14

1.1K 118 4
                                    

"sayang.." suara Eun Hee membuyarkan konsentrasi Seok Jin mempelajari berkas-berkas tebal di meja kerjanya. Mata Seok Jin menyapa kehadiran istrinya yang datang membawa sebuah map dan langsung menaruhnya diatas berkas-berkas tebal milik suaminya.

"apa ini?" tanya Seok Jin namun dengan segera membuka map tersebut. menelisik tiap-tiap tulisan yang ada di dalam sana.

Mata Seok Jin membulat. Ia berulang kali membaca ulang tulisan tersebut. Ia tidak salah membaca. Bahkan untuk sebuah manipulasi dokumen ini terlalu sempurna. Mata Seok Jin beralih menuju istrinya, melihat air muka istrinya yang sendu membuat hati Seok Jin terasa terkikis. Ia melepas dokumen itu lalu merengkuh istrinya. Tanpa perlu dikomando tubuh Eun Hee langsung bergetar, ia terisak. Bahu lebar Seok Jin semakin menenggelamkan kepala Eun Hee. Tangan besar Seok Jin mengusap-usap punggung istrinya.

"aku harus bagaimana?" tanya Eun Hee di sela isakannya. "apa dia datang untuk membawa pergi orang yang aku sayang?"

"aku tidak berfikir seperti itu." Pelukan Seok Jin merenggang karena Eun Hee yang menarik dirinya. Seok Jin mencium di kening, di mata kanan, di mata kiri, di pipi kanan, di pipi kiri, lalu mengecup singkat bibir istrinya. "akan kupastikan."

Seok Jin mengambil ponsel yang ada di sebelah laptop putih miliknya, lalu menelpon seseorang.

"apa kau ada waktu?"

"..."

"baiklah. Pukul 5 sore."

Seok Jin meletakkan pelan ponsel berwarna rose gold ke atas tumpukan dokumen –biang keladi air mata istrinya- kemudian kembali fokus ke istrinya. "aku akan bertemu dengannya. Jangan khawatirkan apapun." Tangan besar itu mengusap lembut puncak kepala Eun Hee. Mata Eun Hee masih sendu. Ia hanya menatap wajah suaminya, namun pikirannya hanya terfokus pada adiknya, Ji Hyo.

"aku lapar." Seok Jin mengerucutkan bibirnya, yang tentu saja hal itu yang paling membuat Eun Hee jengah. Bagaimana bisa pria yang sudah memiliki seorang putra ini memiliki tingkah seperti anaknya sendiri? Sontak tangan kanan Eun Hee mencubit perut suaminya. Segurat senyum yang singkat menghiasi wajah cantik Eun Hee. "ayo makan."

---

Taehyung dan Jungkook berjalan menuju mobil Taehyung –sisa harta yang dimiliki selain rumah- dengan gontai. Baik Jungkook maupun Taehyung hanya berjalan menatap sepatu masing-masing yang bergerak bergantian tanpa mengeluarkan barang satu katapun. Pikiran mereka sama-sama runyam, fokus mereka pada satu hal. Namun prediksi mereka saling berkembang ke banyak sisi. Jungkook menyalakan mobil Taehyung, menancapkan gasnya menuju rumah Taehyung yang dihuni Jungkook juga. Selama perjalananpun rahang mereka saling mengatup, bahkan desahan pelan Taehyung dapat terdengar jelas di telinga Jungkook.

"sekarang bagaimana?" akhirnya Jungkook mengalah pada situasi. Taehyung hanya mengangkat bahu lemah. "apa aku harus mengatakannya?"

Mata Taehyung membesar, menatap tajam orang yang mengemudikan mobilnya. "jangan macam-macam!"

"lalu aku harus bagaimana? Aku ingin membantumu juga! Tapi kau tahu kondisi ekonomiku kurang stabil 4 bulan belakangan ini." Jungkook memukul stir cukup keras.

Taehyung tersenyum miring, matanya menatap jemari panjangnya yang terlihat memutih. "aku memang hanya menyusahkan orang-orang disekelilingku."

"Taehyung! Ini sudah terlalu jauh! Kau harus mengatakannya pada hyungmu!" jungkook meraih map yang ditaruh Taehyung diatas dasbor mobil dan mengacungkannya kepada Taehyung. "kau lihat sendiri kan? ini sudah kelewatan Kim Sialan Taehyung!" Jungkook membuang map itu ke dada Taehyung.

"hyung sudah melakukan banyak hal padaku. Aku tidak ingin menyusahkannya lagi. Aku fikir kau tahu alasanku dengan sangat jelas." Taehyung menaruh kembali map itu ke atas dasbor, menurunkan posisi kursi mobil hingga 120 derajat, membuat posisi tubuh Taehyung hampir terlentang. "biarkan ini menjadi rahasia sampai maut menyapaku." Taehyung menutup matanya, mencari ketenangan dengan berusaha tidur. Setidaknya ia tidak mendengar celotehan sahabatnya itu selama perjalanan.

"aku membencimu." Jungkook mencengkram stir mobil.

"hmm.. bencilah aku semaumu."

---

"ada perlu apa hyung?" tanya Jungkook sambil menyeruput americanonya. Seok Jin menatap intens sahabat adiknya itu tanpa berkedip. "hyung?" tanya Jungkook sekali lagi. Bibirnya menyecap beberapa kali setelah meminum kopi.

Seok Jin menyenderkan tubuhnya pada kursi, melipat kedua tangannya di depan dada. "aku sudah tahu."

Mata bulat Jungkook semakin membulat. Hampir ia tersedak kopinya. "tahu? Apa yang hyung tahu?" Jungkook berusaha memancing Seok Jin. Jungkook tidak sepolos wajahnya, ia juga tahu bahwa kakak dari sahabat sialannya itu tidak tahu semuanya.

"kau dan Ji Hyo."

Jungkook meremang. Kedoknya terbongkar di hadapan Kim Seok Jin. Tentang dirinya dan Ji Hyo hanya Taehyung yang tahu, dan Jungkook tahu bahwa si bungsu sialan Kim itu tidak akan mengatakannya pada hyungnya. Ah! Tentu saja! Koneksi super seorang Kim Seok Jin dapat mengetahui identitasnya. Jangan lupakan itu Jeon Jungkook.

"apa kau datang untuk membawa Ji Hyo pergi?"

Jungkook mengerutkan dahinya. "apa?" mulut Jungkook menganga beberapa detik, heran dengan pertanyaan Seok Jin." Tentu saja tidak! Bahkan dia sendiri tidak tahu tentang hal ini. Untuk apa aku melakukan itu?"

"lalu apa tujuanmu ke Lombok?"

"ada beberapa tujuanku kesini." Jungkook mencengkram gelas kopinya. Matanya memutar mencari jawaban tanpa berusaha membohongi orang di depannya. "salah satunya aku ingin dekat dengannya. Apa itu salah hyung? Apakah itu sesuatu yang salah jika aku dekat dengannya?"

Seok Jin menggeleng. "aku hanya ingin alasanmu. Kau tahu, istriku terguncang akan hal ini. Ia mengira kau akan membawa Ji Hyo pergi."

Jungkook menggeleng keras. "tidak. Aku tidak sekejam itu." tangannya mengibas diudara berkali-kali. Jungkook bahkan tidak memiliki pikiran dikitpun seperti itu tentang Ji Hyo. Cukup berada di dekat Ji Hyo sudah membuat Jungkook merasa lengkap. Jungkook bukan orang yang serakah. Ia juga tahu diri. Ia tidak mungkin merebut Ji Hyo dari keluarga yang merawat dan membesarkannya.

"kenapa kau tidak mengatakannya dari awal?"

Jungkook menekan bibirnya, memberi jeda untuk menelan air liurnya. "alasanku sama seperti Taehyung dulu." Ia menghela nafasnya kasar. "aku hanya takut keberadaanku tidak dapat diterima olehnya."

Seok Jin mengangguk paham. "alasan yang lain? Tentang keberadaanmu disini?"

"eh?" jungkook terhentak mendengar ucapan Seok Jin. Ia menggigit bibirnya. Mengutuk mulut sialannya yang kurang hati-hati memilih kalimat.

"ada yang kau sembunyikan." Pernyataan Seok Jin mendesak Jungkook untuk segera mengutarakan maksud kedatangannya ke pulau indah ini.

"Taehyung." Jungkook bukan tipe orang yang gemar berbohong. Apakah aku harus mengatakannya pada hyungmu, Tae?

Ekspresi Seok Jin menuntut Jungkook untuk segera melanjutkan kalimatnya. Namun bibir Jungkook hanya bergerak menyesap kembali kopinya.

"kenapa dengan adikku?" sungguh sifat Kim Seok Jin yang tidak sabaran mengenai orang yang disayanginya.

"hanya menemani Taehyung. Dia cukup kesusahan untuk tinggal sendirian."

Ya. Dia sangat tidak bisa untuk tinggal sendirian. Kau harus tahu itu, Seok Jin hyung.


TBC

For BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang