2

203K 8K 227
                                    

Kupandangi buku tabunganku. Cukup untuk membayar cicilan apartemen dan hidupku dua bulan ke depan. Ditambah gajiku bulan ini, kurasa aku masih bisa bertahan. Dan kupikir, aku harus mencari pekerjaan baru mulai sekarang.

Aku mulai membuat lamaran pekerjaan yang kutujukan ke beberapa perusahaan. Mataku membola saat menemukan lowongan perkerjaan di X-cellent Corp. Kebetulan sekali bukan?
Setahuku, X-cellent selalu merekrut orang-orang yang benar-benar- berkompeten dengan gaji yang sangat lumayan. Jika aku bisa diterima di sana, paling tidak aku bisa mempunyai sedikit dana untuk memanjakan diri.

Segera aku membuat lamaran ke X-cellent Corp. Kupikir aku bisa mengisi salah satu dari tiga lowongan yang ada.

Setelah semua beres, aku mengirimkan lamaran itu secara online. Ya, teknologi X-cellent Corp terlalu modern dibandingkan dengan perusahaan tempatku bekerja. Semoga aku bisa diterima bekerja di sana.

Aku keluar dari kamar, kesal dengan bel pintu yang terus menjerit-jerit.
Dengan sedikit kasar, aku membuka pintu.

"Mau apa kau kemari?" tanyaku dingin melihat siapa yang berdiri di depan pintu apartemenku.

Andrew mengulurkan sebuket bunga yang digenggamnya padaku.

"Aku ingin minta maaf, Frey. Please, aku bisa jelaskan semuanya," katanya memohon.

"Aku tidak butuh penjelasanmu!"

"Please Frey, beri aku kesempatan," pintanya mengiba. Aku muak melihatnya. Bayangan ia tengah bergumul dengan Brigitta seolah membuatku mati rasa terhadapnya.

"Aku tidak bisa!"

"Frey please..."

"Pergilah!"

"Frey...."

Aku mundur selangkah dan berniat menutup pintu.
Andrew menahan pintu yang akan kututup. Aku dan Andrew saling mendorong daun pintu apartemenku.

Tenaga Andrew yang lebih besar mampu membuatku terdesak mundur hingga ia bisa melangkah masuk.

"APA MAUMU SEBENARNYA?" bentakku emosi.

"Frey, aku hanya ingin kau memberiku kesempatan. Satu kali lagi," ujarnya memelas dan sedikit memaksa.

"Aku tidak mau!"

"Aku mencintaimu, Frey!"

"BULLSHIT!!" teriakku marah, berusaha mendorongnya keluar.

"Frey," ia menyingkirkan tanganku dan menahannya, lalu merangsek memelukku.

Aku memberontak.

"LEPASKAN AKU BRENGSEK!" pekikku meronta saat Andrew mendorongku hingga terjatuh di sofa dan menindihku. Bibirnya mengecupi wajahku.

"Kau tau Frey, kalau saja kau tidak sok alim, aku tidak akan melakukannya dengan Brigitta. Aku juga punya kebutuhan, Frey!" serunya dengan nafas menderu, mencoba mencium bibirku.

Aku semakin berontak.
Andrew menggeram marah. Ia mengunci kedua tanganku di atas kepalaku dengan sebelah tangan, sebelahnya lagi mencengkeram rahang dan pipiku, lalu menciumku dengan brutal.

"HMMMPPHHH...." aku meronta, berusaha keras melepaskan diri darinya.

"Aku menginginkanmu, Frey!"

Aku ketakutan. Jujur saja, tenagaku kalah jauh dengannya. Aku sangat panik dan mulai menangis.

"Jangan...."

"FREY! ASTAGA!"

BUGH! BUGH! BUGH!

In My Boss ArmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang