekatinya, semakin keras dia menolakmu. Semakin sering kau mendekatinya, semakin keras pula dia mendorongmu menjauh. Bukan karena dia tak menyukaimu, tapi karena dia takut. Takut akan terluka dan tersakiti lagi. Perasaan sayang atau cinta hanya mitos baginya. Satu-satunya hubungan yang ia pahami dengan manusia lain hanyalah hubungan fisik. Hanya itulah bahasa yang ia mengerti dan tangkap dari orang-orang disekelilingnya. Hakikatnya, dia sedang berteriak keras agar ada yang bisa mengerti. Dia ingin disayangi. Itu semua yang membuatnya menarik perhatian orang-orang disekitarnya. Tapi sayangnya, kebanyakan dari mereka juga hanya mengerti bahasa fisik saja. Mereka tak mendengar teriakan hati Jeffry."
Aku diam mendengarnya. Apakah itu yang membuatku tak mampu melupakannya? Bahkan saat dia melakukan hal 'itu' didepanku? Apakah teriakan Jeffry juga yang membuatku masih bertahan meski dia telah menginjak-injak harga diriku? Meski dia telah menghina dan melecehkanku? pikirku.
"Kalau kau memang menyukai Jeffry, nasihatku jangan menyerah! Tunjukkan kesungguhanmu. Mungkin akan butuh waktu bagi Jeffry untuk bisa menerimamu. Dan pastinya, kau memerlukan kesiapan mental super untuk itu. Karena semakin kau menyukainya, semakin gila tingkahnya didepanmu. Semakin keras kau mencoba mendekatinya, semakin keras pula dia mendorongmu menjauh. Tapi pastikan dia tahu, kau akan selalu ada untuknya."
"Mas Arya yakin itu yang dia butuhkan?"
Kembali Mas Arya tersenyum mendengarku. "Aku pernah berada diposisinya Maz. I was him. Aku melampiaskan kemarahanku pada orang-orang disekelilingku. Secara tidak langsung aku membalas dendam mereka. Masa laluku juga berat sepertinya Jeffry, Maz. Aku telah melakukan berbagai perbuatan yang mungkin tak pernah kau bayangkan. Sampai akhirnya Arista menemukanku. Dia menyelamatkanku. Kau tahu kan kalau kita para cowok cenderung berbuat bodoh. Banyak diantara kita terjebak bahwa cowok harus kuat, macho dan haram untuk meneteskan air mata. Terkadang kita lupa kalau Tuhan juga memberi kita hati dan perasaan. Kita bisa merasakan sakit hati hingga mata kitapun menangis. Sayangnya, kita para cowok terlanjur mengharamkan hal itu. Dan saat perasaan kita kacau, biasanya kita melampiaskannya dengan melakukan berbagai hal negatif dan destruktif. Minum, drugs dan bahkan sex. I did all of them. Jeffry untungnya tidak pada dua yg pertama. Dia lebih memilih yg ke-3. Karena itu, dia butuh seseorang yang bisa menyelamatkannya. Seperti Arista menyelamatkanku"
"Dan Mas yakin, aku bisa menyelamatkan Jeffry?"
Mas Arya mengangkat bahu. "Setahuku, kau bukan jenis orang yang bertindak tanpa pemikiran. Kau bukan orang yang mudah melakukan sesuatu dengan gegabah. Apalagi hal yang gila, seperti menyukai orang macam Jeffry. Apapun motifmu, aku yakin kau melakukannya dengan alasan dan pertimbangan yang kuat," ujarnya sambil tersenyum.
"Kenapa Mas Arya tidak menceritakan hal ini pada salah satu cewek mantannya aja Mas?"
Mas Arya menghela nafas. "Sayangnya, aku belum pernah menemukan wanita dengan kepribadian yang kau miliki dalam bidang yang kita geluti ini Maz. Kita berkutat dalam dunia yang dipenuhi oleh manusia-manusia berfisik sempurna, sayangnya dengan hati yang kebanyakan cacat."
Aku kembali terdiam karena aku juga menyadari fakta yang ironis itu. Fisik sempurna memang jarang dibarengi dengan hati yang indah. Sayangnya, kebanyakan orang lebih memilih kulit pembungkus luar yang bagus daripada kecantikan batin yang menawan. Banyak juga orang yang menyadari fakta bahwa kecantikan batin lebih baik dan utama daripada keindahan fisik. Lucunya, saat dihadapkan langsung pada pilihan fisik dan hati, banyak dari mereka yang lebih memilih fisik. Hanya orang-orang tertentu yang benar-benar memahami.
"Jadi menurut Mas Arya. . . , aku bisa dengan Jeffry?" tanyaku ragu.
"Dia akan menolakmu mentah-mentah sebelum kau bisa meyakinkannya. Terdengar gila kan?! Tp itulah yang akan terjadi. Dia akan bertindak semakin ngawur. Dan kau harus bisa menahan kegilaanmu sendiri. Tapi saat dia tahu kalau kau benar-benar menyukainya dan tak akan meninggalkannya, dia akan menjadi milikmu sepenuhnya. Dia akan mendedikasikan dirinya hanya untukmu. Karena yang lain, tidak memiliki makna baginya."
"Kedengarannya benar-benar gila ya?" gumamku setelah kediaman yang lama.
Mas Arya tertawa kecil. "Hei, bagaimanapun kita adalah lelaki. Kita cenderung berbuat bodoh ataupun gila untuk mendapatkan apa yang kita inginkan!" selorohnya.
Aku tersenyum mendengarnya. "Bagaimana. . . Mas Arya tahu semua hal tentang Jeffry ini?" tanyaku.
"Kami pernah minum bareng waktu pemotretan di Bali. Jeffry sendiri yang menceritakan hal itu. Dan kurasa, dia tak pernah menyadarinya. Jadi. . . , ini akan jadi rahasia kita saja. Ok?" goda Mas Arya dengan kerlingan lucunya.
Kembali aku tersenyum. Kali ini aku melakukannya dengan lebar dan hati yang sedikit ringan. "Makasih Mas!" kataku pelan. Mas Arya benar-benar telah menyuntikkan semangat yang baru untukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMOIRS II (Dimaz' classic story)
General Fiction*Cerita ini bertema gay, bagi yg homopobic silahkan menjauh... Budayakan membaca biar gak salah. * cerita ini gw ambil dri blognya mas SONI DUAINNE yaitu soniduainne.blogspot.com dan gw uda minta ijin ke beliau. *FB, soni prabowo damian duainne *...