29. pulang

582 42 24
                                    

Aku berdiri, tanpa pamit dengan Desta aku mendekat ke area trampolin.

"Jake!" panggilku pada Jacob membuat anak itu menoleh, lalu menghampiriku.

"Iya, Ma?" tanyanya begitu sampai di dekatku.

"Jalan-jalan lagi yuk! Emangnya kamu gak capek, main loncat-loncat gitu?"

"Gak kerasa, Ma. Tapi Jake juga pengen jalan-jalan lagi!"

Aku tersenyum, "ya, udah, ayo, jalan lagi!"

Jacob mengangguk kuat, lalu berjalan keluar dari wahana bermain yang satu ini. Setelah itu dia menghampiriku. Setelah berbincang sebentar, aku dan Jake mulai berjalan. Bahkan aku tidak menoleh ke tempat yang tadi kududukki bersama Desta.

Aku sengaja tidak menjawab Desta tadi. Jika aku menolak, aku tidak ingin menyakiti perasaan lelaki itu. Dan jika aku menerima, aku tidak ingin menyakiti perasaan Tanti yang notabenenya pacarnya Desta.

"Ma, mau es krim!" seru Jacob sambil menarik ujung jaketku.

"Es krim?" Jacob mengangguk lucu. "Mana?"

"Itu!" tunjuk Jake pada mobil penjual es krim.

"Oke." aku melihat sejenak pada jam tangan yang kupakai. "Abis ini ke parkiran, ya? Kita pulang, udah malem."

"Oke, Ma!" seru Jacob membuatku tak kuasa menahan senyum.

Aku dan Jacob berjalan menuju mobil es krim itu. Membeli es krim rasa coklat untuk Jake. Dan rasa vanilla untukku. Setelah membayar, aku dan Jake berjalan menuju parkiran tempat mobil Aldan singgah. Saat berjalan, banyak pasang mata yang menatapku aneh. Mungkin selain albino, Jake yang memanggilku mama membuat mereka berpikir dua kali saat menatapku. Pasalnya, belum lama aku melepas jaketku untuk Jacob, karena aku tidak mau angin malam menusuk kulitnya, hingga nampak lah seragam khas bocah SMA yang kukenakan.

Setelah sampai, aku dan Jake menunggu kedatangan sepasang sejoli itu. Kunci mobil yang dibawa Aldan membuatku tidak bisa masuk untuk sekadar menidurkan Jake yang matanya kini memerah. Entah, karena debu atau mengantuk, yang jelas, menurutku lebih condong yang mengantuk. Beruntung di sana ada kursi, jadi aku bisa duduk sambil memangku Jacob. Setelah izin pada tukang parkir tentunya. Es krim yang kami beli tadi juga sudah habis.

"Ma, ngantuk," ucap Jake yang sesuai dugaanku.

"Ya, udah, sini tidur." Jake memelukku dengan tangan dan kakinya, sementara aku mengusap punggung bocah ini sambil sesekali mencium kepalanya.

Kini, aku merasa risih dengan tatapan para pengunjung pasar malam ini. Karena mereka melihatku seolah sedang melihat hantu. Jangan salahkan aku yang seorang albino, salahkan saja pada siapa yang menanam pohon besar yang kini tepat ada di belakangku.

Lama aku menunggu Aldan, lima belas menit ada. Tapi cowok itu belum juga nampak di parkiran. Aku merasa tidak tega pada Jacob yang semakin mengeratkan pelukannya, dia kedinginan tentu saja. Aku saja iya, tapi itu terasa nyaman di kulitku.

Beberapakali aku menghidupkan ponsel Aldan, barangkali ada pesan atau apa dari Shireen. Hendak menghubungi Shireen, tapi aku tidak mau mengganggu mereka berdua.

Akhirnya, jam tepat menunjukkan pukul delapan malam. Tiga puluh menit sudah aku menunggu kedatangan Aldan dan Shireen. Hingga tanpa sadar air mataku jatuh begitu saja. Mungkin, karena mataku kering sebab terkena angin. Namun, mengapa dadaku rasanya sesak seakan ada yang menyentil paru-paruku?

Karena tidak tega dengan Jacob yang agaknya semakin kedinginan. Aku berdiri, dengan posisi menggendong Jake di depan, aku berjalan menjauh area parkiran. Menuju tepian jalan untuk mencari kendaraan umum apa saja. Asal bukan ojek. Hingga akhirnya aku mendapat taksi. Langsung saja aku meminta sopir itu untuk mengantarku ke Apartemen Wijaya Kusuma.

Sepanjang perjalanan pulang ke apartemen Aldan, aku berkali-kali menghidupkan ponsel Aldan untuk mengecek apa ada notifikasi dari Shireen. Namun berkali-kali itu pula, air mataku terus merembes tanpa henti. Tiga puluh menit, akhirnya aku sampai di apartemen itu. Setelah membayar argo, aku menggendong Jacob lagi menuju rumahnya.

0301013

Begitulah kunci apartemen Aldan. Setelah masuk, lalu kembali menutup pintu, aku langsung menuju kamar Jacob. Membangunkan Jake untuk gosok gigi rasanya tidak tega, terlebih saat aku teringat akan matanya yang sudah sangat merah tadi. Akhirnya aku hanya mengganti pakaian Jacob. Duduk di lantai samping kasur tempat Jacob tidur.

Sejujurnya aku ingin pulang, tetapi aku tidak sanggup meninggalkan bocah yang umurnya berkisar tiga tahunan ini sendirian di sini. Akhirnya aku menunggu, sampai Aldan pulang. Tadi aku sempat menempelkan post-it di kaca spion mobil Aldan. Dengan menulis di sana bahwa aku dan Jake sudah pulang menggunakan taksi.

Bunyi notifikasi dari ponsel Aldan mengalihkan perhatianku dari wajah Jake yang kupandang sambil melamun. Langsung saja aku menghidupkan ponsel itu. Notifikasi dari Instagram. Karena penasaran jadilah aku membukanya.

Aku keluar dari kamar Jacob. Masuk ke dalam kamar yang tidak jauh dari kamar Jacob. Membuang sepatu, ponsel dan segala macam yang ada padaku kecuali seragamku. Lalu aku masuk ke dalam kamar mandi. Duduk di bawah shower air yang menyala deras. Dengan segala rasa yang bercampur menjadi satu hingga aku bingung bagaimana rasanya. Sakit lah yang mendominasi.

"Ris, Teroris! Lo di dalem?!" itu suara Aldan yang bercampur dengan suara gedoran pintu.

Aku diam.

Sekeras apapun dia memanggil,

Aku diam.

Sekeras apapun dia menggedor pintu,

Aku diam.

Hingga aku hanya memeluk kakiku saat dia menerobos masuk. Aku memang tidak menanggalkan seragamku, jadi aman saja.

Dia mematikan shower air itu, lalu kuhidupkan. Begitu terus, hingga dia akhirnya menggendongku keluar kamar mandi.

Menatap bibirnya membuatku ingin menangis. Karena ada orang yang juga merasakan manisnya bibir Aldan.

Aku mengalungkan tanganku ke lehernya, membuat Aldan berhenti berjalan.

"Al, don't leave me! Walau gue yakin ada sesuatu yang gue lupain," bisikku di telinga Aldan.

Dapat dengan jelas kurasakan Aldan menarik napas dengan berat sebelum kembali berjalan.

"Nolo egredi eo iungit promissum," bisik Aldan setelah mendudukkanku di pinggir kasur dan sebelum dia pergi.

Bahasa mana lagi yang dia gunakan kali ini. Tapi, kata terakhir yang Aldan ucap, entah benar atau tidak, artinya adalah janji.

Janji.... :v

Jan lupa ninggal jejak yee brei 😆

03.11.18

JOMBLO✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang