KEJUTAN DI BALAS AIR MATA

24 4 0
                                    


Keesokan harinya aku bangun tidur pukul enam pagi. Dan itu karna dibangunin ibuku sebab tukang pijitnya sudah datang. Namanya bi sudar. Dia tukang pijit langgangan ibu yang tadi malam sudahku ku titip pesan sama ibu kalau pagi ini aku ingin dipijit.
Bi sudar sudah siap dengan minyak urut legend dia, aku memberikan sebuah botol kecil yang sudah ku isi dengan minyak zaitun agar lebih praktis dibawa kemana – mana. Karna aku memang tidak bisa mencium bau yang menyengat seperti minyak urut yang di bawa bi sudar untuk memijitku.  Kemudian aku ambil ponselku dan melihat ada pesan dari Yuwan.
“good morning” sapa Yuwan dari jauh sana, dan tidak lupa dia juga memanggilku dengan sebutan cantik. Kemudian aku memberanikan diriku untuk menelponnya.
“hai...”
“hai. Kamu sudah bangun ?” tanya nya padaku.
“udah. Ini lagi dipijit bi sudar” jawabku “langganan ibu”.
“wah kasian yaa”
“iya ni, pegel - pegel” jawabku sambil mengerang kesakitan karna dipijit bi sudar.
“maksudku bibi nya kasian” jawab Yuwan meledekku
“ih, kok bibinya sih” jawabku sedikit kesel.
“mana bibinya? Speakerkan dong”
Aku menyalakan speaker ponselku, lalu ku sodorkan kepada bii sudar. “bii, ada yang mau bicara”
“hallo?” kata bii sudar sambil memijitku.
“hai bii. Aku Yuwan”
“iya nak Yuwan”
“bibi kenal dengan saya?”. Saya kenal dengan bibi loh”
Aku tertawa cengengesan. “ih kamu sok kenal” jawabku.
“bi. Cantik gak?” jawab Yuwan.
“ah nak Yuwan bisa aja. Bibi kan sudah tua dan keriput nak” jawab bii sudar sambil memijitku dengan gaya yang malu malu.
“maksud aku bunga nya bii”. Jawab Yuwan kepada bii sudar.
Aku tertawa. Bii sudar juga tertawa. Dan sari juga ikutan tertawa karna ku lihat dia sudah bangun sejak bii sudar tadi datang kerumah.
“mimpi apa semalam?” sambung Yuwan
“yang jelas bukan mimpiin kamu!” jawabku.
“yaah, sayang sekali. Semalam aku mimpiin kamu malahan”
“gak usah mimpiin aku. Berat.”
“apanya yang berat?”
“kamu nya yang berat” jawabku tertawa. “sudah ah, aku lanjut dipijit bii sudar dulu”.
“assalamualaikum”
“waalaikumsalam”.



                --ooo--


Pagi itu setelah dipijit aku bersiap - siap untuk mengantar Sari pulang kerumahnya. Namun sebelum itu, kami akan kerumah Riyan dulu. Ku dengar cerita dari ibu bahwa selama ini Riyan tidak pernah lagi datang kerumahku. Biasanya dulu meskipun aku tak dirumah, dia selalu datang kerumah, jumpa dengan Ibu, dengan bg Ari. Abangku nomor dua.
“Sejak kamu disana, Riyan tak pernah lagi datang kesini. Kenapa yaa?” tanya ibu padaku.
Ketika itu aku dan Sari duduk dimeja makan sambil memakan sepotong roti coklat dan segelas hot coklat yang sudah disiapkan ibu untuk kami berdua. Lalu aku dan Sari saling pandang.
“mungkin dia sibuk dengan kerjanya” jawabku sambil mengangkat kedua bahuku dan mengunyah roti yang tinggal sedikit lagi akan lahap ku habiskan.
Setelah selesai sarapan, aku dan Sari segera berangkat. Mobilku sudah dipanasi bg Ari tadi pagi. Jadi aku tidak perlu menunggu lama lagi baru bisa berangkat. Kami mampir kerumah Riyan. Niatku ingin berikan kejutan padanya kalau aku pulang. Saatku sampai dirumahnya ternyata Riyan tidak ada dirumah. “Kemana dia?” tanyaku pada Aidan.
“adek tidak tau kak yaya”
“semalam dia pulang gak dek?”
“pulang kok. Kak yaya kapan pulang?”
“Tadi malam kakak sampai”
“oo. Masuk dulu kak. Ada mama didalam”
“oh iya. Gak apa - apa deh Dan. kakak langsung aja kalau gitu. Titip salam sama mama ya. Bilangin kak yaya tadi kesini”  kata ku sambil mengelus kepala Aidan.
“iya kak yaya”.
Aidan adalah adek paling bungsu Riyan. Kata Riyan dia suka denganku. Mungkin karna aku selalu bermain dengan nya. Aidan memanggil aku selalu dengan sebutan nama kak yaya. Dia bilang itu panggilan sayang dia padaku.



              --ooo--



Aku heran deh.  Kenapa pagi - pagi sekali dan masih jam segini dia sudah tidak ada dirumah ? mungkin dia masih dikantor? Atau dia semalam tidak pulang kerumahnya? Tapi kata Aidan tadi malam Riyan pulang kerumah. Lagian kan sekarang hari libur. Terus dia kemana dong ? Semoga dia baik - baik saja. Lalu aku dengan sari kembali pergi, dan aku akan mengantarkan nya pulang kerumah. Sebelum kami sampai dirumahnya Sari, Aku melihat mobil Riyan yang diparkirkan disebuah caffe yang ada sarapan pagi yang letaknya tidak jauh dari rumah Sari.  Aku terkejut, kenapa jam segini dia sudah ada di caffe itu. Biasanya Riyan tidak pernah ke caffe kalau pun setelah kelar kerjaannya dikantor, dia pasti pulang kerumahnya. Dan lagi pun kalau nongkrong dicaffe, itu pasti malam. Tidak mungkin pagi jam segini. Aku mengajak sari untuk mampir ke caffe itu, ku parkirkan mobilku tepat disamping mobil Riyan. Aku turun dari mobil dan masuk ke dalam. Aku berniat kalaupun aku bertemu Riyan disini, Riyan pasti senang karna melihatku pulang. Betapa tidak? Tujuh bulan kami tidak berjumpa sejak aku bekerja yang jauh dari rumahku.
Tiba - tiba saja langkahku terhenti saat aku melihat kearah pukul dua, aku melihat sepasang manusia yang aku kenal itu siapa lelakinya. Yaaa. Aku kenal siapa laki - laki itu. Tapi dengan siapa dia? Siapa perempuan itu? Mengapa mereka begitu mesra sekali? Ku lihat Riyan menyuapi perempuan itu? Aku fikir perempuan itu sudah dewasa dan sudah bisa makan sendiri. Kenapa mesti harus disuapin Riyan? Dan parahnya lagi kenapa mesti Riyan pacarku? Kenapa mesti dia?. Rasanya aku tidak percaya akan apa yang aku lihat pagi ini. Aku fikir kami akan kembali merajut kebahagiaan bersama setelah aku dan dia terpisah jarak beberapa bulan ini.
Aku berjalan mendekati Riyan dan Perempuan itu. Sari yang saat itu bersamaku mengerti dengan apa yang terjadi. Dia mengikuti dari belakang. Ku lihat Riyan kaget melihat kedatanganku.
“hai”... sapaku mendekati mereka.
Aku ingat sekali ekspresi wajah Riyan saatku sapa. Dia tiba - tiba melepaskan pegangan tangan nya dengan perempuan itu.  Ku lihat Riyan sangat gugup.
“kenapa? Kaget ya?”.. aku kembali bertanya pada Riyan yang saat itu bener - bener terlihat gugup.
“kapan pulang?” tanya Riyan seolah mengalihkan pembicaraanku.
“siapa dia?” tanyaku pada Riyan. “rekan kerja?, kok pegangan tangan?” aku berusaha untuk tenang dicaffe itu. Yaah walaupun sebenarnya hatiku saat itu sangat hancur. Melihat penghianatan Riyan. Aku tidak ingin mendengar penjelasan Riyan. Aku rasa itu sudah cukup bukti untuk perlahan lahan belajar berjalan mundur dari apa yang dari dulu aku dan Riyan mulai.
“dia... dia itu...” jawab Riyan terbata - bata
“aku tau Yan. Sudah. Aku tidak ingin mendengar penjelasanmu”. Aku menjawab Riyan dengan tenang. Yaaa. Aku berusaha tenang, aku tidak ingin terlihat lemah dihadapan perempuan ini.
“aku rasa kita usai disini”. Kataku pada Riyan. Aku berjalan keluar caffe itu. Sari mengikutiku. Ku dengar Riyan memanggil namaku. Tapi ku abaikan. Aku kembali memasuki mobilku. Sari mengerti dengan keadaanku saat itu. Dia berinisiatif untuk menyetir mobil. Kamipun meninggalkan caffe itu. Diperjalanan aku nangis sejadi - jadinya. Aku tidak menyangka Riyan ternyata dengan perempuan itu. Perempuan yang tidakku kenal. Aku baru sadar, ternyata selama ini Riyan jarang mengabariku, bisa jadi dia sudah nyaman dengan perempuan itu. Pantas saja telepon dan chattingan ku tidak pernah diresponnya lagi, pantas saja dia sudah jarang mengirimkan aku bucket mawar merah yang sudah hampir empat bulan ini tak pernah dia kirimkan lagi. Pantas saja Riyan tak pernah datang kerumahku lagi seperti yang dikatakan Ibu tadi pagi kepadaku. Ternyata selama ini selain dia sibuk dengan pekerjaannya, dia juga sibuk dengan perempuan itu.
Aku tidak bisa menggambarkan perasaanku saat itu. Hancur sekali. Orang yang dulu aku percaya memang benar, dia tiba - tiba menghancurkan kepercayaanku. Ada puluhan panggilan masuk dari Riyan saat ku lihat ponselku. Tapi ku abaikan. Aku rasa sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan. Semua sudah selesai. Aku tidak ingin berjumpa lagi dengan dia. Biarkan saja dia dengan perempuan itu. Satu hal yang ingin aku katakan padanya, semoga kau bahagia dengan perempuan itu Riyan.
Saat aku menulis novel ini, aku mendapat kabar dari teman nya Riyan yang bernama Hendra, ternyata Riyan sudah tidak lagi dengan perempuan itu. Katanya padaku Riyan ditinggal nikah oleh perempuan itu. Dan sekarang perempuan itu tinggal di Singapore dengan suami nya yang pengusaha disana.
Kembali kecerita aku dengan hari itu. Aku mengantar Sari pulang kerumahnya. Saat itu aku ingin langsung pulang saja kerumah. Aku sudah tidak ingin kemana - mana lagi. Walaupun sebenarnya Sari tidak mau membiarkan ku sendiri. Tapi aku meyakinkan dia bahwa aku baik - baik saja. Setelah aku mengantar sari pulang, aku pun putar balik untuk pulang kerumah ku. Dengan kecepatan sedang ku lajukan mobilku.  Ku setel music recorder mobilku dengan lagu Julia Michaels  “Issues”. Air mata dipipiku tiba - tiba terjatuh. Aku seakan mengingat kejadian di caffe itu. Aku tidak ingin terlihat cengeng dan lemah didepan ibuku saat aku sampai rumah nanti. Beberapa saat kemudian, aku pun sampai dirumah. Ku raih kaca didalam tasku, dan mengambil tissue, aku membersihkan sisa air mataku, aku tidak ingin ibu tahu. Mobil aku parkirkan digarase samping rumahku.
“barusan Riyan telpon ibu” kata ibu kepadaku yang saat itu masuk kedalam rumah. “kamu gak bertemu dengan nya?” tanya ibu kemudian.
Aku menggelengkan kepalaku. “aku ngantuk bu”. Nanti saja bahas Riyan nya”. Jawabku sambil berlalu dari ibu dan masuk kekamarku.
Kamarku berwarna coklat muda. Aku memasuki kamar dan ku kunci pintunya. lalu Aku berbaring diatas tempat tidurku. Aku kembali mengingat kejadian tadi. Sakit memang. Tapi aku tidak ingin berlarut dalam kesedihan terlalu lama. Meski air mataku saat itu tiba - tiba jatuh lagi membasahi pipi ku yang tanpa aku ingini untuk menangis.  Aku juga mendengar pintu kamarku diketuk ibu dari luar. Namun aku abaikan karna pasti ibu sedang membahas Riyan. Lalu entah pukul berapa aku tertidur hingga malam harinya.



                  --ooo--

Rindu Terakhir Untuk DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang