12

1.2K 119 3
                                    

"kondisi appa memburuk." Taehyung menatap nanar manik mata Seok Jin. "appa.." sesak kembali terasa di dada Taehyung. "hyung..."

Tubuh Taehyung langsung disambar kakaknya. Ia mencoba menenangkan adiknya, meskipun orang yang menenangkan itu tidak merasa tenang sama sekali.

"apa hyung membenci appa?"

Seok Jin menggeleng. Sedetikpun ia tidak pernah membenci ayahnya. Sedetikpun ia tidak pernah merasa marah atas tindakan ayahnya kepadanya. Seok Jin hanya melangkah dengan pasrah diatas garis takdirnya. Ini keputusannya. Resiko yang harus diterima Seok Jin. Bahkan untuk sekedar mengeluh kepada Tuhan saja Seok Jin tidak pantas. Ia menerima semuanya dengan ikhlas, sehingga dapat menata kehidupannya lebih baik. Meskipun 'baik' itu sendiri menjadi selimut dari 'luka' agar tidak nampak perihnya.

"maafkan aku."

Seok Jin menatap bingung adiknya. "untuk?"

"semuanya." Taehyung mengambil nafas dan membuangnya kasar. "termasuk menahanmu disini. Sementara keluargamu sudah kembali ke Lombok."

"itu bukan perkara serius."

"hyung..."

"hmm?"

"maaf.." mata Taehyung berkaca-kaca. "aku merepotkanmu. Maaf. Aku menjadi parasit di hidupmu. Maaf..aku..."

"diam! Aku ini hyungmu! Wajar saja aku yang membiayai kuliahmu. Wajar saja aku yang membayar pengobatan appa."

Taehyung menutup wajahnya. Ia menangis. Pikirannya benar-benar kacau. Hidupnya hancur. Ayahnya menjual perusahaan yang dirintisnya semenjak dulu demi pengobatan Ibunya. Dan kini ayahnya kehilangan segalanya. Segalanya.

Harta. Istri. Anak kebanggaannya.

"aku ingin setidaknya sekali saja berguna untuk keluarga ini."

Seok Jin menghembuskan nafasnya kasar. "kuliahlah dengan benar di Lombok setelah ini. Setidaknya itu membuatmu berguna dimataku. Puas?" ia menepuk punggung adiknya cukup keras. "jangan cuti lagi!"

---

"Taehyung akan kembali." Mata Ji Hyo berbinar.

"aku tahu." Jungkook terkekeh sendiri. "kau bukan satu-satunya orang yang tahu."

Ji Hyo membenturkan punggungnya di kursi. Namun kebahagiaannya lebih mendominasi daripada kekesalannya pada laki-laki bermarga Jeon ini. "dua bulan lagi penerimaan mahasiswa baru. Kenapa kamu santai sekali?"

Jungkook menyeruput minumannya, berdehem sedikit untuk menjawab pertanyaan Ji Hyo. "kau mengkhawatirkanku?"

Ji Hyo berdecak remeh. "tidak. Aku hanya khawatir perusahaan ayahmu disini akan hancur jika yang mengelolanya adalah anak pemalas sepertimu."

"kau ini cerewet sekali seperti seorang Ibu."

"ibumu juga akan lebih cerewet jika melihat anaknya seperti ini!"

"ibuku selalu melihatku. Kapanpun dan dimanapun." Jungkook menyeruput kembali minumannya. "dari surga sana."

Pikiran Ji Hyo mendadak kosong. Ia mematung menatap Jungkook. Sorot matanya yang terlihat merindukan ibunya dapat terasa sampai di hati Ji Hyo. Rindu. sorot mata yang tercetak jelas tentang kerinduan.

Bicara tentang Ibu, Ji Hyo jadi mengingat sosok Ibunya yang cantik. Ji Hyo mengetahui tentang ibunya yang benar-benar seorang pejuang tangguh di tengah kerasnya kehidupan Korea melalui cerita keluarga Eun Hee. Ibunya yang mau tidak mau menyerahkan seorang Ji Hyo kecil kepada keluarga Eun Hee lantaran tidak sanggup menghidupi malaikat kecilnya. Ji Hyo sempat diminta kembali oleh Ibunya saat dapat memperbaiki kehidupannya bersama seorang pria kantoran. Namun keluarga Eun Hee menolaknya, mereka meminta untuk Ji Hyo tetap pada mereka, menemani Eun Hee yang terlanjur sayang padanya. Dan untungnya Ibunya mengizinkan. Sayang, seorang laki-laki paruh baya datang larut malam membawa kabar tentang kematian Ibu Ji Hyo karena kecelakaan bis bersama suami dengan adik laki-lakinya yang berselisih dua tahun darinya.

For BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang