Part II

7.9K 340 7
                                    

Alif Hafizh Sharkan

Akhirnya sampai juga di Jakarta, dan untuk kali ini aku akan mengambil cuti untuk beberapa hari kedepan. Aku merogoh saku celana untuk mengambil handphone.

"Lang, gue udah nyampe. Lo dimana?"

"Gue on the way"

"Oke siip. Gue tunggu"

Sesampainya di Caffe, Aku dan Elang langsung memasuki Caffe ini. Interiornya sederhana tapi menarik. Sehingga siapapun yang datang ke tempat ini akan betah berlama-lama. Aku memanggil pelayan dan memesan dua coffe latte.

Tak lama kemudian, seseorang berjalan menuju meja kami. Tapi tunggu, perempuan ini bukan seperti pelayan, ia tidak mengenakan seragam seperti pelayan lainnya. Dia beda, dia mengenakan gamis hitam dengan jilbab maroon yg menutupi dadanya, sangat anggun.

Brakkkk!!!

Dua coffe latte tumpah tepat mengenai bajuku. Untung saja aku sudah mengganti seragam sebelum ke tempat ini. Sehingga coffe ini hanya mengenai baju kaos ku.

"S..ssayaa bener-bener minta maaf. Saya akan buat yang baru. Saya minta maaf, Mas. " Perempuan ini berulang kali meminta maaf padaku. Namun aku malah gagal fokus. Wajahnya sama seperti foto yg Umi berikan kepadaku.

Aku pun memutuskan untuk beranjak dari tempat ini. Elang mengikutiku dari belakang. Kali ini Aku sengaja mengambil alih untuk menyetir.

"Lif! Lo gimanasih? Dia udah minta maaf sampe segitunya, lah elo main cabut aja. Lo kalo marah jangan gini, Lif. Lagian dia tadi gak sengaja."

"Gue bukan marah, Lang. Cuma yaa aneh aja"

"Aneh gimana maksud lo?"

"Udah ah, gue gamau bahas ini. Kita balik aja, lagian baju gue udah kotor"

Perempuan itu sangat mirip dengan foto yg Umi tunjukkan padaku beberapa tahun yg lalu. Apakah dia yg selama ini ku cari? Eum..maksudku Umi. Yaa! Umi yg mencarinya. Disaat aku sedang menempuh pendidikan di Inggris, Umi mengatakan ada seorang perempuan yg menemani Umi, saat Umi sakit pun perempuan itu yg merawat Umi. Umi sangat berterimakasih pada perempuan itu, bahkan Umi sudah menganggapnya sebagai anak sendiri. Namun, perempuan itu tiba-tiba menghilang, ia tidak pernah lagi datang untuk menemui Umi. Umi sangat khawatir dengan perempuan itu, saat kepulangan ku ke Indonesia, Umi malah memintaku untuk mencari perempuan itu. Setiap kali aku pulang ke Bandung, Umi pasti menanyakan apakah aku sudah menemukan perempuan itu. Tentu saja aku akan menjawab belum, karena aku memang tidak mencari perempuan itu. Aku tidak memiliki waktu untuk itu. Namun, Umi terus mendesakku agar mencari perempuan itu, selagi aku libur kerja tidak ada salahnya aku mengikuti kemauan Umi. Tapi, kalau perempuan itu tidak juga ku temukan. Maka ini bukan salah ku.

Keesokan harinya aku kembali mendatangi Caffe yg kemaren. Aku tidak melihat kehadiran perempuan itu. Kemana dia? Aku mendatangi salah satu pelayan Caffe ini.

"Permisi, Mba. Saya mau tanya, perempuan yg kemaren pake gamis hitam itu pelayan disini?" tanyaku

"Hm. Mas ini yg kemaren kan? Aduh, Mas, maaf yaa soal kejadian yg kemarin"

"Saya kesini bukan membahas tentang itu kok. Saya cuma pengen nanya, pelayan yg kemarin mana?" Tanyaku lagi

"Yg kemarin itu bukan pelayan, Mas. Mba Yasmin pemilik Caffe ini"

Tepat sekali. Ternyata benar. Dia adalah perempuan yg Umi cari. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Saya boleh minta alamatnya?"

"Sebentar ya, Mas"

Setelah menuliskan alamat, pelayan itu memberikan secarik kertas kepadaku. Aku pun bergegas untuk pergi. Tidak. Aku tidak langsung menemuinya.

Izinkan Aku Bahagia BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang