#8. Secret (8)

16 4 2
                                    

Happy Birthday Myself🎉🎊🎈🎁
Duh senengnya udah 18+
Harapannya semoga banyak viewer😀

@@@

Dia begitu dekat, tapi terlalu jauh untuk kugapai.

-Quinzy-
_

________________________________________________

2 tahun kemudian...

"...Berita tadi menutup perjumpaan kita pagi ini. Saya Quinzy Tsania, undur diri dari hadapan anda. Selamat menjalankan aktivitas dan sampai jumpa. Salam TVX.."

Quinzy menutup ponselnya dan melihat wajah pria di hadapannya begitu berseri-seri. Dia tak henti-hentinya tersenyum melihat putri sulungnya menjadi Presenter.

"Papa sangat bangga padamu, Inci. Kau sudah sukses, kau benar-benar menepati janjimu. Maafkan Papa yang tak bisa mendampingimu saat kau sakit. Papa benar-benar minta maaf." Senyum di wajahnya luntur seketika.

"Tidak, Pa. Aku sangat bahagia, asalkan aku bisa melihatmu sehat, itu sudah cukup untukku." Quinzy tersenyum tulus membuat Papanya ikut tersenyum.

"Aku pamit, Pa. Sebentar lagi aku ada wawancara. Jangan lupa ibadah dan makan tepat waktu yah, Pa. Aku menyayangimu."

"Iya iya. Salam buat Mama, Kiki dan Mike. Aku sangat menyayangimu."

Quinzy bergegas menuju halte. Dia tak ingin terlambat kalau masalah pekerjaan. Baginya, pekerjaan adalah hal yang membuatnya melupakan segala kepedihannya dan waktu bisa berjalan dengan cepat.

**

Tinn..
Pintu bus terbuka, Quinzy mengambil duduk di kursi depan. Tak banyak penumpang, rata-rata hanya siswa-siswi yang pulang dari sekolah. Quinzy memasang earphone di telinganya dan bersandar di jendela bus. Dia begitu lelah akhir-akhir ini.

Bug.. bug..
Semua penumpang menoleh ke belakang. Seorang pria bertato memukul seorang siswa dan menendang kakinya. Tak ada yang berani ikut campur, sampai akhirnya bus berhenti di salah satu halte.

Seorang pria berseragam army lengkap dengan tas besarnya masuk dengan tatapan dingin. Saat ia hendak mengambil duduk di belakang, dia tak sengaja menoleh ke kanan dan mendapati seorang gadis dengan mata terpejam dan wajah lelah sedang bersandar di jendela. Setelannya seperti orang kantoran, memakai blezer maroon dan rok span selutut.
Dia melihat nametag nya, Quinzy Tsania.

Pria itu mengabaikannya lalu beranjak duduk, tapi yang tidak mengenakkan pemandangannya seorang pria bertato memukul kepala si bocah.

"Kau berani menatapku? Dasar bocah sialan!" Lagi-lagi pria itu menyerangnya bertubi-tubi.

"Kau yang salah. Aku tak sengaja menjatuhkan ponselku dan kau malah menendangnya, bajingan. Fuihh" Bocah itu meludahi kaki pria bertato itu. Seketika pria itu hendak melayangkan tinjunya tapi tangannya dikunci di belakang.

Tentara itu meletakkan ranselnya dan menarik leher pria itu dengan pergelangan tangannya. Tangan kirinya mengunci kedua lengan pria bertato itu. Lalu kakinya menendang betis pria itu membuatnya jatuh tersungkur.

"Kalau kau masih berani mengangkat tanganmu pada orang yang tidak bersalah. Akan kupenjarakan dirimu dan mulut brengsekmu itu."

Pria bertato itu menggeram dan menoleh. Betapa terkejutnya dia melihat seorang tentara kini menidihnya dan membuatnya tak bisa apa-apa.

"Maafkan saya, Pak. Saya berjanji tak mengulanginya lagi. Tapi tolong jangan hukum saya, Pak. Saya akan meminta maaf padanya."

Tentara itu melepaskannya dan mendorongnya untuk minta maaf. Bocah itu mengangguk pasrah, namun kini ponsel kesayangannya hancur tak berbentuk.

"Terima kasih, Pak. Anda sangat baik, semoga Tuhan selalu memberkati anda."

Tentara itu tak mengubris si pria bertato. Dia kemudian mengambil duduk dibelakang gadis yang sedang terlelap.

15 menit kemudian, bus sudah sampai ke halte berikutnya. Tapi gadis itu tak kunjung bangun, membuat si tentara memukul kepalanya. Pria itu kemudian berlalu tanpa menoleh ke arahnya.

Gadis itu bangun dan meringis.
"Hey, siapa kau? Berani-beraninya memukulku. Akan kulaporkan kau di berita siang ini, dasar pria sinting. Akhh.. kepalaku yang berharga." Quinzy meringis merasakan denyut di kepala belakangnya.

"Maaf, Mbak. Anda sudah sampai, silahkan bayar ongkosnya." Quinzy memberikan beberapa lembar rupiah kepada kernet itu dan mengucapkan terima kasih.

Quinzy bergegas turun dan berlari mengejar pria berseragam army itu. Dia harus meminta maaf kepada Quinzy.

"Hey, tunggu." Pria itu berjalan lebih cepat dan menghiraukan panggilan Quinzy.

"Apa kau tuli, pak tentara? Woy, tunggu." Quinzy akhirnya menghalangi jalan pria itu.

Quinzy menelan salivanya. Dia begitu terkejut tak percaya dengan sosok jangkung dihadapannya kini.

Dengan susah payah dia akhirnya bersuara.
"Zi...Zion? Kau Zion kan?"

Tapi kata-kata yang keluar dari mulut pria itu menghantam ulu hati hingga ke jantungnya.
"Darimana nona tahu namaku? Apa kita pernah bertemu? Anda siapa?"

"Jangan bercanda, Zion. Walaupun kita sudah... su-sudah... ah, lupakan. Kau benar-benar lupa padaku? Baru 2 tahun kita berpisah dan kau sudah melupakanku bahkan tak mengenalku?" Butiran bening di pelupuk mata Quinzy nyaris tumpah.

"Anda siapa, Nona? Aku benar-benar tidak tahu. Maaf, aku harus segera ke markas. Ini kartu namaku, hubungi aku jika penting. Permisi," Zion beranjak tapi tangannya ditahan dan tiba tiba Quinzy memeluknya sambil menangis.

"Bohong. Kau pembohong... hiks,"

"Maaf no.." ucapan Zion menggantung di udara saat Quinzy memotongnya.

"Kau tega, Zion. Selama ini aku selalu berharap kau kembali. Aku tak bisa melupakanmu, kau begitu menyiksaku. Dan sekarang saat kau kembali ternyata kau sudah melupakanku. Katakan bahwa ini semua hanya sandiwara, kau berbohong untuk memberiku kejutan, kan?"

Zion melepas pelukannya dengan kasar.
"Maaf, Nona. Saya baru kali ini bertemu dengan anda, mungkin anda sering mendengar tentang saya tapi saya benar-benar tidak mengenal apalagi berhubungan dengan anda," Tegas Zion.

"Apa kau amnesia? Aku akan membantumu mengingatnya."

"Saya sangat sehat. Saya tidak memiliki penyakit apapun. Maaf, saya harus pergi dulu." Zion hendak berbalik tapi langkahnya terhenti.

"Maafkan saya, Tuan O'Zion Athalas, mungkin wajah anda hanya mirip dengan mantan pacar saya yang berjanji akan mencintai saya, tapi dia dengan tega memutuskan hubungan ini dan pergi jauh dari saya. Dia tidak mengerti betapa tersiksanya saya selama ini. Dia mungkin telah melupakan saya tapi saya akan membuktikannya bahwa saya benar-benar mencintainya." Sindir Quinzy sambil menahan sesak di dadanya.

Zion menghiraukan ucapan Quinzy. Gadis itu benar-benar membuatnya bingung.

"Kau begitu dekat, tapi terlalu jauh tuk kugapai." Kakinya begitu lemas dan akhirnya dia ambruk dan menangis, memegang dadanya yang sesak, mengingat kenangan masa lalu yang menghantamnya sekali lagi.

TIDAK ADIL. INI TIDAK ADIL.

Alur mulai ngaco. Hadeuhhh...

Love,
Author

Me, You and Our SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang