11

1.2K 122 3
                                    


"maaf membuatmu lama menunggu."

"tidak apa-apa. Ayo!"

Mobil putih itu pun melaju menuju sebuah rumah makan tidak jauh dari kampus Ji Hyo.

Setelah mobil itu terpakir dengan rapi, mereka pun menuju meja kosong dan segera memesan makanan.

"lihatlah wanita di pojok sana." Ji Hyo terkekeh sendiri. "matanya tidak lepas menatapmu."

"sepertinya kau wanita beruntung bisa duduk disini bersamaku."

"dasar." Ji Hyo beralih memainkan ponselnya, namun tidak ada yang menarik baginya. Ia hanya membuka-menutup berbagai aplikasi yang dipasang di dalam ponselnya.

"merindukan Taehyung?" tanya Jungkook. Ji Hyo tersentak, segera ia melepas ponselnya dan menggeleng sembari tersenyum ke Jungkook. "jangan merindukannya."

"aku tidak merindukannya." Ji Hyo masih berpegang teguh dengan kebohongannya.

"ini baru dua hari, kau sudah merindukannya." Jungkook menyenderkan badannya di kursi, menyilangkan tangannya ke depan dadanya. "belajarlah untuk tidak merindukannya. Kau harus terbiasa tanpanya."

Entah kenapa pernyataan realistis Jungkook itu begitu menohok hati Ji Hyo. Meskipun Ji Hyo tau Taehyung tidak akan melanjutkan pendidikannya disini, namun tetap saja hati Ji Hyo masih terisi nama Taehyung, dan hal itu yang membuat semua ini berat.

"sepertinya tuan Kim terlalu menyayangi Taehyung, sampai-sampai tidak kuat melihat anaknya berada jauh dari Korea." Ji Hyo tersenyum miris.

Jungkook menatap Ji Hyo dalam. "tuan Kim pasti memiliki alasan." Mencoba memberikan sedikit pendapatnya dengan hati-hati.

---

"eomma.." Seok Jin memegang telapak tangan dingin itu. mata sayu nyonya Kim meneteskan air matanya. Tangan satunya yang tertanam infus bergerak dengan gemetar mengusap wajah Seok Jin yang basah. "eomma.." Seok Jin menciumi tangan nyonya Kim. Tangan yang merawatnya dengan penuh cinta kasih itu kini berubah lebih kurus dengan kulit yang hilang kekencangannya. "apakah sangat sakit?"

Nyonya Kim menggeleng. "sudah tidak lagi." Senyumnya terukir jelas diiringi suara paraunya.

"maafkan aku. seharusnya aku datang lebih cepat."

Nyonya Kim menggeleng lemah. Mata sayunya begitu memancarkan kebahagiaan. "anakku.." lirih nyonya Kim. "appa-mu sangat menyayangimu, aku sangat tahu itu."

Seok Jin menunduk. Ia sendiri meragukan kebenaran dari ucapan Ibunya itu. tangan yang tertanam infus itu mengusap lembut puncak kepala Seok Jin. Seok Jin merindukan sentuhan ini. Sentuhan dari wanita yang paling dicintainya. Sentuhan dari wanita yang menumpahkan begitu banyak cinta kasih kepada dirinya. Berulang kali ia menciumi tangan yang telah membesarkannya itu. Tangan Seok Jin sendiri tidak berhenti mengusap pipi keriput Ibunya. Ia benar-benar menyesal, tidak segera meng-iya-kan ajakan adiknya. Jika saja ia cepat menyetujui ajakan Taehyung, mungkin ia memiliki waktu lebih banyak lagi untuk bisa melihat Ibunya. Salahkan Taehyung juga yang bertele-tele mengatakan tentang kondisi Ibu.

"eomma. Aku membawa melon, kesukaan eomma." Seok Jin meraih piring yang sebelumnya sudah ia kupas dan potong kecil-kecil. Ia menyuapi buah itu ke nyonya Kim.

"bagaimana kabar menantuku?" tanya nyonya Kim lirih.

"Eun Hee semakin cantik. ah iya. aku belum mengatakan kepada eomma. Eomma sudah memiliki cucu. Dia tampan sepertiku."

"benarkah?" mata sayu nyonya Kim berbinar. Seok Jin mengangguk sumringah. Setidaknya ia tidak boleh terlihat menyedihkan di hadapan wanita tercintanya. Seok Jin merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya, membuka galeri dan menunjukkan foto Ha Neul kepada nyonya Kim.

For BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang