Rian menoleh saat seseorang menepuk pundaknya. "Eh, lo. Ada apa?" tanya Rian saat mengetahui sang pelaku.
"Mau ngomong, gue tunggu di warkop dekat Sekolah," jawab sang pelaku lalu melenggang pergi.
Lalu datang Caca, menyapa Rian yang masih memikirkan ucapan orang tadi. "Ca, menurut lo iya atau enggak?"
"Ha?" tanya Caca balik yang memang tidak tahu maksud pertanyaan Rian.
"Tinggal jawab aja, iya atau enggak."
"Apaan dulu nih pertanyaannya?"
"Iya atau enggak?" tanya Rian dengan penuh penekanan.
"I-iya deh," jawab Caca gugup.
"Oke, ayo gue anter pulang."Rian pun mengantar Caca pulang. Setelah memastikan Caca masuk ke dalam rumah, cowok itu menancapkan gas motornya menuju tempat yang dipilih seorang siswa. Jujur, Rian tidak tahu apa yang akan mereka bicarakan.
Sesampainya, Rian memarkirkan motornya. Memasuki warkop yang ternyata penuh akan siswa dari Sekolahnya. Beberapa siswa di sana pun Rian kenal. Terutama seorang cowok yang sedang menghisap rokok sambil sesekali berbincang dengan teman di sebelahnya. Rian pun melangkahkan kakinya dan menepuk pundak cowok itu. "Gue udah di sini, lo mau ngomong apa?"
Atta menoleh, membuang putung rokok lalu menginjaknya. Tanpa bicara, cowok itu keluar dari warkop, membuat Rian mengikutinya. "Ngomong di sini aja biar enak."
"Iya, lo mau ngomong apa?"
"Santai, gue gak cari masalah kok."
"Langsung ajalah, Ta. Gak usah pake basa-basi."
"Okay," ucap Atta. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Berjalan ke sepeda motornya terparkir dan duduk di sana. "Besok Sabtu, lo bisa gak temuin gue di rooftop Mall deket sini?"Sedikit terkejut akan pertanyaan Atta. Untuk apa cowok itu menyuruh Rian pergi ke rooftop. "Kalau lo mau ngomong sesuatu, lo bisa ngomong sekarang. Gak perlu tunggu 2 hari lagi."
"Hari ini yang pingin gue omongin cuma itu. Lo tinggal datang ajalah, ribet amat," ucap Atta yang sebenarnya tidak punya alasan lain yang mendukung.
"Lo yang ribet."
"Apa lo bilang?" tanya Atta tak terima di katakan seperti itu. "Pokoknya hari Sabtu jam 9 malam di rooftop."Rian hanya menjawab dengan gumaman. Lalu berniat untuk pergi. Tapi niatannya hilang saat Atta mengajaknya untuk bergabung dengan siswa-siswa lain. Karena sudah lama ia tidak berbincang dengan teman seangkatannya. Rian pun setuju.
"Tito kapan mau ke Surabaya?" tanya Atta sambil menyalakan rokok yang baru ia ambil.
"Belum pasti dia. Kenapa? Si Dewita nyariin?" tanya Rian dan Atta hanya mengangguk.
Warkop itu makin panas saat semua mulai berisik. Ditambah lagi dengan asap rokok dimana-mana. Tapi semua siswa di sana masih merasa asik. Malahan suara tawa terdengar hingga beberapa meter dari warkop. Sungguh masa SMA adalah masa yang menyenangkan. Hingga seorang laki-laki masuk ke dalam warkop, membuat suasana warkop yang awalnya ramai menjadi sepi. "Kenapa ngelihatin saya terus?" tanya laki-laki itu.
Semua siswa hanya tersenyum lalu berbondong-bondong keluar dari warkop. Menaiki motor mereka dan menancap gasnya.
~•~
"Kalian itu udah kelas 12, habis ini ujian. Mentang-mentang mau lulus, kalian bebas pergi ke warkop. Masih pakai seragam Sekolah juga," ucap Pak Restu kepada belasan siswa yang hanya menunduk.
"Iya, Pak. Maaf."
"Suara siapa itu?" tanya Pak Restu. Semua siswa di sana menoleh satu sama lain guna mencari sumber suara. Hingga sebuah suara menjawab, "saya, Pak."Pak Restu menatap siswa itu dengan tajam. "Kamu anak baru itu, kan? Yang katamu berantem cuma gara-gara pacar. Iya kan?" tanya Pak Restu sontak membuat siswa lain tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir
Teen Fiction[Sequel dari Kau] (Sudah Tamat) "Bagaimana bisa menjadi akhir yang indah, jika kau saja hanya diam." Menjalin hubungan dengan Rian, ternyata masih belum bisa membuat Caca melupakan Atta. Ditambah lagi, hubungannya dengan Rian juga entah mau dibawa k...