Malam ini Quinzy benar-benar seperti bermimpi bisa satu kamar dengan Zion. Dia selalu membayangkannya saat mereka masih pacaran, tapi sekarang berbeda. Zion tak mencintainya lagi, Zion seperti membencinya.
Quinzy baru saja keluar dari kamar mandi dan mendapati Zion duduk di ranjang sedang sibuk dengan gadgetnya. Zion bahkan tak menyadari jika Quinzy kini dihadapannya.
Apakah pakaianku tidak terlalu eum... intim? Ah, biarin. Toh Zion juga tidak akan tergoda, dia bahkan tidak menyadari kehadiranku.
Quinzy hanya memakai kaos kedodoran dan hotpans. Quinzy lalu mengurai rambutnya dan berjalan ke ranjang. Zion merasakan ranjangnya bergerak, akhirnya menoleh. Zion berkali-kali mengumpat dan meneguk salivanya. Bagaimana tidak, dia seorang laki-laki normal yang imannya bisa tergoda dengan wanita dihadapannya kini.
Zion akhirnya menemukan kesadarannya kembali. Saat Quinzy hendak menyelimuti tubuhnya, Zion menariknya dengan kasar membuat Quinzy bingung.
Oh, ya Tuhan. Ada apa lagi ini? Apakah aku melakukan kesalahan lagi?. Quinzy lagi-lagi bergumam dalam hati.
"Pindah!" Satu kata dari mulut Zion yang membuat Quinzy bingung.
"Hah? Maksudnya?"
"Ini tempat tidurku. Kau lihat, tempat tidurku bersih dan wangi. Kau ingin menodainya dengan tubuhmu? Hahh.. aku jijik bila harus tidur denganmu." Nada sinis Zion membuat hati Quinzy seperti diiris.
"Kenapa kau tidak berikan aku kamarmu yang lain? Disini ada dua kamar, tapi kenapa kau malah menyuruhku tidur disini? Tapi sekarang kau malah mengusirku?" Quinzy mencengkram sprei kuat-kuat menahan butiran bening yang memaksa untuk keluar.
"Kamar disebelah tidak boleh ada siapapun yang memasukinya selain aku. Jangan berani-berani membukanya atau kuusir kau dari sini."
"Dan yah, aku memang menyuruhmu tidur disini tapi tidak denganku. Tempatmu disana," tunjuk Zion ke arah lemari kecil dengan kasur lantai dan selimut di depannya.
Quinzy benar-benar tidak percaya dengan tingkah Zion yang menyiksanya. Apa salahnya? Dia bahkan tidak tahu menahu rencana apa yang ada di otak Zion.
"Baiklah. Selamat tidur Zion,"
Quinzy berjalan ke arah lemari dan mengambil kasur lantai serta selimut. Lalu direntangkannya kasur mini itu di lantai yang akan membuatnya kedinginan. Sial, cuaca di London semakin dingin apabila malam hari.
Quinzy kemudian berdoa dalam diam lalu membaringkan tubuhnya. Quinzy memakai selimut dan berbalik memunggungi Zion. Air mata yang tadinya dia tahan, akhirnya keluar begitu saja. Dia membekap mulutnya agar Zion tidak tahu kalau dia sedang menangis.
Zion tahu jika Quinzy menangis. Dia kenal betul bagaimana sifat Quinzy, Quinzy selalu mengalah kepadanya. Quinzy selalu bersikap dewasa dalam setiap masalah, tapi untuk air mata Quinzy tidak bisa menyimpannya.
Zion menghela nafas berat, lalu mematikan lampu utama dan hanya menyalakan lampu tidur.
**
"Mama... aku ingin pulang, hikss. Sakit, Ma.. dia menyakitiku tapi aku mencintainya. Hikkss, Maaf." Quinzy mengigau dalam tidurnya sambil menangis. Mata Zion yang sulit terpejam, hanya bisa memegang dadanya yang sesak. Dia tahu kalau yang dimaksud Quinzy adalah dirinya.
Zion akhirnya beranjak dari ranjangnya, dia merasakan tenggorokannya kering dan badannya gerah di cuaca dingin ini. Dia berjalan ke pintu dan tak sengaja melihat Quinzy dengan kening berkerut dan keringat di dahinya.
Zion mendekatinya lalu mengusap keingat itu dengan selimut. Zion mengecup keningnya dan membelai rambut Quinzy. Quinzy memgeram singkat lalu kerutan di keningnya hilang membuat Zion tersenyum miring.
Akhirnya Zion melangkah keluar dan berjalan ke arah dapur mengambil minum dan meneguknya. Dia tak mengerti perasaanya, yang dia tahu adalah Quinzy adalah sumber dari segalanya.
**
Quinzy menggerakkan otot-ototnya. Dia merasakan sakit di punggungnya akibat tidur di lantai dengan kasur yang tipis. Dia berusaha menemukan kesadarannya, lalu bangun dari tidurnya.
Jam menunjukkan pukul 06.05 a.m. Dia harus membuatkan Zion sarapan karena pagi ini Zion akan berangkat kerja.
Quinzy melirik ke arah Zion, rupanya Zion masih terlelap. Dia harus membangunkan Zion agar tidak terlambat. Quinzy menyibak selimut Zion dan menggoyangkan tubuh Zion tapi tak ada respon apapun.
Tangan Quinzy lalu mengelus rahang Zion yang telah ditumbuhi bulu-bulu halus. Kapan Zion terakhir bercukur?
Tiba-tiba tangan Quinzy ditarik dan tubuhnya terjatuh dalam pelukan Zion. Wangi tubuh pria itu menusuk indera penciumannya, wangi favorit Quinzy. Jantungnya terpompa dengan cepat, dia takut jika Zion akan memarahinya lagi.
"Zi-Zion, kau harus bangun."
"Emm.. just five minutes Chloe." Zion tersenyum dalam tidurnya.
Chloe? Siapa dia? Kenapa Zion menyebut namanya? Apa dia...
Quinzy berusaha melepaskan pelukan Zion. Tapi Zion malah mempererat pelukannya membuat Quinzy kehabisan nafas.
Mata Zion perlahan terbuka dan merasakan tubuh seseorang dalam dekapannya. Saat ia membuka matanya, dia melihat Quinzy menunduk menahan sakit.
Zion lalu mendorong Quinzy hingga tubuh Quinzy terjatuh dengan kepala terbentur lantai. Dia merasakan denyut di belakang kepalanya, bokongnya juga sangat sakit.
"Kenapa kau ada di tempat tidurku?" Raut wajah Zion terlihat panik.
"Sstt.. kau yang menarikku dan kau malah mendorongku." Ringis Quinzy.
"Bohong. Pasti kau sengaja kan?"
"Terserah. Kepalaku sakit tau."
Quinzy bangkit dan merapikan pakaiannya.
"Kau mau makan apa?"
"Aku akan sarapan di jalan."
"Aku akan membuatkanmu bekal jika kau tidak mau sarapan dirumah."
"Tidak perlu."
"Kenapa?" Tanya Quinzy lirih.
"Kubilang tidak usah yah tidak usah. Minggir, aku mau mandi." Zion beranjak dari tempat tidurnya lalu ke kamar mandi meninggalkan Quinzy yang berdiri mematung.
"Apakah kau tidak menganggapku sebagai istrimu? Istri seharusnya melayani suami. Aku bisa mengurusmu dan mengurus rumah. Aku akan berbelanja ke mini market, aku akan mencuci pakaianmu, membuatkanmu makanan, menunggumu pulang, menemanimu menonton TV, mendengarkan keluh kesahmu, membangunkanmu dipagi hari, dan.. selamanya seperti itu." Suara Quinzy begitu rendah tapi masih mampu di dengar oleh Zion.
Zion tak menanggapi pertanyaan Quinzy. Dia berlalu dan membanting pintu kamar mandi dengan keras. Zion memukul dinding keras-keras dan mengusap rambutnya kasar.
Quinzy tersentak lalu menitikkan air mata. Quinzy cepat-cepat mengusapnya karena tak ada gunanya dia menangis, mata Zion telah buta.
Saat Quinzy mengambil seragam Zion di lemaari, Tiba-tiba jantungnya sakit sekali, dia berjalan ke arah sofa tapi jantungnya semakin perih. Brukk... Dan akhirnya tubuh Quinzy ambruk dan kesadarannya menghilang.
Tak lama, Zion keluar dengan memakai handuk. Dia melihat Quinzy terbaring di dekat lemarinya dengan memegang seragam tentaranya.
"QUINZYY!!"
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, You and Our Secrets
Romance☡Warning 17+☡ Jika kau mencintai seseorang yang banyak menyimpan rahasia, bisakah kau bertahan untuk selalu bersamanya? #Quinzy Tsania Entahlah, mungkin aku tidak bisa bersamanya. Tapi aku akan mencoba hidup untuknya. #O'Zion Athalas Not real story...