1. aku

4.3K 199 88
                                    

Hai!

Aku Intan Rasya Abigail. Teman dekat atau bisa disebut juga sahabatku, mereka memanggilku dengan Intan. Aku suka nama itu, setidaknya lebih enak didengar. Namun, masih berkaitan dengan nama, ada juga yang memanggilku tidak dengan namaku. Dan aku benci itu. Pasalnya, mereka (yang tidak memanggilku Intan) memanggilku dengan Setan, Dedemit, Hantu, Mayat Hidup, dan lain sebagainya.

Aku, Intan, remaja yang lebih suka mengungkapkan segalanya yang kurasa, enggan memendamnya karena hanya memupuk rasa sakit yang tak kuinginkan. Namun, aku tak bisa dan seakan tak mampu mengungkapkan kebencianku kepada mereka yang memanggilku seperti itu. Karena apa yang mereka katakan benar adanya. Tidak! Aku bukan mayat hidup seperti yang mereka katakan. Mereka memanggilku demikian karena aku, Intan, seorang albino. Ya, albino, kelainan yang membuatku nampak seperti mayat hidup. Itu fakta yang tak mampu membuatku mengungkapkan kebencian di hatiku.

Sudah kubilang bukan, kalau aku lebih suka mengungkapkan rasa. Masih ada yang lain juga sebetulnya. Aku lebih suka berjuang dari diperjuangkan. Lebih suka menunggu hingga benar reaksi jantung berlebih itu menghilang tanpa kuusahakan. Lebih suka bersandiwara di depan dia yang kucinta. Lebih suka menyendiri di tengah keramaian yang tercipta. Dan aku sadar akan sesuatu. Diantara beberapa sifatku itu, justru membuatku terlihat agresif. Terlebih pada orang yang kucinta.

Soal sandiwara, aku memiliki alasan tersendiri melakukan itu. Mungkin menurut kalian tidak benar, tetapi, inilah aku. Intan yang masa bodoh dengan segalanya, yang hanya memikirkan diri sendiri terkadang. Oke, mungkin sampai di sini saja kudefinisikan tentang sifat yang aku miliki. Semakin halaman bertambah kalian akan tahu dengan sendirinya tentang siapa aku. Siapa seorang Intan Rasya Abigail.

Lalu, berlanjut pada asal usulku. Aku berasal dari Rusia, bahkan aku yakin hingga kelewat yakin, kalau darah yang mengalir dalam tubuhku murni milik manusia Rusia. Sebenarnya aku hanya merasa yakin saja, karena kedua orangtuaku, yakni Carly Jenner dan Benjamin Jenner, mengatakan kalau aku anak angkat mereka dan mereka menemukanku di sebuah tempat penitipan anak di Rusia.

Aku juga memiliki dua orang kakak angkat. Satu perempuan namanya Ella Abigail Jenner dan satu laki-laki namanya Peter Rianova Jenner. Sebenarnya aku juga memiliki kata Jenner di bagian belakang namaku, namun tak kusebut karena namaku akan berkesan sangat panjang. Usia Ella terpaut lima tahun dariku, sementara Peter atau Pete dia terpaut setahun dariku. Di sekolah, dia adalah teman seangkatanku. Karena dia banyak berulah jadilah tidak naik kelas atau bahasa halusnya, harus mengulang tahun ajaran yang lalu di jenjang kelas yang sama.

Aku dan Pete bisa dibilang tidak begitu dekat di sekolah. Dengan kondisi albinoku, aku cukup sadar diri untuk tidak mendekat pada Peter. Pete yang notabenenya cowok keren idaman kaum hawa, namun otaknya sangat tidak bisa diharapkan, tentu bisa dipermalukan temannya sendiri hanya karena berhubungan dekat denganku. Tapi, aku cukup yakin, walau kami tidak dekat layaknya saudara semacamnya, dia, Peter Rianova Jenner, selalu melindungiku dari jarak tak kutahu.

Haha.. entahlah, mungkin aku terlalu percaya diri. Namun itulah yang selalu ada di dalam hatiku. Seolah aku dan dia saling terikat serta bisa merasakan sesuatu pada diri yang lainnya. Saat aku jatuh sakit pun Peter lah yang paling mengkhawatirkanku. Sungguh kakak yang romantis. Heran saja mengapa dia masih sama sepertiku. Terikat dalam sesuatu yang sering diucap jomblo.

Cukup membicarakan keluargaku sampai di sini saja. Sebelum aku menceritakan tentang diriku yang lain lagi, aku ingin menceritakan tentang teman dekat atau sahabatku di sekolah. Aku tipikal orang susah cocok dengan orang lain, hanya ada satu sifat yang tidak kusukai maka aku tak akan mendekat padanya, dan itu membuatku hanya memiliki tiga orang sahabat. Namanya Moza, Bella dan Adel. Mereka cukup unik dan lucu. Walau aku kadang tidak suka jika mereka mulai cerewet.

Moza, dia yang terkaya diantara kami berempat. Bella, dia yang paling cantik menurutku, mungkin yang lain juga akan sependapat denganku. Lalu Adel, dia yang paling aneh diantara kami, mengingat dia sering mengajak bermain tapi saat disanggupi justru meminta jemputan dengan alasan belum boleh membawa kendaraan keluar rumah jauh-jauh. Moza adalah teman sebangkuku. Mereka bertiga sama, tidak terikat dalam kata jomblo.

Selanjutnya, ini tentang diriku lagi. Aku suka menulis, terlebih tentang diriku dan segala hal yang berkelebat di otakku. Suka bersenandung walau suara kadang tak mendukung. Suka pisang dan anggur. Suka bermain tidak suka belajar. Suka berdebat dengan Ella, terlebih masalah uang. Suka tempat sepi dan gelap namun masih sewajarnya, contohnya kamar tidurku. Suka menyendiri dan berteman dengan sepi. Malas. Susah dibangunkan kala tidur.

Kuat tidak minum dalam satu hari, namun tidak dengan makan. Aku tidak suka merias diri, hingga tampang mayat hidupku tidak berubah sama sekali. Emosian. Pendendam. Suka membantu. Masa bodoh dengan hal yang kuanggap tidak perlu, seperti mengenal siswa tetangga kelas salah satunya. Sering kurang PD. Otak cukup lumayan, setidaknya pernah sekali merasakan menempati peringkat pertama di sekolah.

Lanjut, fyi, belum lama ini aku baru saja mengungkapkan perasaanku pada orang yang aku sukai. Namanya Alvan. Sudah akan setahun lamanya aku memiliki rasa pada Alvan. Dan kurasa dia juga sudah mengetahui perihal perasaanku. Alvan temannya Peter, walau kusembunyikan sepandai mungkin pasti Pete tahu juga akhirnya. Serapat apa pun menyimpan bangkai pasti tercium baunya.

Desember lalu aku mengungkapkan rasaku pada Alvan, untuk yang kedua kalinya semasa aku memperjuangkan Alvan. Alvan sama jomblonya dengan aku, namun, sampai sekarang aku belum mendapat jawaban akurat darinya. Digantung mungkin lebih tepat untuk menyebut situasi ini.

Dengan sikap Alvan yang seperti itu, menggantungkan perasaanku tanpa sebab pasti, membuat ketiga sahabatku itu terus mengejekku. Walau aku sering mendapat cemoohan karena albino, namun ejekan sahabatku itu terasa lebih sakit ternyata, walau sebenarnya aku sangat yakin itu hanya untuk bercanda. Namun, perasaan tidak sebercanda itu.

Oke, cukup sampai di sini saja perkenalan tentang aku si albino ini. Jika ingin berjumpa aku, datang saja di ruang kelas XI.IPA-3.

Awto ngeluarin cerita baru lagi gaess. Jan lupa ninggalin jejak yeaa!!

4.07.18

JOMBLO✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang