"Leo?" tanya Ila kala melihat Leo keluar dari sebuah club malam. Ternyata dugaannya memang benar jika Leo berada di tempat itu. Kasihan akan keadaan Leo yang sepertinya sudah kehilangan kesadaran, Ila menghentikan taxi yang kebetulan lewat.
Dalam perjalan, Leo hanya tidur diatas pundaknya. Sesekali lelaki itu meracau hingga berteriak. Awalnya pengemudi taxi merasa bingung akan keadaan Leo, tetapi setelah Ila memberi tahu pengumudi itu mengerti.
Kini Ila menuntun Leo memasuki rumahnya. Mamanya sedang pergi ke luar kota. Sehingga ia tidak akan dimarahi jika ketahuan membawa cowok ke rumah. Dibaringkan tubuh Leo. Saat dirinya ingin berbalik badan untuk pergi ke dapur, tangannya ditarik. Mengakibatkan dirinya terjatuh lalu terjebak dalam pelukan Leo.
Ila ingin melepasnya. Tapi Leo memeluknya dengan erat sambil terus berkata, "jangan tinggalin gue, Ca."
Iya. Gadis yang dimaksud Leo adalah Caca. Ila tahu jika Leo sangat menyukai sahabatnya. Tapi apa boleh buat, hatinya sudah jatuh pada Leo. Tidak masalah jika Leo tidak memikirkannya. Yang terpenting dirinya tidak pernah kehilangan akan sosok Leo.
"Paginya kamu marah-marah ke aku. Kamu pikir aku berbuat yang enggak-enggak semalam. Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu, Yo?" tanya Ila yang menangis setelah menceritakan kejadian di masa lalu.
Leo hanya menunduk. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Kala itu ia terkejut saat mendepati dirinya tidur dengan seorang gadis. Ia tidak ingat apa yang terjadi dan berpikir jika Ila menjebaknya. "Maaf. Aku gak mau dengar penjelasanmu waktu itu. Aku kaget, La. Waktu aku bangun dan tidur sama kamu. Aku..."
Ila menggeleng, "lupain, Yo. Aku cuma mau kamu gak ninggalin aku."
Sejenak tidak ada balasan dari Leo. Cowok itu hanya menunduk, membuat Ila merasa ada yang disembunyikan darinya. "Ada apa? Ada yang kamu sembunyiin?"
Ingin mengatakan. Tapi Leo tidak tega. Nanti Ila akan marah dan membencinya. Hingga dia hanya bisa diam.
"Aku gak akan marah kalau kamu jujur."
"Maafin aku. Aku harus pergi ke Jakarta."Mendengarnya Ila spontan berdiri. Masih tidak percaya akan yang dibicarakan oleh Leo. Tapi ia tidak melihat kebohongan dari wajah pacarnya itu. "Kamu lagi bercanda? Hari ini aku gak ulang tahun. Ini juga masih bulan Januari, gak ada Februari mop. Kamu lucu deh," kata Ila lalu kembali duduk. Tentunya masih dengan wajah yang terkejut. Dia berharap Leo memang sedang bercanda.
"Aku memang harus pergi?"
"Kenapa?"
"Papa minta aku bantuin dia kerja dan tugas Papa di Jakarta."
"Cuma sebentar kan? Gak lama."
"Mungkin 3 sampai 4 tahun."Air mata turun begitu saja. Hal yang ia takuti akhirnya terjadi. Ila ingin membujuk Leo agar tidak pergi, tapi ia tidak bisa. Iya, mungkin dia harus menahan rindu. Ila bisa jika hanya 1 minggu atau 1 bulan. Tapi jika 4 tahun Ila tidak bisa. Sehari tidak bertemu saja ia sudah rindu.
"Jangan nangis. Kita masih bisa komunikasi. Kamu masih bisa lihat wajah aku tiap malam. Kamu bisa..."
"Apa kamu yakin dengan itu? Kamu pasti sibuk sama kerjaan kamu dan nantinya kamu bakal lupa aku."
"Kamu gak percaya sama aku?"
"Aku percaya."
"Aku tahu kamu akan marah jika tahu hal ini. Tapi...""Aku gak bisa marah sama kamu," ucap Ila yang lalu memeluk Leo.
~•~
Caca hanya bisa diam melihat sahabatnya yang sedari tadi melamun. Kasihan juga akan fakta jika Ila ditinggal oleh Leo. "Lo kenapa gak nemuin dia? Nanti nyesel loh."
"Buat apa Ca? Gue gak mau lihat wajah dia sekarang."
"Tapi cuma hari lo bisa ketemu sama dia sebelum dia pergi ke Jakarta."
"Gak! Lo gak tahu rasanya jadi gue?"Ucapan Ila memang sedikit keras. Caca tahu bagaimana rasanya saat di posisi Ila. Jadi ia tidak terbawa amarah akan ucapan Ila. "Gue tahu. Gue juga pernah ditinggal tanpa alasan, tanpa tahu dia pergi kemana. Sementara waktu itu gue butuh dia di samping gue. Tapi apa? Saat gue bangun, dia gak ada. Terus dia gak pernah kasih kabar ke gue selama 2 tahun. Iya memang nantinya lo bakal ditinggal lebih dari 2 tahun. Tapi bisa jadi selama 4 tahun itu, dia datang buat nemuin lo. Dia pasti sempetin waktu sibuknya buat ngabarin lo. Dan lo bisa nyusul dia, karena lo tahu dia pergi kemana. Sementara gue? Cuma bisa menerima takdir."
Iya. Ucapan Caca memang benar. Sekarang Ila tahu jika tidak harus menunggu 4 tahun untuk bertemu. Bisa saja Leo menemuinya nanti, atau ia yang menemui Leo. Ila memeluk Caca dengan air matanya yang terus mengalir. "Iya lo bener, Ca. Makasih, lo udah ngomong kayak gitu ke gue."
"Sekarang, lo mau ketemu sama dia?" tanya Caca. Ila melirik jam, mungkin Leo sudah berangkat.
Ila menggeleng, "suatu saat gue masih bisa ketemu dia."
~•~
1 minggu berlalu...
"Makin hari kok kamu makin gendut?"
Ila memajukan bibirnya. Kesal akan ucapan Leo. Dia tidak gendut. Dirinya tidak banyak makan, hanya ngemil saat malam tiba.
"Jadi pingin nyubit," kata Leo yang gemas melihat pipi chubby milik Ila. Rasanya ia ingin mencubitnya. Tapi jarak memisahkannya.
Benar kata Caca dulu. Jika Leo akan mengabarinya walaupun sekarang cowok itu sibuk dengan usahanya. Semenjak sampai di Jakarta. Leo diberikan modal oleh sang Papa untuk membuat bisnis. Dan Leo memilih untuk membuat sebuah Kafe. Mungkin 1-2 bulan lagi Kafe itu akan beroperasi.
"Nanti kalau Kafe kamu udah jadi. Aku boleh ke sana gak?"
"Boleh, dong. Nanti aku jemput."
"Kejauhan. Aku aja yang ke sana."
"Gak bisa. Cowok harus jemput cewek."
"Enggak pokoknya. Yaudah aku mau tidur, udah malam. Selamat malam, pacar."
"Selamat malam juga, pacar."Ditariknya selimut dan memeluk guling dengan erat. Sambil membayangkan jika yang kini ia peluk adalah Leo. "Aku gak sabar ketemu kamu."
Sementara di Jakarta....
Laki-laki itu kembali sibuk mengatur bisnis awalnya. Ia dirinya sekarang sangat sibuk. Tapi dirinya akan selalu ingin Ila. Gadis kecil yang sangat manja. Setiap ada waktu untuk istirahat, Leo pasti menghubungi Ila. Menanyakan kabar, bertukar cerita, atau hanya bercanda.
Sebenarnya ini adalah pilihan yang sulit. Tapi tidak ada pilihan lagi. Ia ingin menjadi pengusaha sukses. Agar nanti ia bisa membuat Ila bangga. Yah, alasannya pergi ke Jakarta adalah karena Ila.
"Pelukannya sampai terasa ke sini. Aku sayang kamu."
~•~
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir
Teen Fiction[Sequel dari Kau] (Sudah Tamat) "Bagaimana bisa menjadi akhir yang indah, jika kau saja hanya diam." Menjalin hubungan dengan Rian, ternyata masih belum bisa membuat Caca melupakan Atta. Ditambah lagi, hubungannya dengan Rian juga entah mau dibawa k...