#4. Secret (4)

34 5 0
                                    


"Katakan Quinzy, apakah kau akan terus membenciku? Atau kau akan berusaha mencintaiku? Balas pelukanku jika kau mencintaiku dan lepaskan jika kau masih membenciku."

Deg..
Quinzy seperti sesak. Dia tak tahu harus melakukan apa, pikirannya kosong.

Akhirnya Zion melepas pelukannya.
"Baiklah, semua butuh proses. Aku akan membuktikannya bahwa aku ingin serius."
Quinzy tidak menjawab dan memilih diam.

Zion melajukan mobilnya membelah keramaian Ibukota. Tak ada yang membuka percakapan, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

Akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang bisa dibilang sederhana. Quinzy heran kenapa Zion mengetahui alamatnya, apa dia semacam paparazzi? Penguntit mesum? Atau mata-mata?

"Tenanglah, aku memang sudah tau alamatmu. Aku kan sudah bilang bahwa aku mencari informasi dirimu termasuk juga alamat rumahmu." Zion seolah tau apa yang dipikirkan Quinzy.

"Emh, terima kasih atas tumpangannya." Quinzy hendak membuka pintu mobil tapi dia kembali berucap "Si..siapa namamu?" Yah, dia bahkan belum menanyakan nama pria itu.

"Aku Zion, O'Zion Athalas. Cowok paling populer di kampus, jurusan bisnis dan manajemen tahun pertama. Aku menyukai warna hitam dan putih, hobiku basket karena aku tinggi dan aku menyukai wani.."

"Cukup! Cukup!" Quinzy memotong ocehan Zion yang sampai besokpun tak akan berujung.

"Aku masuk." Quinzy menutup pintu mobil dan membuka pintu gerbangnya, kemudian berlalu tanpa menoleh.

Zion menatap punggung wanita itu dan melajukan mobilnya. Dia bergumam 'Kau cantik, apakah kau akan mengubah segalanya?'

**
"Aku Zion, O'Zion Athalas," nama itu terus terngiang di pikiran Quinzy. Dia merasa tak asing dengan nama itu. Aneh, gumamnya. Mungkin mereka pernah bertemu sekali tapi dalam keadaan yang tak memungkinkan, pikirnya.

"Inci, ada Mike diluar." Lily menghampiri putri sulungnya yang sedang termenung di atas kasurnya.

"Bilang aku dikamar. Suruh masuk aja," Quinzy memang ingin curhat kepada sahabatnya itu tentang kejadian tadi.

"Whats up my Queen? Kok bete amat sih sayangnya abang. Kangen yah?" Mike lagi-lagi menggoda sahabatnya.

"Ah, receh!" Balas Quinzy.

"Kamu kenapa, sayang?"

"Aku mau curhat tapi kamu janji yah bakal serius?"

"Iya sayang. Cepetan cerita, kamu gantung akunya mati"

"Receh, ah. Gini..." Quinzy menceritakan semuanya tanpa dipotong oleh Mike.

Bangsat, shitt. Mike mengepalkan tangannya. Dia tak suka apabila ada cowok brengsek yang sudah mengecewakan sahabatnya lalu ingin mempermainkannya.

"Gimana dong, Mike?" Rajuk Quinzy.

"Emang kamu ada rasa sama dia? Kalo gak yah tinggal tolak aja, selesai urusan."

"Entah. Aku gak tau, di satu sisi aku belum melupakan Rey. Disisi lain aku nyaman kalau dekat dengan Zion."

"Tak akan ada pria yang senyaman aku, Zy." Wajah Mike berubah serius.

"Apa aku kasih kesempatan aja buat dia?"

"Gak. Dia udah rebut paksa ciuman kamu dan kamu malah memberi dia ruang? Gak. Kamu itu mikir dong. Jangan termakan kata-kata iblis bajingan seperti itu. Semua cowok akan berkata manis di awal dan akan cepat bosan." Mike seperti menahan amarahnya.

"Kau menyinggung diri sendiri?" Quinzy ingin tertawa mendengar kata bijak dari mulut Mike yang seperti ditujukan untuk diri sendiri.

"Aku serius, Quinzy. Dan kau malah tersenyum?" Kesal Mike. Kalo Mike sudah menggunakan nama Quinzy, itu berarti dia benar-benar serius.

"Iya, iya maaf," Quinzy hanya tidak ingin berdebat.

"Besok, kau harus katakan kepadanya kalau kau menolaknya. Jangan pernah temui dia lagi. Aku akan selalu disampingmu."

"Baiklah. Yuk kita keluar, Mama udah bikin makan malam."

Quinzy menarik tangan Mike, tapi Mike menariknya dan memeluk Quinzy. Dia hanya tidak ingin melihat sahabatnya menangis setelah kepergian Rey setahun yang lalu. Dia selalu berada disamping Quinzy dan selalu menghiburnya. Dia sangat menyayanginya tapi entah sebagai sahabat atau lebih.

Mike semakin mengeratkan pelukannya membuat Quinzy sesak.

"Kau itu kenapa sih? Apa kau berantem lagi dengan pacar-pacarmu?" Tanya Quinzy karena Mike tiba-tiba bertingkah aneh.

"Sebentar saja, beri aku 1 menit seperti ini. Aku hanya ingin seperti ini denganmu, Quinzy."

Quinzy hanya pasrah dengan tingkah sahabatnya itu. Mungkin dia lagi ada masalah tapi belum bisa mengatakannya, pikirnya.

Mike melepaskan pelukannya dan berdiri diikuti Quinzy.

Tiba-tiba Mike berbalik, membuat Quinzy menabrak dada bidangnya. Mike mengecup kening Quinzy dalam.

"MAMA! MBAK INCI SAMA BANG MIKE CIUMAN! CEPET PANGGIL PENGHULU, MA!!"
Teriakan Qianzy yang tak sengaja lewat, membuat Mike melepaskan bibirnya di kening Quinzy.

"Mike..." Quinzy ingin bertanya tapi

"Ayo turun. Tante Lily udah nunggu."
Mike berlalu begitu saja tanpa menjelaskan apapun membuat Quinzy semakin heran dan penasaran dengan perubahan Mike. Sudah 2 tahun mereka bersahabat tapi dia belum bisa mengerti tentang sikap Mike yang labil. Kadang dia marah gak jelas, kadang suka jahil, kadang mesum, kadang suka manja, dan kalau sudah serius, Quinzy benar-benar tak mengerti apa yang ada dipikiran Mike.

**
Ditempat lain...
Zion sedang menerima panggilan,
"Aku sudah berkenalan dengannya, dia masih belum mengatakan apa-apa tapi aku akan berusaha."

"Tidak. Tidak, dia tidak satu jurusan denganku. Dia anak jurnalistik."

"Eh? Yah dia lumayan cantik tapi dia belum tertarik denganku karena dia selalu menutup mulut. Dia berbeda dengan kebanyakan wanita."

"Oke, Informasinya akan kukirimkan padamu. Baiklah, sampai jumpa."

Zion menutup panggilannya dan beranjak ke kamar mandi.

Udah ada rahasia Mike dan Zion nih. Author juga penasaran. Wekawekaweka😂
Yang penasaran, tunggu lanjutannya yah. Karena berhenti di tengah jalan itu sama aja gak nyampe😅 ah, krik.

Love,
Author

Me, You and Our SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang