Dua

254 27 3
                                    

Pagi yang indah ini sangat tepat untuk Atta menjemput Caca. Tidak tahu kenapa, hatinya menyuruh untuk mendekati Caca kembali. Karena kejadian tadi malam, rasanya Atta tidak bisa lagi membiarkan Rian untuk menyakiti Caca yang kedua kalinya. Apalagi hingga membuat gadis yang ia sukai selama 3 tahun menangis hanya karena permintaan Rian yang menurutnya tak masuk akal.

Coba bayangkan. Rian. Cowok itu mendekati Caca dari awal semester kelas 10. Sudah menyatakan cintanya sebanyak 5 kali. Tapi, Caca menolaknya karena hanya menganggap Rian sebagai teman dekat. 3 bulan yang lalu, Caca mengatakan jika menyukai Rian dan mereka pun berpacaran. Hanya ada satu masalah dihubungan mereka. Yaitu hanya satu pihak yang memiliki perasaan cinta, mungkin. Atta juga meragukan kebenaran dari ungkapan Caca 3 bulan lalu.

Menurut Atta, seharusnya Rian tidak perlu mengatakan putus kepada Caca, sebab cowok itu sudah mendapatkan apa yang ia mau. Yaitu Caca di sampingnya. Lalu kenapa Rian memutuskan Caca?

Seharusnya Atta senang akan kejadian itu. Karena dia akan lebih mudah mendekati Caca kembali. Tapi, melihat Caca menangis membuatnya sedih. Lalu, yang Atta bingungkan lagi. Kenapa Caca menangis saat Rian memutuskannya? Sementara Caca tidak memiliki perasaan kepada Rian. Apa mungkin Caca sudah berhasil mencintai Rian?

Atta turun dari motor vespanya. Menaruh helm di kaca spion. Lalu berjalan mendekati pintu rumah Caca. Diketuknya pintu itu, "Assalamualaikum."

Tidak ada yang membalas. Dilihat dari keadaan rumah juga seperti tidak ada orang. Atta akan mengetuknya kembali, tapi Ibu Caca sudah membukakan pintu. "Waalaikumsalam."

Diciumnya tangan Warti. "Caca udah berangkat, Tante?"

"Hari ini Caca gak bisa masuk," ucap Warti membuat Atta bingung.

"Loh, kenapa Tante? Caca sakit?" Warti mengangguk membuat Atta khawatir. "Atta boleh masuk kan, Tante. Mau lihat Caca."

Warti menahan Atta yang mencoba untuk masuk. "Jangan, nak Atta. Caca minta sendiri. Dia ingin istirahat. Nak Atta juga harus Sekolah kan?"

"Nanti sepulang Sekolah, nak Atta boleh jenguk anak Tante," ucap Warti. Atta mengangguk. Mencium tangan Warti. "Saya pamit dulu, Assalamualaikum."

"Atta!" teriak Ila saat melihat Atta berdiri di perkarangan rumah Caca. Dengan segera Ila berlari mendekati Atta. "Lo ngapain di sini? Kangen Caca?"

Atta diam. Ditengoknya seseorang di belakang Ila. Ada Emi. Cewek yang hampir ia benci itu berjalan mendekatinya dan Ila. "Caca sakit?"

Ila mengangguk, "iya, Ta." Atta naik ke atas motor, memakai helm, dan menyalakan mesin. "Gue duluan," ucap Atta lalu menjalankan motornya.

"Tuh, anak sekarang makin aneh," gerutu Ila sambil berjalan ke arah motornya. Diserahkannya helm kepada Emi.

"Emangnya dulu Atta sama Caca itu hubungannya kayak gimana sih?" tanya Emi seraya mengambil helm pemberian Ila.

"Privacy kata Caca."

~·~

Emi memasukkan bukunya ke dalam tas. Bel istirahat sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Tapi ia baru saja menyelesaikan catatan. "Caca gak masuk jadi sepi," gerutu gadis itu, lalu berjalan keluar kelas.

"EM!" Cowok itu berlari mendekati Emi yang baru saja keluar dari kelas. "Caca mana?"

"Buat apa lo nyariin Caca?" tanya Emi dengan sewotnya. Melihat Rian, membuat Emi ingin sekali memaki cowok itu. Sayang, Caca melarangnya.

"Gue tanya, Caca kemana?" tanya Rian sambil mencoba melihat seisi kelas XII IPA-1. Tapi yang dicarinya ternyata nihil.

"Dia gak masuk. Sakit," jawab Emi dengan nada yang tidak enak.

AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang