XVII

2K 101 11
                                    

Aku memang tak akan pernah bisa lari dari diriku sendiri!
Sejauh apapun aku pergi, perasaan itu akan selalu ada disana. Tertidur dan akan bangun suatu saat nanti, ketika ada orang yang bisa menyentuhnya. 3 tahun aku lari dari apa yang dulu aku rasakan pada Rafly. Lari dari kenyataan yang kukira bisa kuacuhkan dan kuingkari. Lari dari Rafly! Dan kukira aku telah berhasil!
Selama 3 tahun aku telah mengira kalau aku telah berhasil mengubur hal itu dalam-dalam. Menganggapnya sebagai kesalahan konyol dan kebodohan dimasa remajaku. Karena selama ini, tak pernah ada seorang cowokpun yang bisa membuatku menginginkannya seperti aku menginginkan Rafly. Tak ada satupun orang yang membuatku merasakan apa yang dulu kurasakan pada Rafly. Meski aku berada dalam dunia model yang memiliki akses langsung dalam dunia itu. Meski aku dikelilingi oleh banyak sekali  wajah-wajah dengan tubuh sempurna yang hidup dalam dunia itu. Aku tak menginginkannya.
Hingga kini!
Hingga Jeffry muncul didepanku!
Kejadian dirumah Jeffry tempo hari benar-benar mengguncangku. Dan aku tak pernah bisa melepaskan apa yang dia lakukan dan katakan waktu itu dari otakku. Tubuhku bisa mengingat dengan jelas sensasi hebat yang kurasakan saat dia mencium dan menggesekkan tubuhnya padaku. Nyaris aku bisa merasakan tangannya yang bergerak perlahan pada tubuh bagian depanku. Dan hampir setiap saat aku bisa mendengar desisan kata-katanya ditelingaku.
"Kau tak akan bisa lari dari dirimu sendiri!"
Aku marah, mengutuk dan menyumpahinya berulang kali! Memaki dan menyebutnya dengan nama-nama mengerikan yang bisa kupikirkan. Tapi itu tak bisa menenangkan hatiku.
Aku bersujud, bersimpuh pada Tuhan. Berdoa agar Dia bisa menguatkan aku. Meminta perlindungan dari iblis yang bernama Jeffry.
Tapi dia masih membayang dimata dan pikiranku.
Hingga hampir satu bulan setelahnya, aku merasa lelah! Lelah untuk berpikir. Dan lelah untuk menyangkalnya. Aku menyukainya! Aku menginginkannya! Aku mau Jeffry!
Akal sehatku berteriak agar aku sadar dan lari darinya! Tapi kemudian ia kembali bertanya. Sampai kapan? Sampai kapan aku bisa lari dari diriku sendiri? Lari dari kenyataan bahwa aku menginginkan seorang. . . laki-laki! Bahwa aku menginginkan Jeffry! Sudah 3 tahun aku lari dari Rafly dan perasaan itu, dan lihat apa yang terjadi kini.
Dan aku lelah!
Lelah dengan semua kebimbangan, ketakutan, pertanyaan dan semua penyangkalan yang selama ini terus berputar dan tak pernah meninggalkanku! Aku ingin ketenangan! Aku ingin damai. Berdamai dengan perasaanku. Berdamai dengan kenyataanku! Dan itu pula yang membawaku ketempat ini!
Didepan rumah Jeffry pada jam 2 dini hari!
Bel kupencet tiga kali hingga akhirnya pintu didepanku terbuka. Jeffry jelas kaget. Matanya masih terlihat mengantuk. Rambutnya sedikit acak-acakan. Dan dia hanya memakai celana boxer sehingga mataku bisa bebas menelusuri tubuh ramping sempurna dan berotot yang dimilikinya. Ya Tuhan! Aku benar-benar menginginkannya!
Aku melangkah masuk tanpa mengucapkan apa-apa. Jeffry yang kemudian menutup pintu dibelakangku tampak luar biasa heran.
"Dimaz?! Ada ap. . ."
Kalimatnya terputus saat tangan kananku terangkat menyentuh sisi wajahnya. Kuusap pipi kirinya lembut. Menelusuri garis rahang dan pola cambangnya yang mulai tumbuh dan sedikit kasar karena belum bercukur. Hingga kemudian jariku menemukan bibirnya. Jariku menelusuri bentuk bibir itu perlahan. Turun kedagu lalu kebawah! Kali ini dua tanganku membelai lembut dadanya yang penuh. Dan kedua tanganku melakukan gerakan memutar pelan pada dua lingkaran kecoklatan didadanya yang ujung-ujungnya mulai mengeras dibawah tanganku. Kemudian turun dan membelai perutnya. Sampai disana aku berhenti.
Nafasku mulai memburu dan pendek. Dadaku berdebar keras dan kencang hingga terasa sakit. Tapi aku membiarkannya. Membiarkan instingku yang paling primitif, yang selama ini kuacuhkan, untuk mengambil alih tubuh dan pikiranku.
"Tunjukkan padaku," bisikku pelan dan mengangkat wajahku, menatapnya pasrah. Yeah! Aku menyerah!
Jeffry mendorong dadaku hingga punggungku menabrak dinding. Dia meraih leherku dan menciumku lembut sehingga aku langsung leleh karenanya. Kembali tangannya dengan kuat merobek kemejaku, juga lapisan dalamnya. Dan sesaat kemudian kurasakan tangannya didadaku. Membelai, mengusap dan terkadang sedikit meremas. Dia sedikit berlama-lama disana, memainkan dua tonjolan kecil dadaku yang membuatku sedikit tercekat, hingga kemudian dia melepas ciumannya.
Aku berdiri disana termangu dengan nafas yang kian memburu, sementara Jeffry menatapku dengan intens. Aku tak bisa melawan tatapannya, jadi aku menunduk. Deti berikutnya kurasakan Jeffry meraih pinggangku dan mengangkatku. Dia menahan tubuhku kedinding lalu melingkarkan kedua kakiku dipinggangnya, sementara bibirnya mengulum salah satu ujung dadaku. Mengulum, menghisap dan menggigit ujungnya yang terasa sensitif.
Aku mengerang keras dan benar-benar menyerah dalam bimbingannya.

(GYAAAAAAHAHAHAHA!!!!! CUKUUUPPPP!!!!! GW GAK SANGGUUUUUUUPPPP!!! WKWKWKWKKKKK. . . .
Duh! Maaf banget guys! Selanjutnya kalian bayangin sendiri aja ya? Gw gak bisa kalo kudu nulis adegan selanjutnya hohoho. . .! Risih bin aneh! So sorry! Gw gak punya referensi soal beginian. Jadi merinding nih nulisnya. Sumpah! Gak bisa! Jadi kalian bayangin aja deh sesuai selera!! hehehe. . .)

MEMOIRS II (Dimaz' classic story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang