Malam ini begitu indah, saat melihat kedua insan itu saling menatap dan tersenyum. Sudah 10 menit mereka hanya diam. Entah apa yang sedang mereka lakukan.
"Ini kita kenapa jadi tatap-tatapan sih?" tanya Caca diakhiri dengan tawaan. Sudah cukup baginya untuk ia dan Rian saling tatap menatap. Tapi, Caca hanya ingin kalian tahu, jika bertatapan dengan Rian itu sama sekali tidak memberikan efek aneh di diri Caca. Tidak seperti saat ia bertatap dengan Atta. Dia hanya kuat kurang dari 5 detik.
Rian tersenyum. Melihat Caca senyum itu sudah cukup. "Gatau. Kamu kenapa natap aku?"
"Ih, kamu duluan yang natap aku. Aku mah cuma ikut-ikutan."
Diusapnya puncak kepala Caca. "Jangan nolak permintaan aku ya?"
"Apa? Janji gak bakal nolak, asalkan permintaannya gak aneh-aneh dan gak kelewat batas." Rian menggenggam kedua tangan Caca. Sambil tersenyum dan mencoba menyiapkan diri.
"Aku minta hubungan kita berakhir sampai di sini."
"Ha? Kamu ngomong apaan sih?"
"Aku tahu kamu pasti paham atas kalimatku."
"Kenapa minta putus?"
"Aku mau kamu sama orang yang tepat."
"Kamu yang tepat."
"Jangan pernah bohongin perasaan kamu, Ca."Caca melepas tangannya dari genggaman Rian. Meskipun ia tidak memiliki rasa apapun kepada Rian. Nyatanya, Caca masih tidak bisa menerima jika Rian memutuskan hubungan yang sudah terjalin 3 bulan lebih.
"Aku marah sama kamu dan kita belum PUTUS!" ucap Caca lalu segera berlari pergi. Air matanya ternyata keluar. Dia tidak tahu kenapa ini terasa menyakitkan.
Aku memang tidak memiliki perasaan denganmu. Tapi, kenapa rasanya sesakit ini?, batin Caca.
"CA!" teriak Rian yang berhasil membuat Caca menoleh. Tapi hanya sebentar, gadis itu kembali berlari dengan kencangnya.
Ingin rasanya Rian mengejar Caca. Tapi dia tahu jika gadis itu masih ingin menenangkan dirinya. "Aku mencintaimu, Ca. Tapi, aku sama sekali tidak pantas berada di sampingmu."
~·~
"Turun, Em. Udah sampai ini," kata Ila sambil menggoyangkan motornya agar Emi segera bangun dan turun.
Emi membuka matanya. "Udah sampai ya?" tanya gadis itu sambil mengucek matanya.
"Iya, kebo. Turun gih!" Emi pun turun, melepas helmnya lalu ia berikan kepada Ila. "Kenapa bisa sampai ketiduran gitu sih, Em?" tanya Ila sambil mengambil helm Emi.
"Ngantuk gara-gara kena angin malam."
"Dasar kebo."
"Makasih."Caca berlari dan dengan segera membuka pagar rumahnya. Emi yang melihat sahabatnya sedang menangis segera mendekati Caca. "Eh, Ca. Lo kenapa?" tanya Emi sambil berlari mendekati Caca. Dipeluk sahabatnya itu dengan erat. Berharap Caca bisa membagi kesedihannya.
Ila yang juga bingung dengan Caca yang menangis, segera turun dari motor dan berlari mendekati kedua sahabatnya. "Ca, lo kenapa nangis kayak gitu? Gara-gara Rian?"
"Beneran yang dikatain Ila, kalau lo nangis gara-gara Rian?" tanya Emi sambil melepas pelukannya.
"Kalian di sini. Gue gak nangis kok," ucap Caca sambil menghapus air matanya. Walau itu sia-sia, karena air matanya terus saja keluar. "Ayo masuk, jangan di luar."
"Ca. Jawab dong," kata Emi sambil menyamai langkah Caca yang berjalan ke arah pintu rumah. Ila berlari, mengambil bingkisan yang ia beli bersama Emi. Lalu berlari mengikuti jalannya Caca dan Emi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir
Teen Fiction[Sequel dari Kau] (Sudah Tamat) "Bagaimana bisa menjadi akhir yang indah, jika kau saja hanya diam." Menjalin hubungan dengan Rian, ternyata masih belum bisa membuat Caca melupakan Atta. Ditambah lagi, hubungannya dengan Rian juga entah mau dibawa k...