XII

2.2K 98 2
                                    

Pekerjaanku adalah pelarianku. Aku melakukannya untuk lari dari Rafly. Tubuhku yg lelah, biasanya tak memberiku kesempatan untuk memikirkan hal lain selain istirahat. Sedikit menyiksa. Tapi aku menyukainya. Karena dalam pekerjaan adalah satu-satunya tempat dimana aku memperoleh sedikit ketenangan. Meski aku harus menjauh dari beberapa hal yg tak kusukai dalam dunia kerjaku ini. Dan menjauh dari tipe orang seperti Jeffry adalah salah satunya.
Untungnya, lingkungan kami sering berbeda. Plus aku tahu, kalau dia mempunyai jadwal yg jauh lebih padat dibandingkan aku. Dia bintang yang sedang meroket didunia entertainment. Jadi aku sedikit bisa merasa lega, meski tidak sepenuhnya. Aku tak menyangkal kalau sikap nakal Jeffry yg seolah-olah mengiming-imingi itu sedikit mempengaruhiku. Selain tingkah tengilnya yg selalu membuatku geram, dia memang salah satu manusia berfisik indah. Dia bisa membuatku merasakan sesuatu yg sudah lama kulupakan. Kukira aku tak akan lagi bisa tertarik pada sesama jenis seperti aku menyukai Rafly.
Aaahh. . . .
Rafly! Apa yg sekarang dia lakukan? Apa yg sedang dia pikirkan? Apakah dia membenciku atau malah . . . . , merindukanku?!
Goncangan mobil yg melewati sebuah undakan membuatku terhenyak kaget dan kembali pada kenyataan! Aku menghela nafas dan memandang ke pemandangan yg aku lewati. Selama 2 hari ini, aku mendapat jadwal pemotretan dari sebuah majalah pria yg cukup beken di Indonesia. Dan pemotretan kali ini dilakukan di Bali. Saat ini aku meluncur menuju daerah Ulu Watu.
Pemandangan yg kami lewati cukup membuatku kagum. Berbeda dg kota Denpasar yg lumayan padat dan macet, daerah ini udaranya masih lumayan segar.  Rumah-rumah yg tersebar tak begitu padat. Masih banyak rimbunan tanaman hijau yg menyegarkan mata. Dan kulihat ada beberapa bangunan villa yg berarsitektur etnis Bali, meski tak sedikit yg bernuansa modern.
Mobil berbelok menuju kawasan resort Namoss. Menurut apa yg kudengar tadi, fotoshoot kali ini memang dilakukan didaerah Namoss ini karena disini pantainya tidak begitu ramai dan lokasinya cukup eksotis. Dan tak lama kami pun berhenti di pelataran parkir resort Namoss. Kulihat ada beberapa mobil yg jg terparkir, meski tak begitu banyak.
"Kita udah siapin kamar buat kamu Maz. Biar nanti Mas Arya yg tunjukin kamarmu," kata Mbak Ully, fashion director yg menemaniku. Dia menunjuk pada Mas Arya, sang photographer yg telah muncul dari gerbang resort menyambut kami.
"Dimaz!! Capek?" tanya Mas Arya yg sudah cukup akrab dgku. Kami pernah bekerja sama beberapa kali, dan aku sangat suka dg sikapnya yg terbuka dan mampu memahami batasan-batasan yg kuminta dalam pemotretan. Seperti aku yg tak pernah mau difoto telanjang. Dia menghargai batasanku dan masih bisa mengambil fotoku yg berkesan seksi tanpa harus melepas baju. Benar-benar hebat! Salah satau photographer faoritku dalam dunia model ini.
"Lumayan Mas. Dari bandara tadi langsung kesini," sahutku nyengir.
Mas Arya tertawa, "Kalau begitu, ayo kutunjukkan kamarmu agar kau bisa langsung beristirahat," katanya dg senyum yg terus terkembang.
Harus kuakui, tempat ini menakjubkan. Resort ini berdiri diketinggian tebing sehingga kita bisa melihat hamparan laut yg ada dibawah. Perpaduan pemandangan yg unik, seakan-akan kita berada diketinggian gunung, namun begitu dekat dg pantai. Aku melihat turis-turis asing yg asyik bercengkrama serta beberapa turis lokal yg mencoba terlihat seperti turis luar.
Ada satu cewek yg berpakaian sok seksi dan membuatku mengangkat sebelah alis. Tubuhnya yg ramping dibalut gaun hitam berpotongan minim dg punggung terbuka. Yg membuatku super heran adalah saat aku melihat sepatu high heels stileto yg ia pake. Sepatu dg hak tinggi yg lancip dan ramping itu malah menjadi aneh untuk dipakai pada daerah wisata pantai seperti ini. Apa lagi semua orang tampak begitu casual, sementara dia. . .  justru kelihatan seperti maju kemedan perang gitu.
Aku menggelengkan kepala melihatnya. Korban mode apa korban sok bule tuh, pikirku.
"Aneh?" tanya Mas Arya yg tahu kemana perhatianku terarah.
Aku cuma tertawa kecil dan mengikutinya berbelok kekanan. Tapi tawaku langsung lenyap begitu aku melihat sosok Jeffry yg sedang duduk dipinggir kolam renang bersama seorang cewek bule. Tampak seakan-akan mereka telah lama mengenal. Dg cepat aku menoleh pd Mas Arya, kaget.
"Kenapa?" tanya Mas Arya heran melihat reaksiku.
"Jangan katakan kalau Jeffry juga akan ikut dlm pemotretan ini," desisku pelan dg nada berharap. Tentu saja aku menyadari bahwa harapannya tipis.
"Dia memang partnermu," jawab Mas Arya masih dg keheranannya membuatku mengerang pelan. "Sebenernya dia sudah menolak karena jadwal yg berbenturan, tapi untungnya disaat-saat terakhir, pihak management nya memberi kabar kalo Jeffry luang. Tema kita kali ini Hot n Cold. Liar dan Jinak. Hitam putih. Kalian berdua benar-benar mewakili deskripsi itu."
"Sudah datang?" sapa Jeffry yg tahu-tahu sudah ada didekat kami bahkan sebelum aku bereaksi pada kalimat Mas Arya tadi. Sebelah lengannya melingkar dipinggang cewek bule itu, mesra.
"Sepertinya sudah akrab nih Jeff?" goda Mas Arya.
"Lumayan buat nemenin disini Ar. Whitney, I want you to meet my friend Dimaz. Dimaz, ini Whitney dari Hawaii!" kata Jeffry.
Demi kesopanan, aku mengulurkan tangan pada cewek bule berambut kecoklatan itu. Dia cukup cantik dg tubuh ramping sekitar 160 cm,bermata biru dan tampak ramah.
"Are you a model too?" tanyanya tertarik dg mata yg mengamatiku penuh minat.
"Well, actually, I'm just Jeffry's assistant. It's nice meeting you Whitney, but I have a job to do," kataku cepat dan berpaling pada Mas Arya tanpa memperdulikan ekspresi kaget diwajah Jeffry ataupun keheranan Whitney. "Mas, kamarku?"
Mas Arya segera tanggap dan kembali melangkah untuk menunjukkan letak kamarku. Aku benar-benar ingin beristirahat karena tiba-tiba saja, kepalaku berdenyut sakit.
Ya Tuhan. . . .!! Perasaanku jadi gak enak nih!! Semoga saja tak ada insiden ditempat ini.

MEMOIRS II (Dimaz' classic story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang