Tujuhbelas

115 16 0
                                    

Kiki menghembuskan napas. Berjalan mendekati pintu berwarna coklat itu, namun langkahnya berbalik saat selangkah lagi. Cowok itu sudah melakukan hal yang sama lebih dari 5 kali. Tangannya gemetaran dan otaknya tidak bisa berpikir.

Sementara itu, gadis di balik jendela terus saja tertawa. Sangat menggemaskan melihat pacarnya gugup seperti itu. Masih dengan tawa yang ditahan, Emi berjalan keluar kamar.

"Teman kamu udah datang?" tanya Nani kala melihat putrinya melewatinya.

Mendadak Emi menghentikan langkahnya dan menoleh pada sang Mama. "Iya, Ma. Makanannya udah siap?"

Nani mengangguk. "Itu, kamu...dandan?" tanya Nani kala melihat wajah putrinya yang terlihat berbeda seperti biasa. Emi mengangguk sambil tersenyum malu. Kemudian gadis itu berjalan untuk membukakan pintu.

"Gak capek apa bolak-balik terus?"

Kiki yang terkejut mendengar suara itu langsung membalikkan badan. Lalu cowok itu tersenyum malu sambil menggaruk kepalanya. "Bisa gugup kayak gitu yah?"

"Besok-besok kamu yang ke rumahku gimana?"
"Boleh."
"Tapi Papaku galak, gak takut nih?"
"Gak, kan udah biasa sama yang galak."
"Nyindir nih?"
"Ngerasa nih?" tanya Emi dengan tawa kecil. "Ayok masuk, Mama sama Papa udah nunggu dari tadi."

Dengan nyali yang sudah terkumpul, Kiki pun masuk. Pertama kali yang ia jumpa adalah seorang laki-laki sedang menonton acara tv. Lalu seorang wanita mendekatinya. Tahu jika itu Mama Emi, Kiki pun mencium tangannya. "Oh ini yang namanya Kiki?"

"Iya, Tante."

"Pilihan Emi gak salah kan, Ma?" tanya Emi membuat Kiki sedikit malu. Nani tertawa sambil menggeleng kepala. Wanita itu pun kembali ke dapurnya.

Emi menarik tangan Kiki mendekati sang Papa. "Papaku juga galak loh."
"Tapi, masih galakan anaknya."
Dicubit lengan Kiki membuat cowok itu tertawa kecil.

"Pa, ini teman aku udah datang."

Suryo yang mendengar berdiri dan mendapati anak laki seusia putrinya. Tampan dan terlihat baik. Hanya saja Suryo bisa melihat jika anak itu sedikit gugup. Dengan cepat Kiki mencium tangan Suryo sambil memperkenalkan namanya. Lalu keduanya berbicara sebentar sambil menonton acara tv. Sementara Nani dan Emi menyiapkan makanan.

~•~

Makan malam baru saja diakhiri. Emi telah meminta izin agar Kiki diperbolehkan masuk ke kamarnya. Suryo pun mengizinkan dengan syarat pintu kamar harus terbuka.

"Aku tebak, awalnya gak sebersih dan serapi ini," kata Kiki setelah memasuki kamar Emi.

"Kok tahu sih?"

Kiki berjalan mendekati meja belajar Emi. Di sana tertempel sebuah sketsa yang pernah ia gambar. Tak menyangka jika Emi masih menyimpannya. "Kirain udah dibuang."

"Bagus kok dibuang," kata Emi sambil berjalan menyusul keberadaan Kiki. "Gambarin lagi, mau gak?"

"Gak perlu kamu suruh. Entah udah ada berapa lembar di kamarku," jawab Kiki membuat Emi melototkan mata tidak percaya.

"Serius? Kapan kamu gambar aku?"
"Hmmm...semenjak suka sama kamu."
"Sejak kapan kamu suka sama aku?"
"Setelah kaleng jatuh dikepala aku."

Emi malu dibuatnya. Sungguh waktu itu ia tidak sengaja. Tapi dia senang, karena ketidak sengajaannya dia bisa kenal dengan Kiki. Laki-laki baik yang selalu ada untuknya.

~•~

Mata cowok itu tak bisa berhenti memandangi seorang gadis imut yang sedari mondar-mandir mengantarkan pesanan. Memang semenjak dirinya dengan Caca pergi ke Kafe ini, Dani merasa ada yang aneh pada dirinya kala melihat gadis itu. Gadis kecil, dengan rambut panjang berombak, mata kecil, dengan bibir mungil.

"Mbak, pesanan saya kok belum datang yah?" tanya Dani kala gadis itu lewat di sampingnya.

Gadis itu sedikit terkejut. Mengingat jika Dani belum memesan apapun. "Maaf, bisa anda ulang pesanannya."

"Mbaknya suka minum apa?"
"Ha? Kok tanya saya?"
"Tinggal jawab aja mbak."
"Saya sukanya minum coklat hangat aja."
"Yaudah saya pesan itu."

Beberapa menit kemudian, pelayan itu mengantar pesanan Dani. Tapi ia tidak menemukan cowok itu. Yang ia temukan hanyalah selembar uang 50 ribu dengan secarik kertas kecil. Coklat hangatnya buat Mbak aja. Ini nomor telepon saya, 085xxxxxxxxx.

~•~

Tidak ada panggilan telepon atau sms yang masuk selama 2 hari ini. Ternyata memberi nomor teleponnya dengan percuma belum tentu membuatnya dihubungi oleh gadis itu. Jika seperti ini, ia akan memilih untuk meminta nomor telepon gadis itu.

Besok adalah hari dimana dilaksanakannya UN. Dani sudah mempersiapkan dirinya jauh hari. Kini ia butuh hiburan, seperti menonton film. Bukannya senang menonton film, ia malah risih akan sepasang kekasih di sebelah kanannya yang bermesraan. Sungguh hal yang tidak ia suka.

Film sudah berjalan sekitar 15 menit, tapi tiba-tiba ada seseorang yang duduk di sebelahnya. Mata Dani sedikit melirik dan terkejut mengetahui jika seseorang itu adalah gadis yang ia pikirkan beberapa hari ini. Fokus Dani berpindah begitu saja dari film ke gadis imut itu.

Setelah film selesai, Dani mengikuti langkah gadis itu. Lalu menyamai langkahnya. "Saya nunggu kamu 2 hari lo."

Sontak saja gadis itu terkejut dan menghentikan langkahnya. "Anda yang waktu itu?"

Dani mengangguk dengan seringai senyumnya. Gadis itu tiba-tiba membuka tas dan mengeluarkan selembar uang. "Ini uang anda waktu itu. Saya mau mengembalikannya dari 2 hari lalu, tapi saat saya hubungi nomor anda, ternyata salah orang."

"Uang itu kan buat bayar coklat hangat yang saya pesan. Dan bentar, kok nomornya bisa salah?"
"Mungkin anda salah menulisnya. Uang ini, saya tidak bisa menerimanya," kata gadis itu lalu menarik tangan Dani dan menaruh selembar uang itu.

Terpaksa Dani menerimanya. Cowok itu mengutuk dirinya sendiri karena telah salah menulis 12 digit nomor teleponnya. "Kamu gak kerja?" tanya Dani dan gadis itu menggeleng. "Mau saya temani jalan-jalannya. Kebetulan saya juga lagi sendiri."

Gadis itu terlihat berpikir sejenak. Dani tahu, menerima ajakan cowok yang baru dikenal itu tidak mudah. Bagaimana tidak?  Mengetahui nama Dani saja tidak. Tapi ternyata, gadis itu menerima dengan senyuman.

"Boleh."

Jawaban yang sangat Dani suka. Keduanya pun berjalan mencari minuman, makanan, sampai bermain bersama di Timezone. Hingga akhirnya mereka saling berkenalan juga bertukar kontak. Memang jika sudah ditakdirkan bersama, tidak ada yang bisa menghalangi.

~•~


AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang