M E R A N T A U

69 6 0
                                    

Aku ingat sekali. Waktu itu diakhir bulan maret 2016, tepatnya tanggal tiga puluh satu. Dimusim semi dan hari yang mungkin membuat aku tidak bisa merasakan indahnya dunia. Aku merasa bumi seakan tak bisa ku pijaki. Dunia terasa berguncang hebat. Ketika itu aku tahu bahwa aku ditempatkan didaerah yang lumayan jauh. Jauh dari Orang tua, jauh keluarga, jauh dari teman - teman, pastinya jauh dari semua kebiasaanku. Namun, satu yang harus ku tahu, aku sudah menandatangani perjanjian bahwa siap ditempatkan dimana saja, sekalipun dipelosok sana. Aku sedih dan sedikit kecewa, karna tidak pernah terbayangkan oleh ku sebelumnya. Tapi aku tetap kuat dan harus menjalaninya. Aku ditempatkan di Kota Rengat sebuah kabupaten yang jauh dari kotaku. Dan jujur, sebelumnya kota ini belum pernah ku datangi. Aku membayangkan kota ini adalah kota yang jauh dari keramaian, aku tinggal disebuah rumah ditepi jalan raya yang sunyi, dikiri dan kanan nya hutan - hutan ataupun setidaknya hamparan kebun sawit milik warga disana. Atau bisa saja supermarket jauh dari tempat tinggalku yang tak bisa aku tiap hari untuk sekedar membeli coklat kesukaanku. Oh tidaaaak Tuhaaan.. aku tidak ingin kesana. Namun, saat aku menginjakkan kaki disini, ternyata fikiranku salah. dan Disinilah ceritaku dimulai.

--ooo--

Semalam, sebelum kejadian itu, aku keluar untuk makan malam diluar dengan Riyan pacarku yang mana dia juga seniorku dua tahun di atasku. Aku mengenalinya sejak aku masih menjalani pendidikan. Dia menjemputku dirumah. Kami menghabiskan waktu untuk jalan - jalan bersama. makan diwarung sate madura nya mas dadang yang ku tahu namanya, aku memesan satu porsi sate kambing dan es jeruk.
"besok pengumuman" kataku mengawali pembicaraan kami. Maksudku pengumuman penempatan tempat dinas.
"wah, bagus dong. Kamu mau dinas dimana?" dia bertanya sambil menyantap sate mas dadang.
Aku menatap Riyan. "yang perting tidak satu kantor denganmu" kataku sambil meledek dia. Padahal dalam hatiku, aku sangat ingin satu kantor dengannya, biar selalu bisa sama - sama dan tidak LDR lagi.
"loh kenapa?"
"yah malu lah. Nanti kalau aku masih tahap orientasi, kita kan jadi sering bertemu, kan malu. Aku pasti masih kucel dan kotor ha ha ha"
"yasudah, merantaulah dulu" dia seakan menyemangatiku.
Malam itu kami keliling kota hanya berdua. Tidak ada yang bisa menggangguku. Aku sayang Riyan. Dia sayang padaku. Itulah yang aku tau dia ucapkan diakhir malam itu sebelum dia mengantarku kembali pulang.

--ooo--

Pagi itu aku ingat sekali. Saatku terbangun dari tidurku, aku sedikit tidak percaya, aku tinggal didaerah yang sebelumnya tak pernah ku datangi. Aku menikmati udara pagi dikota rengat waktu itu dalam suasana hati sedih, marah dan bahkan kecewa. Mengapa tidak, aku tidak ingin merantau lagi. Ku pandangi jendela rumah baruku disini, sambil memegang segelas hot coklat ditangan kananku. Aku melihat langit pagi sungguh cerah, tapi aku tidak mengerti kenapa air mataku masih saja jatuh membasahi pipiku.
Pagi itu dihari jumat aku datang ke kantor lebih awal dari orang - orang. Dan itu sungguh sepi. Aku datang pukul tujuh pagi, tetapi kantorku baru melaksanakan apel pukul delapan. Aku berjalan dari rumah dengan tiga orang temanku. Ona, Mala dan Vita. Sesampainya dikantorku yang berjarak 500 meter dari rumah, disitu aku memulai kehidupanku diusia yang remaja dan harus bersikap dewasa. Karna aku tau, orang - orang sudah pasti memanggilku dengan sebutan ibu diusiaku yang masih sangat muda.
Tak ada yang ku kenal disini. Aku meras hampa. Aku meninggalkan orang tua, keluarga, dan tentunya Riyan pacarku disana. Yang pasti tidak bisa berjumpa setiap hari lagi dengannya. Sebelum aku disini, setiap malam aku selalu dijemput oleh Riyan untuk sekedar jalan - jalan dan mencari makan malam. Namun, disini aku hanya bisa menghabiskan waktuku dirumah dan dikantor.

--ooo--

Kembali ke ceritaku di kota ini. Sebenarnya kota ini tidak terlalu menjadi hantu bagiku. Hanya saja aku belum bisa menerima kenyataan. Masyarakat disini sangat menyenangkan, ramah dan baik. Kalian harus tau, di sini di kota rengat ini orang - orang menggunakan bahasa melayu. Cabang olahraga disini sangat didukung penuh oleh pemerintahnya. Sering ku hadiri ketika ada event - event perlombaan cabang olahraga. Dan aku suka sekali dengan olahraga. Aku suka Futsal. Dulu ketika masih SMA aku punya team futsal. Nama team futsal ku dulu adalah d'Escape. Dulu team ku pernah mengikuti lomba antar sekolah dan bahkan sudah pernah tingkat kabupaten. Lumayan sih untuk pemula. Iya kan ?
Oiya, pertama kali jumpa dikantorku yang baru dengan Tosa. Kalian harus tau siapa dia, orangnya baik, ganteng, dan cute pastinya. Tapi waktu itu dia sok cuek padaku. Aku berusaha untuk tersenyum padanya, tapi dia hanya melirik sebentar lalu dia kembali bercengkrama dengan teman - temannya. Aku kenal dia sebab satu tahun yang lalu aku dan Tosa sempat pernah mengikuti latihan fisik bareng dengan pelatih yang sama. Waktu itu pelatihnya bernama pakde tris. Tapi aku cuma sekedar tahu nama nya saja. Dan gak pernah saling bicara. Disini aku sadar, mereka dua puluh dua orang itu saudara dan keluarga keduaku disini. Apapun keadaannya, kepada merekalah aku mengadu. Mereka baik padaku. Sungguh deh. Kamu gak percaya? Kamu harus jadi aku, dan harus menikmati setiap hari dengan hadirnya mereka yang selalu ada didekatmu.
Sebelum aku berangkat kekota ini, masih dengan isak tangis yang menyesakkan didada, aku ingat sekali percakapanku dengan ibuku.
"aku pasti rindu ibu" kataku sambil menyapu air mata dipipiku dan terbata - bata untuk berbicara.
"ibu juga akan rindu. Tapi kamu gak boleh sedih kayak gini loh" kata ibu sambil menyingkirkan rambutku yang diselipkan nya ditelinga kiri ku. "dari kecil anak ibu kan gak cengeng gini. Semangat dong". Ibu menyemangatiku walaupun aku tahu ibu sebenarnya juga sedih harus pisah dengan anak perempuan satu - satunya.
"iya ibu" kataku sambil berusaha untuk tersenyum.
Diperjalanan, aku selalu membayangkan satu pesan ibuku.

"Merantaulah, jika kau rindu, maka pulanglah. Rumahmu adalah tempat ternyaman disaat kau merindunya. Sehebat apapun dan sebesar apapun gajimu disana, tidak akan bisa terbayarkan oleh indahnya dekat dengan orang tua"

Kembali kepada waktu itu, aku berjalan dengan Ona, Mala dan Vita. Lalu kemudian Tosa menghampiriku, Dia tersenyum kepadaku dan akupun membalasnya.
"kamu disini juga?" kataku padanya.
"iya. Kamu kok disini?" katanya padaku, dia tahu kalau aku bukan orang sini, dan mencoba untuk membuat suasana disini seakan damai bersamaku.
"aku takut disini" jawabku datar, dan kemudian manunduk
"jangan takut. Disini mereka semua baik" katanya seakan menenangkanku.

Dari situ aku baru tau kalau dia orang rengat. Sejak saat itu aku mulai akrab dengan Tosa. Padahal sebelumnya biasa saja. Sejak saat itu juga aku berusaha untuk menyesuaikan diri dan akrab dengan lettingku yang dua puluh dua orang bahkan mereka akan menjadi keluarga keduaku disini. Perlu kamu tau, dari dua puluh tiga orang kami satu angkatan, Cuma aku seorang lah perantauan disini. Selebihnya masih dalam domisili kabupaten disini. Aku tidak punya siapa - siapa. Sanak saudaraku tidak ada. Aku seperti anak yatim piatu yang tidak tahu harus mengadu kepada siapa. Bahkan itu salah satu alasanku untuk belum bisa menerimanya. Tapi kamu harus ingat, aku seperti ini hanya diriku yang tahu. Aku berusaha untuk bersikap biasa saja pada teman - temanku. Yaaa walaupun aku pernah ngomong juga. Tapi itu hanya untuk melepaskan sesak didadaku.

--ooo--

Aku menjalani hari - hariku seperti normal saja. Sering orang tuaku menelpon hanya untuk sekedar menanyakan kabarku.
"assalamualaikum anak ibu. Sehatkah?" ibuku bertanya dengan suara yang ku kenal. Yaa, ibuku sepertinya masih dalam suasana sedih, aku tahu ibuku sedang menangis. Dan aku seolah menjawab seperti baik - baik saja.
"aku sehat ibu. Aku baik disini"
"jangan lupa sholat"
"iya ibu"
"jangan lupa makan"
"iya ibu"
"ibu rindu anak ibu"
Begitulah percakapanku dengan ibuku.
Aku kembali dengan aktivitasku disini. Belajar menyesuaikan diri. diawal awal aku disini, Komunikasiku dengan Riyan disana masih lancar. Dia bahkan masih mengirimkan ku paket bucket bunga dan coklat. Yaa dia memang seperti itu. Romantis memang, tapi bagiku itu sudah hal biasa. Tapi aku menghargainya. Dia dekat dengan ibuku. Ibuku suka dengannya. Namun karna memang aku disini sudah mulai sibuk, Riyan juga sibuk dengan kerjaannya disana, komunikasi kami seakan bisa dibilang jarang. Namun aku belajar menyadari bahwa dunia dia bukan hanya aku saja. Dia masih punya kerjaan dia, dia punya dunia yang hobbinya tracking dan touring kesana sini, dia juga punya dunia dengan teman - temannya, sama sepertiku yang punya kehidupan baru disini dengan keluarga keduaaku.


--ooo--

Rindu Terakhir Untuk DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang