Aku mendapat surat rekomendasi untuk melaksanakan bedrest dari kantor setelah aku pulang dari rumah sakit. Karna sakit tifus memang harus istirahat yang cukup untuk supaya lebih cepat pulih. Waktu yang diberikan pun tidak ada batasan, karna memang kebijakan setiap pimpinan itu berbeda. Aku memanfaatkan waktu itu untuk istirahat dirumah ibuku. Selama cuti pun aku tak banyak melakukan hal - hal yang memberatkan ataupun menguras tenaga. Hanya menghabiskan waktu dirumah saja. Karna teman - teman lamaku pada datang kerumah untuk sekedar menjengukku. Terkadang aku merasa bersyukur karna bisa berkumpul lagi dengan teman - teman sekolahku.
Siang itu diakhir pekan minggu kedua dibulan maret. aku bangun kesiangan hingga sarapan pagi ku lewatkan. Ibu datang membangunkan ku.
"bangun nak. Udah siang"
"iya ibu"
"mandi sana. Ada yang mau jengukin kamu"
"siapa?"
"Riyan.." jawab ibu sambil tersenyum padaku.
"aduuuh, malas ah. Bilang saja aku masih tidur buu"
"eh gak boleh begitu. Dia sudah diruang tamu dari tadi"
"iyaa iyaa".. ibu tersenyum padaku. "aku mandi dulu bu".
Bukan maksudku untuk menolak untuk bertemu dengan Riyan, hanya saja aku saat itu sedang diserang oleh penyakit yang ku sebut dengan nama mager (malas gerak) dengan skala tertinggi sehingga untuk mandi saja aku harus mengumpulkan niat yang kuat. Dengan perlahan aku berjalan mengambil handuk dan lalu menuju kamar mandiku. Entah sudah berapa lama aku dikamar mandi akan tetapi tidak selesai juga. Lagi - lagi ku dengar suara teriakan ibu dari luar memanggilku.
"Bungaa.. Bungaa"
"iyaa bu?" jawabku dari dalam kamar mandi.
"kenapa lama sekali mandi nya?.. dari tadi Riyan menunggu diluar loh"
"iyaa sebentar lagi buu"
Setelah selesai mandi dan memakai pakaian aku lanjutkan mengeringkan rambutku dengar hairdryer sambil menggerutu - gerutu. kalau bukan karna ibu yang menyuruhku untuk bertemu dengan Riyan, aku pasti tidak akan mau bertemu dengan dia.
Aku berjalan keruang tamu setelah selesai dari kamar. memasang wajah yang sangat biasa saja ketika aku bertemu dengan Riyan. Tak ada antusiasku sama sekali untuk bertemu laki - laki ini.
"hai" sapa Riyan padaku
"iyaa" jawabku singkat padanya.
"bagaimana keadaan nya?"
"seperti nya gimana?" tanyaku padanya..
Ku lihat dia menganggukkan kepalanya seolah - olah mengerti dengan jawabanku.
"oo iya,. Ini ada bingkisan untukmu" ku lihat Riyan mengambil sebuah plastik putih yang dia bawa untuku.
"gak usah repot - repot ah" jawabku sambil melipat kedua kaki ku untuk bersila dikursi ruang tamu. Seketika itu ibu datang membawa minuman untukku dan Riyan. Riyan mengulurkan bingkisan itu kepadaku.
"kasih ke ibu saja" jawabku datar. Aku bukan tidak suka diberikan bingkisan oleh Riyan, namun untuk menerimanya aku tidak bisa dengan begitu saja karna sisa - sisa sakit hati yang dahulu masih ada membekas di hatiku. Namun hanya saja demi menghargai niat baik Riyan aku terpaksa duduk berdua dengannya di ruang tamu ini.
"ayoo Riyan, diminum teh nya" kata ibu kepada Riyan seperti mencairkan suasana diruang itu.
"iyaa bu. Terimakasih"Beberapa saat kemudian handphone ku yang tadi sengaja aku letakkan diruang tengah tepat diatas meja dekat teve berbunyi. Itu suara videocall line yang aku tau pasti Yuwan yang menelfonku.
"sebentar ya. Hp ku bunyi" ..kataku pada Riyan. dan Riyan menganggukan kepalanya.
Aku berjalan keruang tengah mencari handphoneku. Aku senang sekali, memang benar yang menelfonku adalah Yuwan.
"kenapa wajahnya murung gitu?" tanya Yuwan padaku.
"ada Riyan datang kerumah?"
"lamar kamu?"
"iih bukan.. jengukin aku, katanya!"
"ooh, terus dimana dia sekarang?"
"itu diruang tamu, ngobrol sama ibu"
"yasudah, niat dia kan baik. Diladenin saja yaa" jawab Yuwan padaku.
"kamu enggak marah, Yuwan?"
"aku tau kamu pasti tidak akan tertarik lagikan dengan dia?"
"iyaaa, emang !"
"yasudah, pergilah kesana"
"iyaa." Jawabku singkat. Lalu aku bertanya lagi "kamu dimana?"
"lagi piket rumdin"
"yasudah Yuwan, bye!!"
"bye. Assalamualaikum"
"waalaikumsalam".
Aku menarik nafasku dalam. Aku selalu senang sehabis menelfon dengan Yuwan. selang beberapa saat aku kembali ke ruang tamu dimana disana ada ibu dan Riyan. Ibu tersenyum kepadaku.
"siapa yang nelfon?" tanya ibu padaku.
"Yuwan. dia nitip salam untuk ibu, katanya" sengaja aku sedikit berbohong hanya untuk membuat Riyan menjadi tidak enakan hati ketika aku berbicara tentang Yuwan. aku rasa Riyan tahu siapa Yuwan. karna di akun istagram ku aku selalu membuat instastory dengan Yuwan. "dia nanya ibu kapan lagi main ke rengat. Dia ngajakin jalan - jalan".
Ibu tertawa mendengarkan aku berbicara. Dia sepertinya senang dengan calon mantu nya itu he he he , semoga saja. Tapi tidak dengan Riyan. Ku lihat Riyan seperti tidak suka dengan obrolan aku dan ibu tentang Yuwan. aku merasa bodoh amat!! mau Riyan suka atau tidak, yang penting aku senang.
Setelah lama duduk bertiga ngobrol ngalor ngidul dengan ibu dan Riyan, akhirnya Riyan pamit juga. Aku memasang wajah yang sedikit manis dengan berusaha untuk tersenyum. Aku dan ibu ikut mengantarkan Riyan sampai depan teras rumahku. Setelah Riyan berlalu meninggalkan rumah, akhirnya aku merasakan lega yang teramat dalam. Dan kemudian aku melanjutkan tidur siang ku di kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu Terakhir Untuk Dia
Teen FictionKisah cinta seorang polisi wanita dan polisi laki - laki sebagai abdi negara tak melulu tentang kemewahan dan kesombongan. Banyak orang mengira perjalanan cinta seorang polwan selalu dihiasi dengan hedonisme sehingga sulit untuk berteman ataupun men...