Sembilan

141 12 0
                                    

Caca melewati gerbang Sekolah. Dari sini ia bisa melihat Atta sedang memarkirkan motor. Dengan ragu tapi pasti Caca mendekat. "Hai, At."

Sontak Atta kaget mendengar suara Caca. Dengan berpura-pura tidak salah tingkah, Atta menjawab, "hai!"

Lalu keduanya berjalan bersamaan menuju kelas mereka yang berada di lantai 3. Caca ingin berbicara, tapi bingung apa yang ingin ia katakan. Sementara Atta, tubuhnya terasa lemas ingin jatuh sekarang juga. "Waktu lo beliin gue pisang goreng rasa green tea, lo beli di mana?"

"Hah? Eh, di-di mana yah? Gue lupa."
"Kapan-kapan bisa anter gue ke sana?"
"Anter lo? Kan lo bisa minta anterin pacar lo."
"Tapi kan lo yang tahu tempatnya," ucap Caca. Sungguh tidak ada topik lain yang bisa ia bicarakan.

"Atta!"

Teriakan itu membuat Atta dan Caca menoleh. Seorang cewek dengan rambut hitam kecoklatan mendekati mereka. Terlihat asing bagi mata Caca. Dan parahnya setelah itu, Atta dan cewek asing meninggalkannya. Caca jadi penasaran, siapa cewek asing itu?

~•~

"Caca cemburu kayaknya."
"Gak mungkin. Dia udah punya pacar, Clau."
"Iya kan gue cuma nebak," kata Claudya lalu memakan bakso yang ia pesan.

Hari ini Claudya resmi menjadi siswi SMA BANGSA 3. Alasannya pindah sekolah adalah Papanya yang pindah rumah. Jika ia masih tetap bersekolah di sekolah yang lama, maka ia akan terlambat setiap harinya. Senang juga sih, dia bisa satu sekolah bersama Atta. Meskipun sebentar lagi Kakak sepupunya itu lulus.

"Lo masuk kelas apa?"
"Ipa 4."
"Banyak yang deketin lo pasti?"
"Iya."

Lalu tak sengaja mata Claudya menangkap seorang cewek yang ia kenal. Ia pun memberikan kode pada Atta, tapi cowok itu hanya diam. Terlihat sesekali cewek itu menatap ke arah mereka. Teman di sampingnya juga seperti berbisik membicarakannya. Tapi Claudya tidak mau kegeeran.

Walaupun memang itu adalah kebenaran. Caca dan Emi memang sedang menatap dan membicarakannya. "Itu pacarnya Atta, Ca?"

"Mungkin."
"Lo cemburu yah?"
"Gak."
"Kalau cemburu tuh bilang aja. Mata lo dari tadi ngeliatin cewek itu."

Caca melirik Emi dan mendorong sahabatnya yang sedari tadi mendekatkan tubuh kepadanya. "Kasih jarak! Gue geli."
"Jahat lo."

Keduanya kembali menatap Claudya tanpa takut ketahuan. Karena sejak tadi mereka sudah tahu jika Claudya menatapnya juga. "Entah kenapa gue rasa cewek itu gak asing di mata gue," kata Caca.
"Emang pernah lihat di mana?"
"Bentar, gue inget dulu...di rumah Rian? Iya di rumah Rian. Waktu itu gue lihat dia lagi sama Bundanya Rian di dapur."
"Maksud lo waktu pesta kemarin?" Caca mengangguk. "Dia kenal Rian dong?"

Caca menoleh kembali pada Emi. "Iya yah. Terus dia juga kayak deket sama Bunda. Emang dia siapanya Rian?"

"Lo tanya aja sama Rian."

~•~

Hari ini sebelum pulang, Rian dan Caca mampir ke Kantin karena keduanya sama-sama lapar. Kenapa tidak makan mie ayam Pak Tawon? Karena saat terakhir kali mereka kesana Pak Tawon bilang akan libur 1 minggu. Hal yang membuat mereka kesal.

"Mie ayamnya gak kayak mie ayamnya Pak Tawon," ucap Caca kala memakan mie ayam yang mereka pesan.
"Daripada laper," kata Rian.

Caca jadi ingat akan perbincangannya dengan Emi di kantin tadi. Iya, dia harus bertanya pada Rian agar tidak bingung dan berprasangka jelek. "Tadi waktu istirahat, gue lihat Atta sama cewek. Dia anak baru dan seingat gue dia ada dirumah lo waktu pesta kemarin."

"Siapa? Waktu pesta kemarin kan ceweknya cuma temen kelas gue, lo, sama Emi."
"Waktu itu gue lihat tuh cewek lagi di dapur sama Bunda."
"Oh, Claudya?" tanya Rian yang mulai paham akan siapa yang dimaksud Caca.
"Gue gak tahu namanya."

Rian tertawa. Ia tahu jika Caca cemburu dengan Claudya. Namun gadis itu tetap saja membohongi dirinya sendiri. "Dia itu temennya Rian dan sering diajak main ke rumah. Anaknya baik, cantik, juga humble banget. Kenapa emangnya?"

"Gue cuma mau tahu dia siapanya Atta."
"Kalau itu gue gak tahu. Kenapa emang? Cemburu yah?"
"Apaan sih. Gue gak cemburu."
"Iya deh gue percaya. Tapi kalau gue pikir, Claudya cocok sama Atta."

Perkataan Rian membuat raut wajah Caca berubah. Separuh dirinya berteriak tidak, tapi separuh dirinya hanya diam. Entah dia memang benar cemburu atau hanya tidak suka.

~•~

Semenjak kedatangan Claudya, usaha Caca untuk kembali dekat makin memudar. Bagaimana tidak. Setiap harinya Caca melihat keduanya saling bersama dan tertawa di area Sekolah. Dan dari pantauannya, mereka terlihat sangat akrab.

Caca berjalan dengan tatapan kosong. Saat dirinya melewati minimarket, kakinya memilih untuk belok. Didepan minimarket itu Caca bertemu dengan Claudya. Keduanya saling menatap. Caca acuh dan bersikap biasa.

Saat ia melewati mesin pendingin yang menyediakan banyak minum, tak sengaja ia berpapasan dengan Atta. Keduanya saling menatap dan diam selama beberapa detik. Hingga akhirnya Caca berani mengeluarkan suara. "Hai, At."

Atta benar-benar tak menyangka Caca menyapa. Ingin tersenyum dan membalas seperti dulu. Tapi ia tidak akan melakukan itu lagi. "Hai, gue duluan." Mendengar jawaban Atta, Caca pun memberikan jalan. Membiarkan Atta pergi melewatinya. Walau sebenarnya ia masih ingin berbincang lagi seperti dulu.

Setelah memberi minuman dan membayarnya, Caca keluar. Di depan minimarket, ia melihat Atta dan Claudya sedang duduk sambil berbincang. Dari awal saat ia melihat Claudya, ia sudah menyangka jika ia akan bertemu Atta. Berusaha bersikap biasa, Caca berjalan tanpa memberi gerakan mencurigakan yang terlihat aneh jika dilihat Atta dan Claudya.

"Ketemu Caca di dalam yah?" Atta mengangguk, "lo kenapa? Gak deketin Caca lagi?"

Atta menoleh, "buat apa? Dia udah punya pacar."
"Jadi ceritanya lo nyerah. Cemen emang."
"Lo bilang gue apa?"
"Kenapa? Gak suka dibilang cemen? Memang itu faktanya, Ta."

"Lo pikir deh, dulu lo ninggalin Caca 2 tahun tanpa alasan, ngabarin Caca pun enggak. Trus lo tiba-tiba muncul dan deketin dia buat ngasih tahu kalau masih suka. Kedatangan lo emang buat dia kembali ceria, tapi dia butuh penjelasan, Ta. Mungkin sekarang dia memang udah punya pacar, tapi kalau rasanya masih buat lo gimana? Caca tuh bingung. Bingung sama apa yang lo perbuat dan dia butuh penjelasan dari lo," kata Claudya yang sebenarnya kesal akan Kakak sepupunya yang selalu bikin cewek bingung, "kalau lo tetap kayak gini, Ta. Rian lebih baik buat Caca daripada lo."

Mendengar perkataan Claudya, Atta hanya diam. Semuanya memang benar. Dia memang cemen. Dan mungkin memang benar juga jika Rian lebih pantas untuk Caca daripada dirinya.

~•~

AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang