#3. Secret (3)

50 4 5
                                    

Quinzy POV
Aku melangkahkan kakiku menuju gedung itu. Sudah setahun aku rajin mengunjungi tempat ini. Tempat dengan keamanan tingkat tinggi. Aku menghampiri pria yang paling kusayangi, tubuhnya kelihatan gemuk, rambutnya mulai memutih, kumis dan jenggotnya juga lebat. Dia tersenyum kepadaku, senyum yang setiap hari kurindukan. Dadaku sakit, aku ingin menangis setiap kali melihatnya berusaha tegar.

Tak ada yang berbicara dan menyapa. Aku hanya ingin menangis, aku ingin memeluknya. Tapi apa dayaku, kami bahkan dibatasi sebuah kaca dengan banyak lubang kecil untuk menyalurkan suara.

"Jangan menangis, putriku. Papa akan sedih melihatmu seperti itu", yah dia adalah Papaku. Dia sudah setahun mendekam di penjara karena tuduhan pembunuhan. Tapi aku yakin sekali kalau Papaku tidak berbuat demikian karena beliau bahkan tidak tega membunuh seekor kecoak.
Yang kutahu adalah adik dari orang yang menuduh Papaku adalah seorang Jaksa. Jadi kami tidak bisa berbuat apa-apa karena Papa hanyalah seorang supir taksi.

"Kamu sering menangis jika membesuk Papa. Apakah setiap hari kau seperti itu?", tanya Papa masih dengan senyumnya.
"Hiks, aku..aku hanya sedih melihat Mama berjuang sendiri. Kapan Papa pulang? Hah? Hiks.. Papa akan bertambah gemuk kalo Papa tinggal disini terus. Lihatlah wajahmu, hiks.. sangat jelek. Kau harusnya bercukur atau Mama akan memarahimu", aku tak henti hentinya mengoceh di depan Papa seolah dia bukan napi. Oh, aku benci menyebut kata sialan itu. Tapi nyatanya saat Papa keluar nanti dia akan dicap sebagai mantan napi. Ya Tuhan, aku akan merobek mulut orang-orang yang tak punya perasaan itu karena mereka tidak akan pernah mengerti bagaimana penderitaan kami.

"Sudahlah, sayang. Papa baik-baik saja, Papa akan pulang beberapa tahun lagi. Kau kan bisa menjenguk Papa. Apa kuliahmu lancar?", lagi-lagi Papa mengalihkan kesedihanku.
"Yah, seperti biasa. Mike selalu mengekoriku seperti aku akan hilang saja. Dia selalu membantuku dalam setiap masalah, dia selalu ada bersamaku, Mama dan Qianzy. Ohya, dia bahkan gak segan-segan nonjok cowok yang berani menci...", Aku menggantungkan kata-kataku. Hampir saja mulut cantikku ini keceplosan di depan Papaku.

Papa tersenyum seakan tahu apa yang akan aku ucapkan, "Kenapa? Siapa pria itu? Apa dia tampan? Dia menyukaimu?".
"Sudahlah Pa, dia hanya psikopat sinting yang gak punya sopan santun", kesalku.

Waktu pergi dengan cepat. Aku bahkan masih merindukan Papa. Semoga dia tetap sehat selalu. Aku pamit dan Papa menitipkan salam buat Mama, Qianzy dan Mike.

**
Author POV
Ternyata diluar hujan deras. Padahal tadi siang terang benderang. Hm, ramalan cuaca bisa salah juga. Quinzy berlari keluar sambil melindungi kepalanya dengan ranselnya. Dia melihat ada pohon besar di depan gedung sebelah. Dia kemudian berlari untuk berteduh , dan..

Bruk..
Quinzy menabrak sesuatu tapi bukan pohon melainkan manusia. Bokongnya sakit dan kakinya tergelincir karena licin. Orang itu mengulurkan tangan, belum sempat Quinzy menerima uluran tangan itu, kemudian tangannya ditarik untuk membantunya berdiri. Dia mendongak dan mendapati wajah seseorang yang telah mengusik hari-harinya.

"Kamu?" Quinzy tak percaya akan bertemu lagi dengan bajingan ini padahal dunia sangat luas.
Zion tersenyum miring, "Ngapain kamu disini? Kamu punya masalah sampe berurusan dengan polisi?".

"Yah enggaklah, aku cuma mengunjungi seseorang", jawab Quinzy kesal.

"Trus kamu ngapain di sini?", sambungnya.

"Oh, kakak aku bekerja disini" Zion menunjuk kantor kejaksaan di samping kantor polisi.

"Kamu gak bawa kendaraan?", tanya Zion.

"Gak, naik taksi online. Kenapa?"

"Mau aku antar pulang? Aku bawa mobil"

Cih, nih cowok sok baik banget seolah-olah yang kemarin gak ada apa-apanya. Dia bawa mobil? Sok pamer banget. Dasar itik, batin Quinzy.

Tanpa aba-aba, Zion menarik tangan Quinzy dan memaksanya masuk ke mobil. Dia kemudian masuk di kursi kemudi dan memasang sabuk pengamannya.

"Kamu apa-apaan sih. Kamu udah nyium aku sembarangan, sekarang malah maksa aku masuk mobil lagi. Maksud kamu itu apa sih? Hah?" Quinzy benar-benar kesal atas tindakan cowok brengsek ini.

Zion tak mengubris ocehannya. Zion malah melepas sabuknya kemudian mengalihkan tubuhnya ke depan Quinzy dan memakaikannya sabuk pengaman. Wajah mereka begitu dekat sehingga Quinzy bisa menatap setiap inci di wajah tampan Zion. Tak ada bekas maupun jerawat diwajahnya, Terlalu sempurna. Aroma musk menusuk penciuman Quinzy. Jantungnya mulai kumat dengan dentuman yang tak beraturan.

Zion kemudian kembali ke posisinya. Sama halnya dengan Quinzy, dia juga merasakan jantungnya berdegub kencang.

"Maafkan aku Quinzy. Setelah kejadian kemarin, aku merasa ada hal aneh di sini", Zion menunjuk dadanya. "Kamu berhak membenciku. Tapi, bisakah kau mengenalku lebih dekat? Akan kulakukan apapun untukmu. Aku akan membuatmu mencintaiku dan mempercayaiku. Kau pasti bertanya-tanya Quinzy, darimana aku mengetahui namamu? Yah, dulu saat Ospek aku diam-diam tertarik padamu. Melihat tingkahmu yang ceroboh di depan senior, melihat kau bercanda di depan sahabatmu, Mike dan melihatmu datang ke kantor polisi setiap minggu. Aku mulai mencari-cari informasi tentangmu pada teman di jurusanmu. Cukup lama sampai akhirnya aku terjebak permainan Jack kemarin. Setelah itu, aku benar-benar yakin bahwa aku benar-benar jatuh hati padamu, Quinzy Tsania".

Quinzy terdiam mencerna kata-kata Zion yang mendadak membuat wajahnya memerah. Siapa yang tak akan jatuh cinta dengan pria tampan, dengan raut wajah memelas dan menyatakan bahwa dia mencintaimu ditengah hujan seperti ini.

Zion tiba-tiba memeluk Quinzy dengan erat lalu mengusap rambutnya yang beraroma Lavender. Tapi Quinzy hanya diam.

"Katakan Quinzy, apakah kau akan terus membenciku? Atau kau akan berusaha mencintaiku? Balas pelukanku jika kau mencintaiku dan lepaskan jika kau masih membenciku".

Yahh... dibalas gak Quinzy? Kalo gak, buat author aja😆

Love,
Author

Me, You and Our SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang